Part 9

130 24 22
                                    

"Kontrol inversi dinamis bisa digunakan untuk mengontrol UAV ke koordinat yang diinginkan. Secara bersamaan, ini akan meminimalkan sudut sway dari massa tersuspensi," jelas Kyungsoo dengan mimik serius. Masalah pengairan memang bukan keahliannya. Namun, hampir tidak pernah untuk seorang Kyungsoo melewatkan jurnal-jurnal ilmiah relevan sebelum ia terlibat dalam setiap proyek.

Sementara, teman-teman satu timnya yang menjadi pendengar tak ada yang berani merespon.

"Kau 'kan dari Teknik Pengairan. Soal ini tidak tahu?" tanya Kyungsoo lagi bernada mengejek.

"Aku baru tingkat 2, Hyung."

"Kalau niat belajar, tingkat bukan masalah. Kau bisa mencari referensi kredibel sendiri 'kan? Masa semua harus menunggu dijejalkan dosenmu satu persatu? Inisiatifmu di mana?"

Jaewook berdecak, kalau ditanya, siapa yang paling ia sesali untuk diajak ke acara ini. Jawabannya Do Kyungsoo. Sebagian dari timnya mungkin bersyukur karena pria itu adalah otak dari tugas utama mereka. Namun, fakta bahwa pria ini yang sangat demanding, membuatnya resah secara pribadi. Saat pre-event saja, Jaewook dan salah seorang mahasiswa dari jurusannya diminta mencari beberapa publikasi terkait yang bisa diadaptasi di lapangan. Bahkan mempresentasikan summary dari masing-masing jurnal. Panitia saja tak sedetail itu.

"Kau baca lagi jurnalmu yang judulnya Optimal Scheduling of Rural Water Supply Scheme. Publikasi tahun 2013," tegas Kyungsoo. Ia menganggap konten di dalamnya seharusnya tak menjadi hal asing. Kalau ia saja bisa mengerti, mengapa orang lain harus beralasan?

Seminggu bekerja sama dengan Kyungsoo membuat Jaewook sadar, ia tidak perlu banyak mendebat. Pasti kalah. Lebih baik iyakan dan turuti saja semua perintah pria itu.

"Baiklah. Kita harus berangkat ke lokasi sekarang, sebelum terlalu siang. Kau harus menunjukkan mana-mana saja lokasi yang berisiko menjadi tempat pengendapan. Mengerti?" perintah Kyungsoo tanpa ingin ditolak.

Tak ada yang berani mendebatnya. Namun, satu orang pemuda sebayanya baru saja datang dengan wajah ketakutan. Sepertinya, ia lebih memilih semprotan Kyungsoo sekarang ketimbang nanti-nanti.

"M—ma—maaf," ucap pemuda tersebut, mencuri atensi Jaewook dan rekan satu timnya.

Kyungsoo melihat pemuda tersebut malas. Tidak perlu dijelaskan apa saja alasan ekspresinya dengan sekali melihat wajah adik kelas yang tidak tepat waktu itu. "Kenapa pakai tergagap?"

"Saya tidak bermaksud terlambat, Sunbae."

"Tetap saja. Kalau kau tidak ikut briefing, sebaiknya kau tidur saja di rumah induk semangmu."

Wajah tak acuh Kyungsoo tidak membuat juniornya menyerah. Pemuda tersebut menatap wajah Kyungsoo penuh harap. "Sungguh ini bukan kesengajaanku. Aku punya masalah. Tidak ... Kita ... kita punya sedikit masalah. Banyak preman di dekat sungai."

"Lalu?" tanya Kyungsoo dengan kernyitan jelas di keningnya.

"Mereka ber—ke—ke—lahi dan merusak saluran air tadi. Itu juga alasanku telat. Aku mau menghentikan mereka tapi mereka tak peduli. Bahkan, penduduk pun dipalak. Aku pikir, tidak mungkin ki—kita bisa survey."

Kyungsoo tampak tak terusik. Wajahnya datar untuk beberapa saat. Lantas, senyum asimetrisnya justru terkembang, "Ooo. Anggap saja kita harus mulai lebih cepat dari jadwal."

***

Di bawah terik matahari, Jihyun menggosok kelopak matanya yang lengket. Meskipun tubuhnya sudah diguyur air sejak subuh tadi, tak menjamin matanya tidak akan terkantuk. Mau bagaimana lagi, ia kelelahan akibat tak bisa tidur semalam. Apa lagi alasannya selain insiden di halaman? Yang jelas, jatuh ke kubangan air membuat beberapa bagian tubuhnya lebam hingga ia kesulitan mendapatkan posisi tidur yang nyaman.

DeadlockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang