Bab 8 - Dont Leave Me

4.5K 567 42
                                    

Sehun berlari di koridor rumah sakit. Lututnya terasa lemas saat menerima kabar bahwa Minyoung pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Pria itu mengurungkan niatnya untuk menjemput Nami.

Sekitar 30 menit yang lalu, ia menerima kabar dari Kris bahwa pria itu menemukan Nami disebuah bar. Awalnya, ia ingin menjemput Nami besok saja, Namun ia tidak bisa berbuat seperti itu. Oh ayolah... Ia tidak seberengsek itu, Membiarkan istrinya sendiri di rumah seorang pria.

Bayangan Minyoung yang meringis kesakitan kontan melintas dalam benak Sehun. Pria itu semakin mempercepat langkahnya, ia ingin segera sampai dikamar dimana Minyoung dirawat. Pria itu berjalan sedikit tergopoh-gopoh karena lututnya benar-benar terasa lemas.

"Eomma." Sehun menghampiri semua anggota keluarga yang tengah duduk di ruang tunggu, wajah mereka terlihat tegang, menunggu dokter Park, yang menangani Minyoung keluar dari ruangan UGD itu.

"A-apa yang terjadi?" Suara sehun terdengar parau saat mengucapkannya. Ia tidak bisa membendung lagi laju air mata yang sejak tadi ia tahan. Rasanya terlalu sakit mengingat istrinya lagi dan lagi dilarikan ke rumah sakit. Andai saja ia bisa, ia sangat ingin menggantikan kesakitan yang Minyoung rasakan saat ini. Dadanya terasa sesak.

Ia mengusap wajahnya kasar, perasaannya benar-benar kalut saat ini.

Sehun tidak peduli apa yang akan orang katakan padanya. Satu pertanyaan yang saat ini ada didalam benaknya, bagaimana keadaan istrinya. Apa istrinya baik-baik saja didalam sana?

"Tenanglah, nak. Dokter Park sedang menangani Minyoung."

"Apa dia akan baik-baik saja?" Dada Sehun terlihat naik turun. Dengan wajah frustasinya, pria itu menatap Nyonya Oh mengiba. "Aku... Aku..." Sehun memejamkan matanya sesaat. Cairan bening itu semakin merembes membasahi wajah tampannya. "Eomma... Andai saja aku ti...tidak mem"
.
"Sayang... Eomma yakin, dia akan baik-baik saja." Nyonya Oh meraih tubuh Sehun, mendekap tubuh rapuh itu seolah menyalurkan kekuatan kepada putranya. Keduanya berpelukan dengan air mata yang mengalir. "Dia wanita terkuat yang pernah Eomma temukan." Sehun terisak dalam dekapan Nyonya Oh.

"Bagaimana ini bisa terjadi, Eomma. Bagaimana? Seharusnya tadi aku tidak pergi, tapi apa yang ku lakukan? Aku justru meninggalkannya."

"Sayang, kau tidak mempunyai pilihan tadi. Eomma tahu kau mencintai Minyoung, tapi disisi lain, kau juga tidak ingin membiarkan Nami."

"Aku brengsek, kan, Eomma? Seharusnya... Seharusnya aku..." Suara sehun tersendat-sendat. Rasanya ia tidak kuat melanjutkan kata-kata yang akan ia lontarkan. Nyonya Oh menepuk punggung putranya teratur, berusaha menenangkan perasaan kalut putranya itu.

Miho yang melihat kerapuhan adiknya itu hanya bisa mengusap air matanya yang turun melewati pipi tirusnya. Ini adalah kali pertama ia melihat Sehun menangis setelah pria itu beranjak dewasa. Sehun tifikal pria yang dingin, ia tidak akan mengekspresikan sesuatu seperti saat ini. Pria itu terlalu kaku menurutnya. Namun sekarang? Ia melihat sisi lain dari adiknya itu. Miho menepuk punggung Sehun pelan guna memberikan kekuatan pada adiknya itu.
.
.
.

Sementara di dalam ruangan itu, Dokter Park beserta dua suster yang menangani Minyoung terlihat frustasi. Mereka hanya memiliki dua pilihan. Mengangkat janin yang Minyoung kandung saat ini juga, atau membiarkan janin berusia 7 bulan itu tetap bertahan.

"Kita tidak ada pilihan lain, Hubungi keluarga pasien untuk menyetujuinya. Kita akan mengangkat janinnya." Dokter Park memberikan intruksi pada salah satu suster. Ia kemudian melanjutkan pemeriksaan pada bagian-bagian tubuh Minyoung yang menurutnya harus diperiksa.

"Ne." Suster yang hendak melangkahkan kakinya itu sontak membalikkan tubuhnya kembali saat merasakan pergelangan tangannya dicekal erat.

Minyoung yang mencekal pergelangan tangan itu menggeleng lemah. Wanita itu mengalihkan tatapannya pada Dokter Park. Tatapan wanita itu seolah mengatakan 'Jangan! Aku mohon, jangan lakukan itu.'

ITS HURT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang