Bab 2 - Pregnant Problem

7.4K 729 82
                                    

“Ketika hati wanita tersakiti, tak banyak yang dapat ia lakukan... Yang ia tahu hanyalah setetes airmata membasahi pipinya. Yang ia tahu hanyalah dadanya terasa sesak. Yang ia tahu hanyalah tanda cintanya.” (Kutif from katakannet2014)

.....

SEHUN membuka kacamata hitam yang bertengker di hidung mancungnya tatkala kakinya melangkah keluar dari pesawat yang ditumpanginya— bersama istri 'keduanya'. Obsidiannya menatap setiap orang yang berlalu-lalang di hadapannya. Helaan nafas pria itu terdengar panjang ketika netranya melirik wanita yang saat ini menggerutu di sampingnya. Matanya terpejam— menikmati semilir angin yang berhembus pada permukaan kulitnya. Berharap bahwa angin itu akan membawa jauh segala beban yang mengimpitnya sehingga mengembalikan kehidupan tentramnya seperti sedia kala.

Ya. Kehidupan tentramnya bersama keluarga kecilnya. Kehidupan tentram sebelum ia menerima vonis bahwa ia harus menikahi seorang gadis yang tidak ia cintai dan menyakiti wanita yang telah 5 tahun berada di dalam hatinya.

Sehun tidak tahu apakah Tuhan akan mengampuni dosanya karena telah menyakiti istrinya. Ia benar-benar frustasi.

Oppa, ayo!” Suara lembut Nami membuat Sehun terpaksa harus membuka matanya. Pria itu melirik wanita disampingnya sekilas, sebelum kaki panjangnya melangkah meninggalkan wanita itu. Entah kenapa setiap ia melihat wajah wanita disampingnya bayang-bayang wajah terluka Minyoung selalu menghantuinya.

“Yak! Tunggu aku!” Sehun tidak memperdulikan teriakkan Nami. Pria itu seolah menulikan suaranya. Nami menggeram kesal dibuatnya, hingga didetik berikutnya, wanita itu berjalan seraya menghentakkan kakinya dengan kesal.

.....

“Nyonya,”

“Ya. Ahjumma?”

“Nyonya ingin makan sesuatu? Saya akan me—”

“Tidak, Ahjumma. Untuk dua minggu kedepan, Ahjumma bisa berlibur. Datanglah sesekali untuk membersihkan rumah, aku akan tetap menggajihmu,”

“Ye? Tapi—”

Ahjumma, aku mohon!”

“Ah, baiklah. Kalau begitu, saya permisi, Nyonya.”

“Ya. Bersenang-senanglah, Ahjumma.” Minyoung tersenyum lembut seraya membenarkan selimut tebal yang membalut tubuhnya. Di luar hujan cukup deras seolah mengerti perasaan Minyoung saat ini.

Lihatlah butiran-butiran air yang turun itu! Bahkan alam saja tahu perasaannya. Alam saja menertawakan dirinya.

Batin Minyoung. Senyum pahit tersungging dibibir ranumnya. Minyoung menghela nafas lelah. Waktu masih sore, tapi Minyoung memutuskan untuk menutup kelopak matanya. Mungkin dengan begitu, bayang-bayang Sehun akan hilang dari benaknya. Kesakitan hatinya tidak akan terus berkobar.

—Its Hurt—

“Angkatlah, sayang!” Sehun menggeram kesal ketika panggilannya tidak juga diangkat. Pria itu menjambak rambutnya frustasi. Ini sudah kali kelima panggilannya diabaikan. Ia begitu kesal. Entah apa yang dilakukan istrinya itu sehingga mengabaikan panggilannya.

“Brengsek!” Sehun mengumpat pelan. Ia membanting ponselnya sehingga terdengar bunyi yang cukup nyaring. Ia memejamkan matanya, rahangnya mengeras sempurna.

'Baiklah, jika itu yang kau inginkan' batinnya menggeram. Ia membuka matanya, melihat pemandangan malam di kota bambu kuning itu.

Oppa,” Nami memeluk tubuh pria itu dari belakang. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan saat tidak merasakan penolakan dari pria yang berada dalam dekapannya. Ia sudah merencanakan semuanya. Wanita itu akan membuat Sehun menuruti semua keinginannya, termasuk menjadikannya sebagai prioritas utama pria itu.

ITS HURT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang