Happy reading. ❤️❤️
Hingga saat ini pesan yang diberikan oleh Aska, tidak pernah Nara balas. Ketika lelaki itu menghubungi pun ia tak menerimanya. Bahkan pesan suara dari Raffi pun n tidak membuat Nara menerima panggilan Aska.
Mungkin sudah hampir seminggu Nara selalu menghindar dari Aska, bahkan gadis ini sudah duduk di kursi belakang sisi kiri. Berharap tidak menatap langsung dengan Aska, kalau boleh memilih ia tidak akan mau masuk kelas lelaki itu lagi.
"Ra, ayo di depan aja, enggak keliatan kalo di sini." Agatha sudah menggerutu, mata minus yang ia miliki cukup susah menatap papan tulis juga layar proyektor dari belakang. Belum lagi tubuh tinggi beberapa temannya yang duduk di depan.
"Ya kamu di depan aja sana, aku mau di sini," kata Nara sembari menatap buku yang tengah ia buka. Agatha menatap wajah Nara cukup lama, cukup aneh dengan sikapnya akhir-akhir ini.
"Enggak ngehindar dari Aska, kan?" pertanyaan dari Agatha membuat jantung Nara berdegup cepat.
Nara tertawa sembari mengibaskan tangannya, ia menjawab kalau tidak ada masalah antara dirinya juga Aska. Memangnya salah kalau dirinya duduk di belakang. Agatha menaikan alisnya lalu berkata jika sikap Nara cukup aneh saat mata pelajaran Aska, sangat terlihat jelas jika keduanya tengah bermasalah.
"Udah sana duduk di depan aja,"usir Nara mendorong bahu Agatha. Gadis itu menggerutu dan mengatakan ia akan tetap duduk di sini. Nara mencebik, lalu menutup buku di tangannya. memilih meraih ponselnya, takut jika Lisa menghubungi.
Semenjak kepulangan Lisa beberapa hari lalu, Nara merasa kesepian. Gadis ini sudah meminta Lisa untuk tinggal di sini serta mengajak keluarganya yang lain. Tapi, Lisa menolak dengan alasan biaya. Perpindahan dari Jogjakarta ke Jakarta cukup menguras isi dompet, belum lagi urusan perusahaan.
Pak Aska
Kamu masih marah?
Nara mengedipkan matanya berulang kali, menimang apakah ia harus membalas pesan dari lelaki itu atau mengabaikannya kembali.
Pak Aska
"Kenapa, Ra?"
Menarik napas panjang, akhirnya Nara membalas kalau dia sedikit takut dengan lelaki itu sejak kejadian beberapa hari lalu. Berkata jujur tidak merugikan, bukan.
"Anak mana, Ra?" rangkulan juga suara dari sisi kanan membuat gadis ini terkejut. Ia membulatkan mata lalu menutup ponselnya. Berharap kalau Bima tidak membaca layar percakapan antara dirinya juga Aska.
"Kamu ngapain?" Nara sudah melepas rangkulan Bima lalu mendorong bahu lelaki itu.
Sejak mereka berteman dulu, Bima selalu seperti itu. Datang tanpa suara dan merangkul Nara juga Agatha. Bima bilang kalau ia sudah menganggap kedua temannya itu sebagai lelaki. Jadi ia merasa bebas merangkulnya.
"Di sini lagi?" Nara mengangguk, memangnya salah kalau dia berada di sini.
"Lho-lho, kamu kenapa di sini juga?" Nara menyipitkan matanya.
Agatha menyenggol lengan Nara saat Aska berjalan menuju meja depan kelas. "Ra."
Beberapa jam kemudian Nara baru bisa bernapas lega, ia yakin jika wajahnya sedikit pucat selama Aska mengajar. Teringat setiap kata yang Lisa ucapkan mengenai keluarga juga perjodohan dirinya.
"Ra, sakit?" Bima juga Agatha menatap ke arah Nara, sejak tadi gadis ini terlihat aneh di mata keduanya. Nara menggeleng lalu mengajak mereka pergi ke kantin karena Karin juga Suci sudah mengirimi pesan untuk mereka segera menyusul.
Bima, Karin juga Suci adalah mahasiwa baru di kelas mereka, dan sudah dekat saat mengerjakan tugas kelompok.
"Gue mau di tengah sih," ujar Bima berjalan di antara Agatha juga Nara. kedua gadis itu berdecak ke arah Bima. Sedangkan lelaki itu hanya terkekeh dan berjalan santai menuju kanton.
KAMU SEDANG MEMBACA
I love you! [New Version]
ChickLitSetelah sekian lama berperang dengan rasa rindu dan penyakitnya, Aska kembali muncul dengan harapan baru. Harapan bagi keberlangsungan hidupnya. Harapan bertemu dan bersatu dengan pemilik hatinya, seorang gadis yang saat ini menjadi salah satu mahas...