Samudra diperbolehkan mengikuti Miko sampai UGD karena tangan Miko masih menggenggam tangannya erat. Sementara Mika, Miki dan Layna harus pasrah menunggu di luar ruangan karena petugas medis hanya memperbolehkan satu orang saja untuk menemani. Miko sudah tidak menggigit jari Samudra lagi karena saputangan Layna telah menggantikannya.
Seorang dokter pria setengah baya dan beberapa perawat tampak sibuk mendekat memberi pertolongan terhadap Miko.
" Apakah pasien punya riwayat penyakit tertentu sebelumnya, Mas?" tanya dokter itu pada Samudra.
Ini adalah pertama kalinya Samudra membawa adiknya ke rumah sakit ini karena rumah sakit inilah yang terdekat. Layna memang tidak membawa Miko ke rumah sakit Samudra biasa memeriksakan adik-adiknya karena jarak rumah sakit itu masih terlalu jauh. Layna hanya ingin Miko segera mendapatkan pertolongan secepatnya sehingga dia membawanya ke rumah sakit terdekat. Biarlah rumah sakit itu tidak menerima asuransi, Layna sudah bertekat akan menanggung semua biayanya. Lagi pula, langit terlihat mendung dan hujan deras tiba-tiba mengguyur. Sangat beresiko sekali jika perjalanan tetap dilanjutkan dalam keadaan terburu-buru dan panik. Miko juga harus segera mendapatkan penanganan.
" Diabetes tipe 1, dok. Kelainan pankreas sejak lahir," jawab Samudra.
Tangan Samudra bergetar. Selain karena sedang menahan perih akibat luka gigitan Miko, kondisi Miko yang sangat mengkhawatirkan juga membuat kepanikannya tak juga mereda. Trauma akan kehilangan orang yang disayangi lagi-lagi bergelayutan menghantui pikiran Samudra.
Dokter itu segera mengecek detak jantung di dada Miko dengan stetoskop setelah membuka jaket dan melepas beberapa kancing teratas kemejanya. Sedangkan seorang perawat membantu mengecek tekanan darah Miko dengan tensimeter.
" Delapan puluh per tujuh puluh," kata Perawat itu melaporkan.
Setelahnya, dokter itu membuka kelopak mata Miko dengan ujung jari dan meriksa kedua bola matanya menggunakan senter kecil secara bergantian.
" Bagaimana ini, dok? Sedari tadi adik saya kejang terus." Samudra semakin khawatir karena Miko masih saja kejang walau tak separah sebelumnya. Samudra sampai tak tega melihat wajah pucat Miko dengan mulut yang menggigit saputangan Layna.
" Saya akan suntikan obat pereda. Mas berdo'a saja, ya?" Dokter berbadan tambun dan berkaca mata itu tampak mengintruksikan seorang perawat agar menyiapkan obat dan segala peralatannya.
Setelah disuntikkan sebuah cairan di lengannya, tubuh kejang Miko perlahan menjadi tenang hingga genggamannya pada Samudra mengendur. Saputangan yang menyumpal di mulutnya segera diambil oleh seorang Perawat.
Samudra kemudian melihat dokter itu mengambil glukometer untuk mengecek kadar gula darah Miko. Dia mengambil sampel darah Miko di jari telunjuknya dan menempelkannya di lanset.
" Hipoglikemia," ucap dokter itu setelah membaca hasil pengukuran gula darah di tubuh Miko.
" Kadar gula darah ula darahnya drop," tambahnya lagi.
" Sebenarnya bila belum parah bisa diatasi dengan pemberian gula seperti teh manis atau semacamnya. Tapi dalam kondisi yang sudah seperti ini terlalu berbahaya jika diberikan secara manual. Pasien bisa tersedak dan lebih parahnya lagi, jalan pernapasannya bisa tersumbat hingga terjadi kematian."
Samudra semakin ketakutan. Dia menggenggam tangan Miko erat dan mengusap kepala Miko dengan tangannya yang lain. Samudra tidak mau kehilangan Miko. Mendengar kata kematian yang barusaja diucapkan oleh dokter itu, membuat Samudra terbayang-bayang memori ketika Reyhan meninggalkannya. Dia tidak mau Miko meninggalkannya juga seperti Reyhan.
" Lalu bagaimana ini, dok. Apakah adik saya akan baik-baik saja?" tanya Samudra semakin khawatir. Bahkan bibirnya terlihat bergetar saat mengucapkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGEL'S TRIPLET [END]
Fiction généraleKehidupan itu seperti roda yang berputar. Tidak bisa selalu bertahan di tempat yang sama. Mungkin, Sam belum menyadarinya. Waktu akan terus bergulir seperti bumi yang terus berotasi pada porosnya, mendatangkan fajar dan senja di hari berikutnya. Sa...