Pacarku

19 2 0
                                    

     Meraka masuk ke kelas. Semakin dekat semakin jelas terlihat bahwa mereka berdua adalah Silva dan Bagas. Hatiku tersentak sedikit ketika melihat mereka berpegangan tangan, aku tak menyangka bahwa Silva bisa seperti itu kepadaku. Ya, aku pernah suka pada Bagas saat satu tahun lalu, dan orang pertama yang kuceritakan tentang ini adalah Silva. Saat itupun Bagas mengetahui bahwa aku suka padanya, tetapi kurasa dia tak suka kepadaku. Belakangan ini sikap Silva juga berbeda sekali dengan saat pertamakali kami bertemu.

     "Sha, tumben datang pagi." Bagas melambai-lambaikan tangan di depan wajahku, padahal aku tidak sedang melamun.

     Aku melihat ekspresi Silva berubah menjadi kecut dan tangannya semakin erat menggandeng tangan Bagas.

     "Aku memang selalu datang pagi, kok." Aku langsung memalingkan wajah dan pergi keluar kelas.

     Brukk!!!

     Saat di pintu kelas aku menabrak seseorang dan seseorang itu terjatuh.

     "Ma.. maaf, aku gak sengaja." Aku mengulurkan tanganku padanya.

     Elang? Ternyata dia adalah Elang. Aku menarik tangannya sampai dia berdiri.

     "Kotor deh." Elang menepuk nepuk baju dan celananya.

     "Lang, Kok lu masuk ke kelas gue sih?"

     "Aku cuma mau ngasih ini." Elang menyodorkan plastik putih kepadaku dan aku langsung membukanya.

     "Roti sama susu? Buat apa, Lang?" Aku menatapnya dan menaikkan satu alisku.

     "Menurut kamu?"

     "Tapi kenapa harus..."

     "Sssstt... bisa gak sih kalo dikasih sesuatu tuh bilang makasih. Aku kasih ini ke kamu supaya kamu gak lemes. Mengingat penyakit kamu itu aku jadi sedikit... ya... khawatir" Elang memotong kalimatku sambil terbata-bata.

     Aku tercengang. Maksudnya, Mengapa dia melakukan ini?.

     Aku menatapnya dan saat itupun hatiku terasa aneh, entah perasaan apa yang merasuki jiwaku. Tidak. Aku memikirkan apa sih?

     Ah iya, bagaimana jika aku menyuruh Elang untuk menjadi pacar. Bukan pacar sungguhan. Hanya untuk membuat Bagas cemburu. Ya, aku memang jahat sepertinya.

     "Ahaha... iya sayang makasih ya, kamu perhatian banget sih sampai bawaain aku makanan sepagi ini." Aku mencubit gemas pipi Elang walau sebenarnya sangat terpaksa.

     Aku melirik sedikit ke arah Bagas dan Bagas sedang melihatku dengan teliti. Rasanya puas sekali melihatnya seperti itu.

     "Sayang?" Elang tercengang seketika tersenyum dan pipinya sedikit berwarna merah.

     Ternyata Elang manis sekali, baru kali ini aku melihatnya tersenyum lebar. Akupun baru sadar bahwa dia memiliki lesung pipit yang dalam dan membuatnya begitu tampan.

Elang Pov~

     Hatiku kembali merasakan getaran, aku senang sekali saat Disha mengatakan Sayang padaku. Aku tak peduli ucapan itu serius atau hanya bercanda. Yang terpenting adalah kebahagiaanku saat ini terasa begitu berarti.

     Disha mendorongku sedikit keluar dari kelasnya dan membawaku ke samping ruangan UKS.

     "Lang, denger ya... gue tadi ga serius ngomong kaya gitu."

     "Aku tau kok."

     Tanpa berfikir panjang, aku langsung saja bertanya kepadanya tentang semalam mengapa dia tak membalas chatku.

     "Sha, semalam kamu tidur jam berapa?"

     "Lah, kok lu nanya yang gak penting gitu, sih?

     "Penting, Sha. Apapun itu kalo urusannya sama kamu itu penting."

     "Lu... lu suka sama gue, ya kan? Bukannya gue ge'er sih, tapi dari sikap lu gue tau kalo lu pasti suka sama gue."

     Ucapan Disha membuatku kaget dan bingung. Sulit sekali rasanya bilang kalau aku suka padanya.

     "Kamu semalam kenapa gak bales chat dari aku?" Aku memalingkan topik pembicaraan.

     "Eh, sorry lu kan bukan siapa-siapa gue. Apa urusan lu?"

     "Aku cuma nanya aja, lagipula apapun itu alasannya aku pasti terima kok."

     Disha memutarkan kedua bola matanya ke samping, membalikan tubuhnya dan langsung berjalan meninggalkanku.

Disha Pov~

     Aku merasa kesal pada Elang, mengapa dia begitu mencampuri urusanku. Tetapi jika aku menjauh, rencanaku untuk membuat Bagas cemburu pasti tak akan berhasil. Aku kembali berfikir dan memutuskan untuk kembali pada Elang. Saat aku memutarkan tubuhku, Elang memegang kedua pundakku.

     "Aku mau membantu kamu. Aku mau kok jadi pacar bohonganmu."

     Bagaimana dia tahu rencanaku?

     "Elang?... ka... kamu."

     "Sssstt... dari gerak-gerikmu aja aku tau apa yang mau kamu lakuin." Lagi-lagi Elang memotong kalimatku.

     Aku terkejut dan merasa malu saat Elang berbicara seperti itu. Ada rasa bersalah menyelimuti perasaanku saat itu juga.

Memang kali ini agak lama update lagi
Maaf ya 😁
See ya guys!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang