Aku mengingat raut wajah Romi bersemu, saat penghulu memastikan bahwa aku dan dia sudah sah menjadi suami istri. Berbalut pakaian serba putih, Romi terlihat gagah menggenggam tangan ayahku, tatapannyabtajam dan mantap, membuat hatiku berdebar tidak menentu.
Hari bahagia kami dihadiri bukan hanya keluarga, tapi juga teman-teman Romi dan sebagian teman-temanku. Romi mencium keningku dalam, aku menunduk, dan terpejam sesaat diiringi tepuk tangan dan sorak, beberapa tamu undangan yang hadir. Romi tersenyum menatapku, aku membalas senyumannya,
"Aku mencintaimu," ucap Romi pelan,
aku tersenyum, tidak menjawab, di dalam hati aku bersorak gembira, hatiku seperti sebuah taman dengan bunga bermekaran.Aku tau, tidak jauh, ada tatapan seorang lelaki yang menatapku lekat, lelaki yang tidak ku pilih, dan menyesal dengan sikap dan perkataannya sendiri. Aku tau, Edward menatapku, berharap ini semua hanya mimpi. Wanita yang ia anggap kekasih selama lima tahun, kini harus bersandar pasrah di samping lelaki gagah yang memintanya langsung tanpa ragu.
Romi, lelaki berbadan tinggi padat, berhidung mancung dengan senyum manis dan kumis tipis di atas bibirnya, ia dikenalkan oleh Ayahku. Keluargaku dan keluarga Romi saling mengenal, Papa Romi memiliki beberapa perusahaan properti dan Romi sudah berhasil mengembangkannya lebih pesat lagi, itulah mengapa Ayahku sangat yakin Romi bisa menjadi suami yang terbaik untuk anak gadisnya.
Aku bertemu dengannya, satu tahun yang lalu. Tepatnya, kami memang direncanakan untuk bertemu, saat itu, Romi masih memiliki pacar, begitu juga aku.
Romi mengenakan jas hitam dengan kemeja putih saat pertama kali datang, wajahnya yang bersih, dengan rambut di tata rapih, membuat siapa saja yang melihat terpana."Romi," ucap Romi, menjulurkan tangannya ke arahku,
"Ara.." sambutku. Aku yang saat itu sedang duduk di tengah antara Ayah dan Bunda merasa kikuk karena bagaimanapun aku harus merespon niat baik Romi berkenalan.
Romi duduk di hadapanku, kami duduk di sebuah meja bundar berukuran agak besar, ada enam kursi yang mengelilingi, di atasnya tersaji piring, sapu tangan, dan beberapa peralatan makan.
"Maaf membuat menunggu, Om, Tante.." ucap Romi ramah. Aku saat itu melihat Romi sebagai lelaki berwibawa, terlihat bahwa ia seorang pengusaha yang sukses hingga ayah mengungkapkan kalau ia ingin menjodohkan putri semata wayangnya dengan Romi, anak sulung dari keluarga Difathah Hermawan.Aku dan Romi diberikan kesempatan untuk saling mengenal. Baik aku, ataupun Romi tidak saling menuntut untuk saling dekat. Karena aku menghargai Romi dan kekasihnya, begitu juga Romi, menghargai keputusanku untuk tetap mempertahankan hubunganku dengan Edward saat itu.
Suatu hari, Romi mengaku sudah meninggalkan pacarnya, dan memilih untuk menjadikanku pacarnya. Hubunganku dan Edward juga sedang berada diambang kehancuran, Edward memiliki karakter tegas, dan keras, jauh sebelum mengenal Romi, aku tidak menyukai sifatnya yang seperti itu.
Saat itu, aku tidak menerimanya menjadi pacarku, bagaimanapun hatiku masih sebagian besar milik Edward. Satu tahun kami lewati tanpa hubungan yang berarti.Tidak sepenuhnya aku menceritakan kedekatan ku dengan Romi kepada Edward, karena aedward akan sangat kecewa bila mengetahuinya.
Tapi Romi selalu menjadi lelaki yang amat perhatian. Ia selalu hadir dalam berbagai kondisiku.
Termasuk, saat aku harus dirawat di rumah sakit,dokter mengatakan kalau indung telurku harus diangkat satu, karena ada tumor yang berbahaya bila tetap dipertahankan, dan Edward pacarku membuatku kecewa dengan sikapnya yang terkesan menjauh, aku tau sebagai seorang lelaki, ia mengharapkan anak,"Aku ingin menikahimu." ucap Romi saat di rumah sakit,
Aku menggeleng, "kenapa? Aku mencintaimu, sungguh. ""Apa kamu lupa? Aku akan sulit memiliki anak."
"Sulit, bukan berarti tidak bisa kan?" Romi berkilah, Romi yang duduk di sampingku, menggenggam tangan kananku yang di punggung tangannya tersambung selang intravena. Aku menatapnya lekat,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Hamil
RomanceWarning 21++ (Bacaan dewasa!) Aku memilih Romi. Dia lelaki pilihan Ayahku. Sebenarnya aku masih sangat mencintai Edward saat ia dikenalkan Ayah, tetapi Edward yang tidak bisa menerima keadaanku, dan menghilang saat aku menghadapi keterpurukan...