Sudah dua bulan aku kembali bekerja setelah pernikahanku dengan Romi. Begitu juga dengan Romi, kami sudah kembali melakukan aktivitas seperti sebelum menikah. Sesungguhnya, kami berdua memang sama-sama sibuk.
Untunglah, Romi membebaskanku bekerja, tidak menuntut ku di rumah mengabdikan diri hanya untuknya dan keluarga. Aku dan Romi sama-sama berangkat pagi, dan kembali bertemu sore hari. Saat siang hari, nyaris aku tidak pernah bertemu dengannya. Walaupun terkadang, Romi datang menemui ku, menjemputmu untuk makan siang bersama, atau sekedar menghubungiku lewat telepon vidio,"Ra, lo sakit?" Tanya Queen, teman satu kantorku,
Aku menggeleng, "gue cuma ngerasa capek banget akhir-akhir ini, " aku memijat tengkukku, melihat tumpukan berkas dihadapan ku saja sudah membuat leherku serasa akan patah,
"Iya, gue juga ngerasa gitu. Memang, Edward, bos yang lo hormati itu, keterlaluan banget!" Queen ngedumel, "kok lo tahan sih jadi sekertaris dia?" Queen baru saja bekerja di kantor ini, ia tidak tau bahwa aku menjadi sekertaris Edward karena dia dulu kekasihku,
"Gue udah cocok dengan kerjaan ini," jawabku meyakinkan,
"Tapi, gue rasa si Edward itu berlebihan Ra!"
"Iya sih, tapi..."
"Ehem!" tiba-tiba terdengar suara dari belakang. Suara dehaman Edward, aku sudah hafal. Queen menengok ke belakang, sementara aku tidak, leherku sakit untuk sekedar melihatnya,
"Pak Edward, selamat siang, Pak" Queen berdiri, menunduk memberi hormat. Aku masih memijat tengkukku yang berat, kepalaku pusing sekali sejak semalam. Queen menyenggolku, memberi kode bahwa di belakangku ada Edward sedang berdiri. Aku malas, Edward sudah cukup gila hormat menurutku.
"Ara, ikut saya ke ruangan. Ada beberapa proposal yang harus kamu selesaikan." Ucap Edward sambil melangkah masuk ke ruangannya.
"Baik, Pak." aku mengangguk tanpa menatapnya, kejadian ia menggantungkan hubunganku, dan mengacuhkanku selama aku sakit, sudah cukup membuatku sakit. Hubunganku dengannya kali ini hanya sebatas sekertaris dan atasan saja.
"Hufh, apa lagi yang akan di bebankan ke gue!" Lenguhku kesal,
"Lo kok ga berdiri sih! Malah bgebelakangin doi, mungkin doi marah sama lo!" Queen berbisik,
Aku tidak menjawab hardikannya, aku berjalan lunglai menuju ruangan Edward yang tertutup.Aku membuka pintu ruangan Edward membawa berkas yang biasanya Edward minta, mendadak pandanganku gelap. Aku tidak bisa melihat apa.
"Kepalaku..."
.....
"Ara.." aku mendengar suara.
Aku merasa tanganku di genggam erat, keningku di usap lembut.Aku berusaha membuka mataku. Kepalaku terasa berat sekali.
"Ed.. Edward.. " aku mendapati bayangan Edward di hadapanku. Wajahnya terlihat begitu panik.
"Ma.. Maaf Pak. Sa.. Saya.. "
Aku berasa bangkit, tapi kepalaku sangat berat dan sakit.
"Tenanglah, kamu hanya kelelahan. Tadi dokter sudah memeriksamu," ucap Edward lembut. Aku kembali merebahkan kepalaku di atas sofa ruangan Edward.
"Maafkan aku," Edward berkata lembut.
"Ini kantor. Tidak pantas anda memperlakukan saya seperti ini, Pak." aku menarik tanganku yang digenggam Edward.
Edward adalah atasanku, sejak pacaran dengannya hubungan kami di kantor tetap atasan dan sekertaris, tidak melibatkan perasaan, bagaimanapun keadaannya."Maaf... "
Edward melepaskan tangannya. Aku berusaha duduk, kepalaku masih sangat berat. Edward bangun dari duduknya, berniat ingin membantuku, tapi ia ragu. Aku duduk, dan menundukkan kepala,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Hamil
RomanceWarning 21++ (Bacaan dewasa!) Aku memilih Romi. Dia lelaki pilihan Ayahku. Sebenarnya aku masih sangat mencintai Edward saat ia dikenalkan Ayah, tetapi Edward yang tidak bisa menerima keadaanku, dan menghilang saat aku menghadapi keterpurukan...