Ini adalah Minggu ke enam belas kehamilanku. Perutku sudah terlihat sedikit membuncit, aku kini suka berdiri di depan cermin dan melihat perubahan anatomi tubuhku. Bukan hanya perut, bokong juga payudaraku terlihat membesar. Aku menyukain itu semua.
Hari ini Edward menugasi ku banyak sekali pekerjaan, entah karena aku sering kali izin tidak masuk kantor, atau entah karena apa. Sudah hampir empat jam aku duduk di depan komputer. Ku buka tutup minuman yang ku bawa. Habis. Aku beranjak bangun, aku menyibakkan rambutku, ku urut tengkuk yang terasa pegal karena seharian duduk dengan kepala tegak.
Dari perutku sesekali mulai terasa gerakan mungil. Aku tersenyum sambil mengusap perutku.
"Waktunya minum susu, Nak." Aku bergumam seolah berbicara dengan bayiku.
Aku mengambil gelas dan menuangkan beberapa sendok susu bubuk ke gelas.
"Yah, air panasnya kok habis." aku mengguncang-guncang kan dispenser di hadapanku. Aku mencari OB yang bertugas di dapur, tidak ada.
"Di ruangan ku masih ada air panas,"
Seseorang berkata dari belakang"Hah! Astaga, Pak Edward!" Aku terkejut mendapati Edward berada di dapur.
"Ada apa Bapak di dapur kantor? Biasanya.."
"Seluruh OB hari ini mogok kerja, minta dinaikkan gaji." Jawabnya datar,
"Oo.. " jawabku singkat.
Aku mengurungkan niat membuat susu. Aku meletakkan gelas di atas meja dapur dan kembali ke meja kerjaku.
"Nanti saja ya, Nak. Mama lanjutkan dulu pekerjaan Mama. Bos Mama galak, suka gigit! " aku berbicara ke bayi yang ada dalam perutku, seraya berjalan meninggalkan Edward,
"Tapi Mama kamu suka kalau saya gigit." tiba-tiba suara Edward menjawab. Aku meletakkan segelas susu hangat yang tadi tidak jadi ku seduh di atas meja dapur.
Mukaku memanas, aku menundukkan kepala karena malu dengan perkataan Edward barusan.
"Jangan lupa bawa proposal untuk ke Semarang ke ruangan saya, saya tunggu sekarang." Perintah Edward, aku merapatkan gigi, menahan marah dengan Edward, dia tau bahwa proposal itu belum sepenuhnya selesai ku susun.
"Iya, Baik Pak." Jawabku malas. Aku melangkahkan kaki ke atas meja kerjaku yang nyaris penuh oleh file. Setelah proposal yang diminta Edward ada di tanganku, aku berjalan masuk.
Aku masuk setelah mengetuk pintu dan terdengar jawaban Edward dari dalam ruangan.
Aku berjalan mendekati meja kerja Edward. Di atas mejanya sudah tersaji segelas susu yang tadi tidak jadi ku seduh karena persediaan air habis."Duduk," pinta Edward, aku mengangguk dan duduk.
"Sambil saya periksa proposal ini, kamu minum susunya. Saya akan sedikit lama." Edward meraih proposal yang ke letakkan di mejanya. Ia mulai membuka beberapa lembar proposal yang ku susun, sementara aku meminium perlahan susu hangat buatan Edward, dan meneguknya perlahan. Hangat sekali. Edward memang tau cara membuat susu hangat yang pas. Berbeda seperti Romi, beberapa kali ia membuatkan ku susu hangat, tapi terlalu panas, membuat mulutku terasa terbakar.
Apa-apaan aku, bisa-bisanya aku membandingkan Romi dan Edward! Aku menggeleng-gelengkan kepala berusaha menghilangkan pikiran tentang Edward.
Bagaimanapun Romi adalah suami terbaik! Protes ku dalam hati.Edward mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sejauh ini kerjamu bagus, hanya saja pada perincian pembiayaan, kamu harus bertanya ke bagian keuangan, jangan sampai ada yang tidak valid," Edward mengkoreksi hasil kerjaku, aku meletakkan gelas susu yang ku pegang,
"Baik, Pak. Kebetulan kemarin saya sudah temui Bu Fani pada bagian keuangan, ia akan membawa resume nya besok." Jawabku menjelaskan,
Edward mengangguk, lalu kembali membaca proposal ditangannya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Aku Hamil
RomanceWarning 21++ (Bacaan dewasa!) Aku memilih Romi. Dia lelaki pilihan Ayahku. Sebenarnya aku masih sangat mencintai Edward saat ia dikenalkan Ayah, tetapi Edward yang tidak bisa menerima keadaanku, dan menghilang saat aku menghadapi keterpurukan...