10. The Battle

934 60 6
                                    

Di bawah termeramnya sinar rembulan, King Edward dengan tenangnya menikmati secangkir teh yang di buat khusus oleh istrinya, queen Elisa.

Saat ini mereka berdua sedang menghabiskan waktu bersama di balkon kamar sambil menikmati teh.

King Edward mengangkat cangkir tehnya, dan menyeruput tehnya pelan.

"Seperti biasa teh buatan istriku memang yang paling enak", pujinya pada sang istri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seperti biasa teh buatan istriku memang yang paling enak", pujinya pada sang istri. Elisa yang mendengar pujian itu hanya menanggapi dengan senyuman.

"Terimakasih", ucapnya senang. Lalu mereka pun duduk berhadapan sambil menikmati teh.

"Nee Edward!", panggil Elisa pelan.

"Ya ratuku?".

"Menurutmu apa semua ini benar?", sejenak Elisa terdiam, dan menerawang jauh ke arah gelapnya langit malam. "Apa kau serius dengan mengizinkan Arla tetap di sana?", tanya Elisa. Senyuman tulus yang ia berikan tadi kini berganti dengan senyuman getir.
"Aku tidak mau...peri kecil itu terluka...lagi...", raut sedih terpampang jelas di wajahnya saat mengucapkan itu.

King Edward meletakkan cangkirnya yang sudah kosong itu di meja. "Elisa...aku tidak punya pilihan lain. Inilah jalan terbaiknya. Aku sudah memperintahkan Arthur untuk mengganti misi yang tadinya membawa Arla kesini, menjadi menepatkan Arla di dunia sana", jelas king Edward.

"Lagi pula...kupikir dengan memisahkan Arla dengan pria itu, maka kita akan lebih mudah mengendalikan segel queen Liza yang perlahan melemah. Inilah jalan terbaiknya istriku".

Elisa menunduk. "Aku mengerti. Maaf aku meragukan keputusanmu. Aku hanya khawatir. Bagaimanapun juga Arla adalah pihak yang paling menderita dan dirugikan. Kita merampas tempatnya, dunianya, dan bahkan cintanya. Karna itu, aku tak heran jika dia selalu memberontak", Elisa menatap wajah suaminya pilu. "Kalau bisa...kumohon jangan korbankan apapun dan siapapun lagi, atau takdir yang kejam ini akan terus berlajut", lanjutnya yang sudah tak dapat menahan tangisannya.

King Edward yang melihat istrinya menangis merasa hatinya sesak. Sesak sekali ketika melihat wanita yang ia kasihi menangisi kesalahan yang pernah ia buat dulu. Kesalahan fatal yang dibuat king Edward, atau lebih tepatnya pengorbanan demi mewujudkan perdamayan dengan mengorbankan satu nyawa dan satu cinta.

Dan yang dikorbankannya itu adalah...

🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃

Putra sulung king Edward, pangeran Ezra, yang saat itu bertarung di garis paling depan, ketika berperang dengan pasukan queen Liza.

Putra sulung king Edward, pangeran Ezra, yang saat itu bertarung di garis paling depan, ketika berperang dengan pasukan queen Liza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lost in Noblesse World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang