Hera menyusun buku di rak perpustakaan dengan santai. Ia memang biasa membantu mbak Hani merapihkan perpustakaan tiap istirahat kedua. Karena Hera memang tidak punya kegiatan untuk dilakukan di jam istirahat kedua.
Ah, kecuali kalau dia belum membuat tugas.
Mbak Hani membawa tumpukan buku dan meletakannya di samping Hera, "Hera nggak ada tugas ya? Makanya bantuin mbak lagi. Biasanya kan ngerjain tugas dulu, hahaha." ucap mbak Hani yang entah kenapa terdengar menyindir Hera.
Hera tertawa, sadar akan sindiran yang ia dapat dari mbak Hani. "Iya mbak, lagi gak ada tugas. Adanya ulangan! Huhu lelah aku ini mbak," curhat Hera.
"Eh. Mbak mau cerita nih dek." kata mbak Hani sambil membetulkan posisi duduknya.
Hera menjadi tertarik ke arah mbak Hani, ia melihat sebentar kearah perpustakaan yang sepi. Lalu kembali menatap mbak Hani, "Silahkan mbak-ku."
"Jadi gini dek. Kamu tau kan tunangan mbak? Kemarin dia ngelamar mbak!!!" seru mbak Hani.
"HAH YANG BENER MBAK??!!!" balas Hera tak kalah heboh. Kemudian keduanya langsung sadar dan saling menutup mulut.
"Sshh tuhkan jadi ada yang liat ah, mbak malu." ucap mbak Hani.
"Jadi gimana mbakk?? Kok nggak cerita sihh??" ujar Hera dengan nada merengek.
Mbak Hani memang masih muda dan sangat cantik menurut Hera. Tidak heran banyak siswa yang sering nyepik mbak Hani. Seperti contohnya anak kelasnya, Julio yang selalu merayu mbak Hani. Katanya, "Siapa tau mbak Hani kegaet kan mantaps."
Tapi tak banyak yang tau kalau mbak Hani ini tetangga Hera, oleh karena itu keduanya cukup dekat satu sama lain. "Ya gituu ternyata selama ini pas mbak kesel kenapa kita jarang pergi jalan gitu kan ternyata dia lagi nabung buat biaya nikah. Tau gitu mah mbak juga ikutan nabung!!"
"Tuhkan, mbak tuh gak boleh ber-buruk sangka dulu makanya. Mbak juga cerita sempet berantem kan? Tuh mbak tuh ada baiknya nanya dulu apa yang terjadi. Jangan asal ambil keputusan." oceh Hera.
Mbak Hani mengangguk sambil menyusun buku di raknya. "Iya iya dek. Kamu sendiri gimana? Eeee jangan bilang mbak gak tau ya, kamu deket kan sama si anak basket itu!! Siapa sih namanya??" tanya mbak Hani.
"Sarden sarden gituu namanya!" lanjut mbak Hani.
Hera tertawa, "Bukan sarden ih mbak!! Alden namanya!! Ada-ada aja si mbak ih! Hahahahaha!"
Mbak Hani menggaruk kepalanya lalu tertawa bersama Hera. "IH MBAK KOK LUCU YA NAMANYA SARDEN HAHAHAHAHA." ujar Hera sambil tertawa kencang.
"Namanya Alden bukan Sarden."
Keduanya sontak menoleh ke rak diseberang mereka dan kini nampak Alden yang berdiri sambil mengintip diantara rak buku. Mbak Hani dan Hera langsung saling nenatap satu sama lain dan menutup mulutnya.
Alden berjalan mendekati Hera yang posisinya tengah duduk di lantai. Mbak Hani yang menyadari posisinya sebagai nyamuk langsung berdiri. "Ah kayanya mbak mau ngitung denda anak-anak yang belum balikin buku deh. Hahaha mbak pergi dulu ya. Sana Hera urusin si sarden. Dah!" ujar mbak Hani sembari langsung berlari menuju meja depan.
Hera menggerutu kesal dalam hati, mbak Hani gak bisa banget diajak kompromi!!!
Hera menggaruk tengkuknya, "Ah, gue mau bantuin tante kantin dulu ah." ucapnya lalu berdiri namun langkahnya terhenti begitu Alden menarik tangannya.
"Ikut gue."
***
Hera merutuki keputusannya mengikuti Alden karena Alden membawanya ke atap sekolah. Hera benci ketinggian, oleh karena itu ia sangat ketakutan berada di atap sekolah. Kalau bagi remaja lainnya atap sekolah merupakan tempat idaman dimana mereka bisa bolos, maka bagi Hera atap sekolah sepertu mimpi buruk.
Menyadari Hera yang mengeluarkan keringat dingin, Alden mendekat ke Hera, membuat Hera mundur sedikit demi sedikit. Hera terus mundur sampai ia mencapai tepi atap sekolah.
"STOP ALDEN GUE GAK MAU MATI DISINI!!!"
Alden mengambil tangan Hera, memutar tubuh Hera hingga posisi gadis itu tidak lagi di tepi atap. "Hei?? Udah aman, buka mata lo."
Hera membuka matanya perlahan, "Alden gue gak mau disini…hiks…"
Alden membuka matanya lebar ketika ia melihat Hera terduduk sambil menangis dan meminta untuk turun. Alden duduk dan mengambil tangan Hera.
"Iya, ayo turun." kata Alden sambil menggenggam tangan Hera.
Alden tidak tau kalau Hera takut dengan ketinggian separah ini. Ia sadar kalau Hera takut dengan ketinggian ketika keduanya menaiki tangga mengarah ke atap sekolah. Hera sudah mulai ketakutan sambil terus bertanya mengapa Alden membawanya ke arah atap sekolahan.
Namun, Alden pikir semuanya akan baik-baik saja. Ia tidak tau Hera ternyata ketakutan sampai ia menangis. Ini salah Alden yang membawa Hera ke tempat tinggi seperti ini. Lain kali ia tidak akan membawa Hera ke tempat tinggi.
Keduanya kini sudah ada di koridor dan Hera mengelap sisa-sisa air mata di wajahnya. Ia menatap Alden dengan nyalang, "Ngapain bawa gue ke atap??!! Sengaja lo ya??!!!" tuding Hera begitu saja.
Alden mengernyit. Kemana Hera yang tadi merengek dan meminta turun dari atap? Kini ia bisa melihat Hera yang dengan ganas menatapnya.
"Gue gak tau lo ternyata takut ketinggian. Beneran deh." jawab Alden sambil membentuk angka dua dengan tangannya.
Hera mengalihkan tatapannya dari Alden. Ia baru saja menangis dihadapan Alden dan itu membuat harga dirinya seakan jatuh begitu saja.
"Ehm."
Alden menatap Hera, "Ngapain nyari gue lagi? Taruhan lo sampe mana? Sampe gue bisa lo pacarin, gitu? Kan udah ada Alice juga. Ngapain nyari gue?" kata gadis itu dengan nada sindiran.
"Alice bukan pacar gue."
"Oh, terus? Kalo Alice bukan pacar lo emang apa untungnya buat gue? Toh, gue tetep gak mau jadi pacar lo."
Alden mengambil kedua bahu Hera, membuat gadis itu mau tak mau menatap mata Alden. "Gue gak mau lo salah sangka. Gue gak mau kita jauh."
"Oh, bukannya lo yang ngejauh?" sahut gadis itu lagi, ia tak mau kalah dengan Alden.
"Maaf."
"Buat apa?" tanya Hera.
Alden melepaskan cengkramannya pada bahu Hera, "Maaf karena ngejauh duluan dari lo."
"Terus?"
"Gue bukan ngedeketin lo karena lo taruhan gue." jelas Alden.
Hera menaikkan alisnya, menunggu lanjutan kalimat dari Alden.
"Gue beneran suka sama lo."
Alden menghela nafas, "Gue emang baru suka, mungkin selanjutnya gue bisa beneran cinta sama lo??" ucapnya tak yakin.
"Intinya, gue gak mau lo ngejauh dari gue karena rasanya gak enak, Ra."
"Gue gak nembak lo. Gue cuma nyatain, jadi gue gak mau denger penolakan." akhir Alden.
***
WOI NSFJ
NOT SAFE FOR JOMBLO
KAMU SEDANG MEMBACA
Fangirl Story
Teen Fiction"Jadi fangirl adalah cara tercepat untuk move on!" Itu tanggapan Hera ketika teman sekelasnya curhat kepadanya karena patah hati. Gadis dengan kepribadian 4D yang aneh itu berhasil menarik perhatian Alden, salah seorang anggota klub basket. Namun He...