Serendipity (3 -END)

69 13 0
                                    


#KNJ

***

Sinyal dari otakku memaksaku membuka mata. Tidak ada sinar matahari masuk melalui celah tiraiku, berarti hari hampir sore. Beberapa kali aku mengerjapkan mata, aku merasa mataku basah.

Ah, aku menangis lagi? Pasti mataku akan bengkak.

Pandangan mataku terarah ke langit-langit kamar apartemenku yang sudah jauh lebih besar ketimbang beberapa bulan lalu saat masih kuliah.

Tanganku meraba selimut, dinginnya membuatku ingin tidur lagi. Mimpiku barusan terasa nyata. Sangat indah. Ini bukan mimpi pertamaku. Beberapa bulan terakhir ini, mimpiku selalu sama, bahkan kalau aku tidak memimpikan lelaki itu, aku tidak mimpi sama sekali. Aku bermimpi sudah menikahi seorang lelaki tampan dan hidup bahagia dengannya. Aku tidak mengingat bagaimana wajahnya, hanya saja namanya selalu ada di kepalaku.

Aku harus bangun, bukan hanya bangun dari kasur ini, tapi juga bangun dari angan-angan cetekku.

"Kau harus segera sadar, Seonha! Lelaki mana yang mau menikahi gadis kumal sepertimu!" kataku pada cermin yang aku lewati ketika aku ke kamar mandi.

Hari ini adalah acara pertunangan kakak laki-lakiku, Kim Seokjin. Dia memintaku untuk datang lebih cepat. Seperti biasa, dia tidak pernah bisa membiarkanku tenang dengan diriku sendiri. Memakai gaun berwarna pastel dan make up se-tipis mungkin, sangat bertentangan dengan keseharianku yang lebih berani dalam mengaplikasikan make up saat bekerja.

Jika biasanya aku bekerja mengendarai mobil pribadi, kali ini aku memilih naik taksi. Hari Sabtu malam di Seoul terlalu padat untuk mengemudi sendiri.

Ponselku di dalam tas bergetar.

Seokjin. Nama itu muncul di layar ponselku.

"Hmm?" jawabku.

"Yah, lama sekali belum datang? Kau tahu dua jam lagi acaranya mulai. Kau di mana?" begitulah kakak laki-lakiku yang minat bicaranya lebih banyak dariku.

"Aku di jalan."

"Di jalan mau ke kamar mandi?"

"Tidak, aku benar-benar di jalan, bahkan aku sudah ada di Gedung XXX ini." Aku tidak bohong, aku baru saja turun dari taksi dan memasuki gedung tempat acara Seokjin. Kelihatannya gedung ini sedang banyak di sewa karena banyak orang mengenakan pakaian formal. Kepalaku berputar mencari papan nama Seokjin, aku lupa hall mana yang dia sewa.

"Benarkah?" tanyanya lagi, kali ini suaranya terdengar konyol.

"Kau di ruang mana? Aku lupa... Aarggh!"

Seseorang menabrakku dari belakang. Ponsel yang aku pegang terlempar begitu saja entah kemana, sedangkan aku jatuh tersungkur dengan dahi yang pertama menempel di lantai.

Ahh, memalukan. Benar, dari pada merasakan sakit di dahiku, rasa maluku lebih besar karena pasti orang-orang melihatku.

"Nona, kau tidak apa-apa? Ahh, bagaimana ini, maafkan aku!" Suara seorang laki-laki terdengar khawatir.

Aku tetap pada posisiku menghadap lantai, aku tidak berani berdiri. Apa aku pura-pura pingsan saja, ya?

"Nona?" aku merasakan lenganku disentuh seseorang, mungkin lelaki yang menabrakku yang melakukannya. Aku mendengus pelan, menahan kesal. Aku tidak mau bergerak.

"Apakah Nona ini baik-baik saja? Sepertinya dia pingsan." Suara lain mulai terdengar. Sepertinya beberapa orang sudah ada di sekelilingku.

"Sebaiknya bawa dia ke tepi!" suara lain. Aku mengangguk kecil. Benar, tolong bawa aku minggir dari sini.

Siapapun, tolong!

Tiba-tiba aku merasakan tangan besar berusaha membuatku berbalik dan langsung menggendongku. Mataku yang dari tadi terpejam tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang menggendongku. Suara bising yang tadi sempat mengerubungiku kini mulai menjauh.

Aku mendarat di sebuah permukaan lembut yang empuk, seperti sofa. Aku memicingkan sebelah mataku, mengintip siapa yang menggendongku. Lelaki itu melepaskan jas abu-abunya dan meletakkan di ujung gaunku yang pendek untuk menutupi kakiku. Aku masih belum bisa melihat wajahnya dengan jelas karena dia terus memunggungiku.

"Nona, kau bisa bangun sekarang!" Katanya pelan.

Perlahan aku membuka mataku. Rupanya dia tahu aku sedang berusaha terlihat pingsan? Aku mencibirkan bibirku melihat lelaki itu berdiri salah tingkah di depanku. Harusnya hari ini aku tetap di rumah saja dan memiliki hari yang tenang.

"Maafkan aku sudah menabrakmu tadi. Aku sedang buru-buru. Maaf sekali lagi!" Katanya setelah duduk agak jauh di sampingku. Aku mengangguk pelan sambil meraba dahiku. Benjol sedikit. Pasti memerah. Aku mengusap-usapnya pelan dengan rambutku sendiri.

"Seonha!" sebuah suara lantang memanggilku, tiba-tiba Seokjin muncul dari pintu.

"Astaga, jangan berteriak!" jawabanku tak kalah lantang dari suara kakakku.

"Lho, Namjoon, kenapa kau di sini?" tiba-tiba Seokjin beralih ke lelaki yang menabrakku.

Baguslah, kalau mereka saling kenal, aku bisa mengadukan lelaki bernama Namjoon ini pada kakakku.

Tunggu, siapa namanya tadi?

"Namjoon?" tanyaku bodoh. Mataku bergantian melihat Seokjin dan lelaki itu.

"Dia temanku, dia yang akan menjadi best man di pernikahanku nanti. Namanya Kim Namjoon." Jelas Seokjin.

Deg!

Aku tidak asing dengan nama itu, sungguh. Aku memang tidak mengingat wajah suamiku dari mimpi itu, tapi aku ingat benar namanya.

"Aku sangat khawatir tadi tiba-tiba kau tidak menjawab saat di telepon. Aku mencari keluar dan melihatmu digendong seseorang, ternyata itu Namjoon. Aku lega." Seokjin dengan jelas menunjukkan wajah leganya.

"Hei, Seonha..." teriakan Seokjin memecahkan pikiranku, tanpa sadar aku masih memandangi Namjoon.

Merasa diperhatikan, Namjoon tersenyum kecil hingga kedua lesung pipinya tercetak jelas. Aku masih terdiam mencoba membawa sebanyak-banyaknya apa yang bisa aku ingat dari mimpiku.

"Hai, aku Kim Namjoon!" tangannya yang besar terulur padaku, masih dengan senyuman itu.

Tahukah? Rasanya aku seperti sedang bermimpi di dalam mimpi. Pertanyaan seperti 'apakah dia nyata?' atau 'apakah dia Namjoon yang ada di mimpiku?' mulai bermunculan.

Seokjin berdehem pelan membuatku sadar kalau tangan Namjoon masih setia menggantung menunggu balasanku. Perlahan aku mengangkat tanganku, menerima tangan besar milik Namjoon.

Entah ada berapa nama Kim Namjoon dari jutaan populasi pria di Korea Selatan, dan Kim Namjoon siapa yang selama ini ada di dalam mimpiku. Hal terpenting adalah saat ini di hadapanku benar-benar ada Kim Namjoon.

"Kim Seonha...". Jawabku sambil membalas senyumannya.

~ END ~



Malang, September 9, 2018  

Sweeter Than Sweet (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang