14. Cekcok

1.5K 130 13
                                    

Siang di hari Senin, ketika June tengah membuka bekal yang Anne masakkan untuknya saat jam istirahat, Kadisha tiba-tiba masuk ke ruangannya. Lelaki itu mengangkat wajah sejenak dari kotak bekal itu untuk menatap Kadisha, sejurus kemudian tatapannya ia fokuskan kembali pada kotak bekal yang rasanya jauh lebih berharga dibandingkan Kadisha.

Sepucuk amplop Kadisha letakkan tepat di depannya, membuat June menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia lagi-lagi mengangkat wajah dan menatap Kadisha, kemudian bertanya, "Surat apaan?"

Usai menarik kursi di depan June, Kadisha duduk di sana, melipat kaki kanannya di atas kaki kiri, sementara kedua tangannya ia silangkan di depan dada. "Viona ngundurin diri."

June diam sejenak. Barangkali ia tak tahu respon seperti apa yang harus diberikannya pada pernyataan Kadisha. "Terus?" Akhirnya hanya kata itu yang berhasil lolos dari mulut June, sebelum akhirnya ia menggenggam sendok di tangan kanan.

"Gue udah tahu kabar Anne ngelabrak Viona tempo hari."

Untuk kesekian kali, June mengangkat wajah dan menatap Kadisha. Ah... Kadisha pasti menemuinya untuk menyalahkan Anne yang sudah membuat asistennya mengundurkan diri. Gawat. Bisa-bisa Kadisha memusuhinya sampai waktu yang tak bisa ditentukan. Dengan ragu dan tanpa ingin membuat Kadisha benar-benar memusuhinya, June menarik napas, meletakkan sendok tadi di meja, kemudian berkata, "Dis, gue bisa jelasin kenapa Anne kayak gitu. Tolong jangan musuhin gue, apalagi Anne."

Mendengar penuturan June, alis Kadisha menukik. Perempuan itu diam sejenak, lantas terkekeh kecil. "Siapa juga yang mau musuhin lo, Kutil?" Selanjutnya adalah June yang menukikkan alis. "Gue ke sini cuma mau bilang ke elo, bilangin ke Anne, someone who she wish her death for has already resign from her job and I want to say thank you to your Anne."

Dengan alis yang masih menukik, June bergumam, "Excuse me?"

"Ya... gue juga agak sebel sih sama tuh orang. Kecentilan banget, heran gue. Tapi ya, karena gue ngga mau mencampur adukkan penilaian pribadi sama pekerjaan, gue diam aja," papar Kadisha. "Terus, Anne datang dengan segala kearoganannya yang selalu gue suka." Kadisha memberi jeda dalam kalimatnya. Kepalanya menggeleng pelan, kaki kanannya ia turunkan dari kaki kiri, sementara kedua tangannya menaut di atas meja. "I would like to chase her if I were a man. Gila sih, ga bisa gue nolak pesonanya Anne."

Alis June menaut sementara matanya membulat. "Woy! Gila lo, yak?! Elo sama bini gue tuh sejenis! Sadar! Sadar!" serunya, membuat Kadisha tergelak sesaat.

"Ya kan tadi gue bilang 'if I were a man'. Ah, lo mah ga nyimak."

Jawaban Kadisha barusan tak serta-merta membuat June melunakkan tatapannya. Matanya menyipit, seolah tengah menyelidik. "Awas aja lo sampai demen beneran sama Anne. Udah gila kali dunia ini."

Kadisha mendecih. Diambilnya sendok yang ada di meja, melemparkannya pada June, kemudian berkata, "Elo yang gila!"

***

Jarum pendek menunjuk ke angka setengah tujuh malam ketika Anne keluar dari kamar mandi-dengan June membuntuti. Perempuan itu berjalan menuju lemari, mengambil pakaian untuknya, kemudian mengambilkan pakaian untuk June sebelum akhirnya ia letakkan di atas kasur.

"Sayang." June memanggil Anne, sementara yang dipanggil hanya mendehem sebagai jawaban. June berjalan mendekat pada Anne, memeluk tubuh perempuan itu dari belakang dan mencium puncak kepalanya. "Tadi Kadisha cerita ke aku."

"Cerita apa?"

June mengeratkan dekapannya pada Anne, kepalanya ia sandarkan di bahu perempuan itu sementara bibirnya sesekali mengecupi leher Anne. "Viona tadi pagi baru aja ngundurin diri."

LionneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang