25. Kembali

1.5K 132 23
                                    


Sambil menunggu June datang menjemput, Anne membuka aplikasi kalender di ponsel. Jemari dan bibirnya bergerak-gerak, menghitung tanggal yang tertera di sana. Usai memastikan jumlah hari yang ia hitung benar, Anne segera menutup aplikasi itu lantas melongokkan kepala ke pintu masuk namun June masih belum tiba.

Terakhir kali mengabari, lelaki itu berkata padanya bahwa ia terjebak macet sebab ada perbaikan jalan. Ada lubang cukup besar di jalanan yang menyebabkan banyak kecelakaan sehingga tengah dilakukan perbaikan besar-besaran.

Ini sih, udah hampir dua bulan. Gue baik-baik aja, kan, ya?

Ponsel yang semula ada di pangkuan ia raih kembali. Dinyalakannya benda tersebut, membuka browser, lantas mengetikkan beberapa kata kunci untuk mendapat jawaban dari keresahannya. Ibu jarinya mengusap layar benda tersebut sementara matanya sibuk membaca tulisan di sana.

Ringisan pelan keluar dari mulut Anne.

"Menopause... masa iya, gue menopause dini?" ujarnya, lantas kembali membaca tulisan di sana. "Sindrom ovarium polikistik, gangguan hormonal yang menyebabkan pembesaran ovarium dengan pembesaran kista kecil di tepi luar." Anne meringis lagi. "Naudzubillah, jangan sampe."

Meski rasa ngeri mulai menjalar dari ujung kaki sampai ujung kepala, Anne tetap memutuskan untuk membaca beberapa hal yang menjadi penyebab telat haid. Ringisannya terdengar makin pilu mendapati salah satu penyebab yang berbunyi: Kegagalan ovarium prematur, hilangnya fungsi normal indung telur sebelum usia 40 tahun. Gejala dapat meliputi; mandul, tidak ada menstruasi, dan sensasi panas.

Meski di sana tertulis bahwa penyakit itu sangat langka dan hanya terdapat 150 ribu kasus per tahunnya, Anne tetap saja takut. Segala pengandaian muncul di otaknya yang menyebabkan ia khawatir setengah mati.

"Sayang? Hei, kok bengong?"

Tubuhnya tersentak. Ia mendongak, mendapati June berdiri di depannya sambil mengusap pucuk kepalanya. Lengan kemeja berwarna biru tua yang dikenakannya digulung hingga sikut, dua kancing teratasnya sudah terbuka namun sehelai dasi masih bertengger di lehernya.

Pelan, Anne menggeleng. Perempuan itu meraih tangan kanan June lantas menciumnya.

"Dari tadi aku manggil, tapi kamu ngga nyaut." June mengecup dahi Anne. "Pulang sekarang, yuk?"

"Iya."

Begitu masuk ke mobil dan keduanya sudah berada dalam posisi siap melanjutkan perjalanan—memasang sabuk pengaman dan duduk dengan nyaman—June segera melajukan mobil. Perjalanan terasa sedikit lebih panjang dari biasanya sebab tak ada obrolan yang terjadi di sana.

Ketika June mulai berceloteh untuk memulai obrolan ringan, Anne menjawab seadanya. Pikiran perempuan itu seperti dipenuhi oleh sesuatu. Hal-hal mengenai menopause, miom, kista, dan lain sebagainya yang membuat bulu kuduk berdiri.

Sejujurnya, June sedikit heran sebab tak biasanya Anne bersikap begitu. Perempuan itu akan berkata dengan jujur jika memang ia lelah supaya June tak mengajaknya mengobrol banyak—ia pun begitu. Namun kali ini berbeda.

Sempat June bertanya begini, "Kamu kenapa, Sayang? Capek, ya?"

Anne menjawab, "Engga sih, Mas. Hari ini kerjaan ngga terlalu bikin capek, kok."

"Terus, kenapa? Kok banyak diamnya?"

"Uhm...." Saat itu Anne mengambil jeda. "Gitu, ya?"

Gumaman terlontar dari mulut June sebagai jawaban. Tepat setelah itu, ia memilih untuk berhenti mencerocos dan membiarkan Anne untuk diam. June paham bahwa setiap orang butuh waktu untuk diam. Hanya diam, tidak memikirkan apapun.

LionneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang