Sejak siang tadi tak banyak hal yang ku kerjakan. Aku bosan. Harry sedang sibuk latihan dan mengejar beberapa materi pelajaran yang tertinggal karena seminggu yang lalu ia tak masuk sekolah. Aku tak ingin mengganggunya. Kasihan dia, sebentar lagi akan mengikuti ujian akhir.
Aku menatap langit kamarku yang berwarna putih bersih. Ya beginilah yang kulakukan sejak tadi. Laying in my bed and thinking about a random things. Kalau saja seluruh keluargaku ada di rumah, mungkin aku bisa melakukan sesuatu dengan mereka. Tapi sayangnya semua sibuk. Niall ada jadwal mengajar les gitar di tempat Uncle, Mum pergi arisan, sedangkan Dad sejak pagi tadi pergi bermain golf. Kalian bisa bayangkan betapa bosannya menjadi aku bukan?
Tiba-tiba saja wajah seseorang yang entah sejak kapan selalu mengusik tidur malamku, memasuki pikiranku yang terkadang kosong, dan suka membuat jantungku bekerja lebih cepat dari biasanya ini terpampang dengan sangat jelas pada langit-langit kamarku. Aku merindukannya. Ralat, tapi amat sangat merindukannya.
Seminggu ini, semenjak kejadian kaburnya dia setelah mendengar curhatan ku tentang Harry, aku tak pernah datang lagi ke Taman. Keesokan paginya, Harry sudah kembali sekolah seperti biasa, otomatis aku selalu menghabiskan waktu dengannya setelah pulang sekolah.
Ohya, masalah komunikasi ku yang buruk kemarin, itu sudah teratasi. Harry benar-benar menyesal akan hal itu. Ia selalu ingin membalas pesanku atau menghubungiku via telepon, tapi ternyata sinyalnya selalu tak mendukung. Penginapan yang di tempatinya kemarin cukup pelosok, jadi ya gitulah. Susah sinyal. Jadi pesan-pesan yang ku kirim selalu telat sampai ke ponselnya. Aku memaklumi hal itu.
Selain karena aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan Harry, aku masih tak berani untuk bertemu dengan dia. Padahal ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ku tanya padanya. Eh, tapi kayanya percuma juga sih. Mana mungkin ia akan menjawab pertanyaanku. Menjawab sapaan ku saja tidak pernah. Kau hanya terlalu berharap lebih padanya, Rose.
Tok Tok Tok
"Rose, Kau di dalam?"
Aku mengalihkan pandanganku dari langit-langit kamarku ke arah pintu. Itu suara Niall. Sudah pulang ia ternyata. Ku kira ia akan lama.
"Cecillia Roselline Horan?"
"Masuk Ni, pintunya tidak di kunci kok."
Setelah mendengar jawabanku, pintu kamarku terbuka dengan cepat. Niall kadang suka terlalu brutal kalau membuka pintu kamarku.
"Woah, kamarmu berantakan sekali!"
Aku hanya meliriknya sekilas yang baru saja menginjak kertas-kertas yang berserakan di atas karpet bulu bergambar stitch milikku. Kalian ingat sketchbook milik dia? Aku membawanya pulang waktu itu dan merobeknya (re: melepas paksa kertas yang terdapat gambarku) beberapa lembar dan menempelkan beberapa gambar yang menurutku sangat bagus di mading kecil pada kamarku. Karena hampir semuanya bagus, aku jadi bingung memilihnya dan hasilnya semua gambar yang belum ku pilih bertebaran diatas lantai.
"Kau kenapa?" tanya Niall tiba-tiba. Mungkin ia bingung karena melihatku yang tampak kacau saat ini.
"Aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?"
"Kau terlihat seperti nenek jompo yang kehilangan gigi palsu nya tau."
Mendengar jawaban Niall, aku langsung bangun dari posisi tidurku dan kemudian menatapnya tajam. Enak sekali si pirang tukang makan ini mengejekku.
"Fuck you Horan." Niall tertawa keras mendengar jawabanku.
"Hahahaha, kau juga Horan, bodoh!" katanya sambil menoyor pelan kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent's Hood // c.h [AU]
FanfictionAku memang baru mengenalmu, tapi aku merasa berbeda kalau berada di sisimu. Padahal kau tak pernah merespon perkataanku. Bahkan aku tak pernah mengenal namamu. Aku hanya tau, kau selalu menuliskan sebuah kata berukuran kecil di pojok bawah sebelah k...