Day 15

5.8K 657 48
                                    

Pagi ini aku bangun dengan kantung mata dan lingkaran hitam yang mengelilingi mataku. Yaaa sepulangnya dari Taman kemarin, aku langsung mengurung diri di kamar dan menangis semalaman. Aku merasa bersalah dan sakit. Rasanya lebih sakit daripada tak mendapatkan kabar dari Harry selama seminggu kemarin. Bahkan aku sempat lupa waktu itu kalau aku memiliki Harry. Ok, ini kedengarannya jahat tapi memang begitu kenyataannya.

Semua message yang di kirim oleh Hood masih menjadi tanda tanya untukku. Aku sama sekali tak mengerti. Yaiyalah, coba aja kalau kalian menjadi aku, apa kalian akan tau arti dari who, how, why, dan when kemarin? I mean bukan arti dari kata-kata itu, tapi apa maksud dibalik semua kata-kata itu. Kecuali arti dari kertas message yang terakhir. Itulah yang menjadi alasan mengapa aku menangis semalaman. Ah sudahlah aku tak ingin mengingatnya. Itu hanya akan membuatku kembali menangis.

Aku melirik jam dinding kamarku. Ternyata masih jam 5 pagi. Aku memutuskan untuk ke dapur dan mencari sesuatu yang bisa mengatasi kantung mataku. Mungkin potongan mentimun atau tomat bisa mengatasinya.

***

TING TONG

"NI TOLONG BUKAKAN PINTU NYA!"

Hening. Tumben sekali Niall tak membalas teriakanku. Kemana dia? Padahal baru 5 menit yang lalu ia meninggalkan ruang makan. Ku pikir ia ke ruang tengah untuk mengambil kunci mobil tapi sepertinya ia tak kesana.

TING TONG

Aku mendecak kesal karena Niall tak mendengarkan teriakanku. Ku tenggak habis susu putih yang tinggal setengah dalam gelasku dan kemudian bergegas menuju pintu. Siapa juga yang datang jam setengah 7 pagi begini?

Apa itu Mum dan Dad? Mungkin saja ada hal penting yang tertinggal saat berangkat ke kantor tadi. Tapi mereka sudah berangkat 30 menit yang lalu, mana mungkin mereka baru sadar kalau ada yang tertinggal. Atau Harry? itu juga tak mungkin. Ia selalu menjemputku setiap jam 7 kurang 15 menit.

TING TONG

"Iya tunggu sebentar," ucapku kesal. Orang ini tak sabaran sekali sih.

DEG

Sebuah dentuman keras dari dalam dadaku terasa sangat jelas. Aku bahkan hampir lemas begitu membuka pintu. Padahal di hadapanku hanya ada seseorang yang wajahnya bersembunti di balik sebuket mawar merah. Kenapa mawar merah lagi?!

"Hood," lirihku tertahan. Bayangan-bayangan kejadian selama 2 minggu lalu dan semua pesannya kemarin langsung terputar begitu saja di dalam otakku. Sial, kenapa disaat seperti ini aku malah memikirkannya?!

"Apa? Kok kamu tak menyadari kalau ini aku sih, Rose?"

Aku sedikit tersentak dan tersadar dari lamunanku. Itu suara Harry. Ia menurunkan buket bunga yang tadi menutupi wajahnya dan menunjukan wajah kesal. Mati aku.

"Hi," sapaku kikuk. Harry masih menunjukkan wajah menyebalkan itu. Ugh, bodoh sekali aku tak menyadari orang ini adalah Harry.

"Jelaskan padaku apa maksudmu menyebut nama lelaki itu hah?!"

Aku meneguk paksa salivaku. Harry kalau sudah marah itu serem. Ia pasti akan berbicara dengan nada tinggi dan mata yang memerah. Sepertinya sebentar lagi akan terjadi perang dunia.

"Ehmm... itu...aku-"

"Oh aku tau, jadi kamu ketemu sama dia kemarin, terus dia ngasih mawar kaya gini ke kamu? iya kan?!"

Aku diam. Aku hanya berani menjawab iya di dalam hati. Walaupun kalau boleh jujur mawar yang di beri Hood jauh lebih bagus dari punya Harry. Tapi yang Harry bilang memang ada benarnya kan?

Silent's Hood // c.h [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang