Pengantin Pengganti #3

9.9K 441 13
                                    


Bab 3

Setelah berbicara pada Papa dan Mamanya tadi, Fani segera menghubungi keluarganya di kampung. Dan syukur kedua orangtuanya setuju jika Fani akan segera menikah.

Makan malam hari ini sedikit berbeda dari biasanya, sang Mama sudah bisa tersenyum kembali. Hampir satu bulan Mamanya murung dan banyak aktifitas di kamar. Selesai makan malam Papa dan Mamanya pergi ke suatu tempat, Ardi serta Miko harus menghadiri undangan ulangtahun salah satu patner bisnis mereka.

***

Aku sedang duduk didekat kolam ikan sambil memberi makan. Sesekali memainkan air kolam itu dengan menjentikkan jari-jariku. Tak terdengar langkah kaki mendekat tapi tiba-tiba

"Dek." Panggil seseorang di belakangnya.

"Eh, iya Kak. Ada apa?" Jawabku sedikit tersentak, setelah mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Ngapain?" Tanyanya.

"Kasih makan ikan Kak." Jawabku tak sepenuhnya berbohong. Memang aku sedang memberikan ikan-ikan ini makanan dan setiap aku melempar makanannya, mereka akan bergerombol untuk memperebutkannya.

Hening sejenak. Aku sibuk dengan pikiranku dan kak Andi juga tak mengeluarkan suaranya. Ya, yang barusan memanggilku adalah kak Andi. Setelah pembicaraan malam kemaren ada sedikit rasa canggung pada sikap kami. Apakah kak Andi keberatan dengan usulanku kemaren atau, ah sudahlah.

"Apa dek Fani bener-bener sudah memikirkan keputusan yang kemaren? Eh, maksud aku, apa nggak dalam keadaan terpaksa begitu?" Tanya kak Andi memecah keheningan ini. Spontan aku menoleh kearahnya untuk melihat sebentar. Aku takut jika terlalu lama melihat kakak keduaku ini. Bukan takut dalam artian sebenarnya, tapi takut jika tidak bisa mengendalikan diriku. Nggak lucukan kalau tiba-tiba aku khilaf memeluknya.

"Oh, itu kak. InsyaAllah tidak kak. Aku sudah sholat istiqaroh juga. Bismillah, semoga ini keputusan yang tepat. Jikapun kita saat ini belum saling ada rasa, insyaAllah seiring berjalannya waktu akan ada rasa itu. Tinggal kita mau memupuknya agar subur atau membiarkannya terbengkalai." Jawabku lalu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannku.

"Apa kak Andi keberatan dengan keputusan kemaren? jika keberatan bisa bilang sama Mama dan Papa. Belum terlambatkan." Lanjutku.

"Oh, eng-enggak kok dek. Alhamdulillah, akhirnya ada jalan keluar dan bisa melihat Mama tersenyum kembali. Makasih ya dek." Jawab kak Andi. Dan kami berdua terdiam lagi sambil melihat ikan yang berenang di dalam kolam.

"Udah malam dek, istirahat sana." Perintah kak Andi padaku.

"Oh, iya kak. Fani keatas dulu ya." Pamitku pada kak Andi. Jika terlalu lama berada di dekatnya, takut jika jantungku lama-lama copot dari tempatnya. Jika gemericik air mancur buatan itu tidak ada, mungkin detak jantungku ini akan terdengar oleh kak Andi.

***
Setelah makan malam tadi Mama dan Papa pergi. Sedangkan Bang Ardi dan Miko sibuk dengan urusannya bersangkutan dengan bisnis. Rumah sepi dan akhirnya aku putuskan untuk ke gasebo yang memisahkan kolam renang dan kolam ikan. Tak kuduga kalau ternyata disana ada dek Fani yang sedang memberi makan ikan. Kulangkahkan kakiku menuju kesana.

"Dek." Panggilku padanya.

"Eh, iya kak. Ada apa?" Jawabnya mungkin kaget dengan kehadiranku. Lalu dia melihat kearahku.

"Ngapain?" Tanyaku padanya. Ah, sebenarnya aku tahu apa yang dilakukannya, tapi masih saja mananyakan itu.

"Kasih makan ikan kak." Jawabnya. Yah tanpa bertanyapun sebenarnya aku sudah tahu yang dilakukan dek Fani. Rasanya detak jantung ini semakin tak terkendali setiap berdekatan dengannya. Sambil melihat kearah ikan-ikan yang memperebutkan makanannya, aku memcoba mengontrol detakan jantungku ini.

"Apa dek Fani sudah benar-benar memikirkan keputusan kemaren?" Akhirnya sebuah pertanyaan itu kukeluarkan. Aku pengen mengetahui alasan yang sebenarnya. Takut kalau dek Fani terpaksa karena kondisi Mama saat ini. Dia melihat kearahku sebentar lalu kembali ke arah kolam ikan.

"Oh, itu kak. InsyaAllah tidak kak. Aku sudah sholat istiqaroh juga. Bismillah, semoga ini keputusan yang tepat. Jikapun kita saat ini belum saling ada rasa, insyaAllah seiring berjalannya waktu akan ada rasa itu. Tinggal kita mau memupuknya agar subur atau membiarkannya terbengkalai." Jawabnya sambil kuperhatikan gerak geriknya. Dia mengambil nafas sejenak, sepertinya masih ada sambungan kalimat darinya.

"Apa kak Andi keberatan dengan keputusan kemaren? jika keberatan bisa bilang sama Mama dan Papa. Belum terlambatkan." Sebuah pertanyaan yang dikeluarkan dari dek Fani padaku.

"Oh, eng-enggak kok dek. Alhamdulillah, akhirnya ada jalan keluar dan bisa melihat Mama tersenyum kembali. Makasih ya dek." Jawabku sedikit tergagap. Sebenarnya mau kujawab, terimakasih sambil memeluknya tapi tak mungkin kulakukan. Tahan, sebentar lagi Andi, masa itu akan datang. Ah, jadi ingat pelukannya pada waktu mengantarnya sidang skripsi dulu. Pandanganku ke dalam kolam ikan tapi pikiranku melayang kemana-mana.

"Sudah malam dek, istirahat sana." Perintahku padanya. Sebenarnya aku pengen berlama-lama berduaan, tapi takut jika godaan syetan akan membuatku terlena.

"Oh iya kak. Fani keatas dulu ya." Akhirnya dek Fani menuruti perintahku untuk segera istirahat. Sebelum meninggalkan kolam ikan, dek Fani masih sempat melihat kearahku dan pandangan kami saling bersirobok walaupun hanya sebentar sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah. Hatiku berdebar lagi, setiap melihat tingkahnya dan apalagi senyumannya membuat hatiku menghangat. Tuhan, terimakasih atas masalah yang engkau berikan, terimakasih pula atas solusi dari masalah yang ada ini. Tuhan pasti akan memberikan masalah sekaligus solusinya. Skekenario Tuhan itu memang tiada duanya. Perfect.

***

Keesokan harinya Fani dan Andi mempersiapkan untuk perjalanan ke kampung Fani berada. Mereka akan mengurus surat-surat untuk pengajuan nikah kantor. Andi hanya punya waktu beberapa hari sebelum kembali ke kesatuaannya.

Setelah surat-surat sudah ditangan kami segera kembali ke Jakarta. Bapak dan ibu menginkan acara ijab qobulnya diadakan di kampung, mengundang saudara dan tetangga sekitar. Acara sederhana saja sebagai rasa sukur kami.

Bersyukur karena pengajuan mereka lancar tanpa hambatan. Sesuai dengan permintaan kedua orangtua Fani, akhirnya semua terbang ke kampung halaman Fani untuk mengadakan ijab qobul sebelum acara resepsi yang diadakan di rumah kediaman orangtua Andi. Setelah acara ijab qobul yang mengsahkan Fani dan Andi menjadi sepasang suami istri dan itu belum merasa lega karena harus segera lembali ke Jakarta untuk melaksanakan resepsinya.

🌹🌹🌹🌹🌹

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang