Bestfriend?

28 8 0
                                    

Nama: Ichsan - Uci
Judul: Bestfriend?
Genre: Thriller
Jumlah Words: 1180 kata

• happy reading •

Arya dan Steven bersahabat. Akan tetapi, ini minggu ketiga keduanya tidak bercakap. Entah apa yang terjadi, yang jelas Steven mulai mencipta jarak di antara mereka. Hal ini membuat Arya kebingungan dan berupaya mencari titik permasalahan keduanya.

Arya menghisap rokoknya kuat-kuat. Pemuda berumur dua puluh lima tahun itu duduk di atas motornya yang terparkir di tepi jalan. Netranya menatap padi yang tengah menguning jauh di depan sana. Meski wajahnya terlihat tenang, tetapi, benaknya sedang dilanda huru-hara. Atmosfir di sore hari yang sejuk pun tidak mampu membuat pikirannya kondusif.

Keributan yang mengisi pikirannya mulai muncul ketika akhirnya Arya mengetahui alasan Steven, untuk menjauh darinya. Pemuda itu tak menyangka sahabatnya bisa menyembunyikan sesuatu terkutuk itu darinya. Rahasia yang membuat kepercayaannya patah sampai rasanya ingin mati.

Arya tidak mau terima. Steven telah menodai persahabatan mereka yang sudah terjalin berbelas tahun lamanya. Ia telah merobek kepercayaannya sampai menjadi serpihan yang tak utuh lagi. Arya merasa tidak akan bisa melihat Steven lagi, tanpa membayangkan apa yang telah sahabatnya itu perbuat.

"Sial!" umpat Arya, kesal. Ia lantas melempar batangan rokoknya ke area persawahan.
Arya turun dari motor. Pemuda itu mengacak-acak rambutnya, frustrasi. Lalu berteriak sekeras mungkin —yang sampai ia tak merasa kalau—air matanya meleleh, membasahi pipi. Ia memukul dadanya yang dipenuhi nyeri dan sesak dalam satu waktu.

Embusan napas berat keluar dari mulut Arya. Pemuda itu menghapus air matanya dengan punggung tangan secara kasar, lalu memejamkan mata. Berharap rasa patah hatinya menghilang detik ini juga. Berharap apa yang dia dengar beberapa hari yang lalu itu hanya kebohongan belaka, sehingga bayangan yang tanpa diminta dan sangat menganggu itu segera enyah dari benaknya, yang terus memutar seperti adegan demi adegan layaknya sebuah video. Sayangnya, semua itu hal yang mustahil. Semakin keras Arya mencoba mengusir bayangan itu, justru semakin membuat dirinya kelelahan.

Arya membuka mata, lalu mengambil ponselnya di saku celana. Ia menempelkan kotak pintar itu ke telinga setelah memencet nomor sahabatnya. Lama Steven tidak mengangkatnya, sampai Arya harus mengulanginya berkali-kali.

"Posisi lu di mana?" tanya Arya langsung begitu sambungan telepon terhubung.

"Masih di bengkel. Masih sibuk." Steven menjawab, terdengar buru-buru.

"Malam ini lu bisa dateng ke rumah?" tanya Arya lagi.

"Malem ini? Sorry, gue enggak bisa," tolak Steven nyaris tanpa berpikir.

"Ayolah ... sudah sebulan ini lu sulit banget diajak nongkrong." Arya berucap sesantai mungkin, meski hatinya seperti tersambar api. Panas.

Terdengar helaan napas panjang Steven di seberang sana sebelum pemuda itu berkata, "Malam ini gue mau tidur cepet. Capek."

Arya tertawa mencemooh. "Jangan bikin gue salah paham, kalau sebenarnya lu kayak lagi menghindar."

Steven tertegun.

"Gue tunggu lu di rumah," kata Arya, datar. "Pastiin lu dateng malam ini."

Arya memutuskan hubungan sepihak. Matanya menatap bengis durasi telepon di layar ponselnya.

∵∵∵

Waktu merangkak begitu cepat. Satu-satunya cara untuk membuat Arya tidak salah paham, ialah dengan menuruti perkataannya: datang ke rumahnya malam ini.

[#AFC3] CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang