Nama: Arini, Hanuun
Judul: Netra
Genre: Misteri
Jumlah words: 1646• happy reading •
"Jadi, kau tahu siapa pelakunya?"
Aku menggeleng, sebagian untuk menjawab pertanyaan anak itu, sebagian lagi karena tidak mengerti mengapa dia harus menanyakan pertanyaan tersebut.
"Mana mungkin! Kau tidak pernah gagal memecahkan riddle, dan kau tidak punya dugaan tentang yang satu ini?" anak laki-laki itu meninju lenganku dengan kepalan tangan kecilnya.
Astaga, dia lucu sekali. Aku tidak mengerti mengapa anak seimut dia harus peduli pada sebuah kasus pembunuhan.
"Dengar, Jerry." Aku mengubah posisi dudukku di bangku panjang untuk menatap anak kecil itu. "Riddle itu cuma memecahkan teka-teki, entah itu tulisan atau gambar atau apa pun. Namun, ini sungguhan dan ini mengerikan. Aku tidak ingin ikut campur, dan kau juga tidak.
Jerry mengernyit, masih penasaran ternyata. "Memang apa bedanya dengan riddle-riddle itu? Kau cuma harus mengumpulkan bukti yang ditemukan, lalu menghubungkannya, 'kan?"
Aku mengangkat alis. "Kalau memang sesederhana itu, menapa kau tidak melakukannya sendiri saja? Mungkin kau benar-benar bisa menemukan pelaku pembunuhan berantai itu dalam penyelidikanmu.
"Oh, ayolah, Tom. Kau pasti tahu sesuatu, kan?" Sekarang, anak itu terlihat agak sebal. Sekali lagi aku ingin mencubit pipinya dan melakukan serentetan hal lain yang akan membuatnya makin sebal.
"Tentu. Aku cuma tidak ingin ikut campur." Aku tersenyum tipis.
Jerry mulai membuka mulutnya lagi untuk bicara, tapi aku menyela sebelum satu kata pun keluar dari mulutnya, "Kalau kau ingin tahu pelakunya, tunggu saja pengumuman dari kepolisian. Jika kau tidak bisa sabar, jangan libatkan aku."
Anak itu kembali menutup mulutnya. Kedua matanya menatap kakinya sendiri yang bergoyang-goyang beberapa inci di atas tanah.
"Tom," dia memanggil lagi setelah hening beberapa menit. Aku bergumam pendek.
"Apa kau tidak merasa sedih atas pembunuhan-pembunuhan itu? Maksudku, kau mengenal beberapa korbannya, 'kan?"
Perkataannya mengirimkan gelombang emosi yang cukup kuat ke dadaku. Aku berusaha mengontrolnya, tidak ingin meledak sekarang, apalagi di depan anak imut berwajah super polos itu.Memalingkan wajah, aku menjawab, "Tiap orang, baik kau maupun aku, selalu punya rahasia yang sebaiknya tidak diketahui orang lain."
"Apa maksudmu?" Jerry mengernyit lagi.
Yah, salahku sendiri yang mengucapkan kalimat itu kepada seorang anak kecil.
"Kesedihanku, atau apa pun yang kurasakan, bukanlah sesuatu yang harus diketahui banyak orang."
Anak itu mengangguk-angguk seolah mengerti, tapi aku yakin dia tidak paham terlalu banyak.
***
Berita itu cepat meluas. Di televisi-televisi. Terisisip dalam koran pagi. Bahkan di sela-sela obrolan ringan penjual sayur dan para pembeli. Seorang anak ditemukan berlumur darah dengan beberapa bagian tubuh terpisah.
Salah satu bola matanya hilang. Tidak ada saksi mata yang bisa ditanyai atau barang bukti tertinggal. Persis seperti beberapa korban sebelumnya.
Hanya satu yang menjadi kesamaan antara korban pembunuhan berantai ini. Hilangnya satu mata korban. Meski satu di antara korban sebelumnya tetap memiliki kedua bola mata.
"Tom! Lihat ini." Seorang anak laki-laki usia sepuluh tahun itu berlari lincah. Tangannya menggenggam koran.
Aku yang tengah memperhatikan ikan yang berenang bebas dalam kolam air mancur terpaksa melihatnya. Memberikan perhatiah utuh. "Ada apa? Suaramu hampir membuat semua yang ada di taman ini tuli."
KAMU SEDANG MEMBACA
[#AFC3] Cerpen
Short Story|• challenge ketiga: membuat cerpen •| Challenge ini dibuat untuk mengisi waktu luang ketika Auteur Fiable hiatus dalam rangka hari kemerdekaan. Yuk, simak cerpen buatan member kami.