You Are The Reason

43 9 5
                                    

Nama : Anisya - Adit
Judul : You are The Reason
Genre : Teen Fiction, Sad
Jumlah word : 605 kata

• happy reading •

Perkenalkan namaku Yuna, kalian bisa memanggilku wanita bodoh. Kenapa? Biar kuceritakan sebuah kisah kelam yang akan membuat kalian menghargai sebuah hubungan.

Sore itu suasana taman cukup ramai akan kunjungan di akhir pekan ini. Semua oranag berlari kesana kemari. Ada yang sedang berjalan, bahkan ada yang sedang berkasmaran.

“Gimana rasanya, Na?” Tanya Ria di tengah lamunan kita berdua.

“Rasanya gimana?" Tanya ku sedikit bingung, namun aku mengerti maksud dari perkataan Ria sahabatku ini.

“Seperti biasa kamu tidak pandai berbohong, Na. Gimana rasanya hubungan tanpa status?" balas Ria dengan meminum sebuah coffee yang kita beli di kedai coffee shop.

“Coba saja kamu merasakan sendiri biar mengerti dan tau dari hubungan ini," jawabku dengan senyuman.

“Aku tidak mau itu pasti rasanya sakit," aku terdiam sejenak mendengar jawaban Ria, lalu tersenyum.

Hubungan tanpa status? Aku heran kepada diriku sendiri. Bukan hanya diriku bahkan Ria sendiri pun heran kenapa aku mau menjalani hubungan ini. Ria adalah sahabatku. Dia hampir semua tau cerita kisah cintaku termasuk hal yang kurasakan sekarang.

Kau tau rasanya mencintai seseorang yang tidak bisa memberikanmu kepastian? Di satu sisi ada seseorang yang berjuang mencintaimu dan menaklukan hatimu. Tapi kau tetap mencintai dan mengharapkan yang tidak jelas. Kau pernah rasakan itu? Terkadang aku marah kenapa rasaku harus jatuh kepada Audi yg tidak bisa memberikan kepastian. Kenapa aku tidak bisa menerima hal yang jelas mencintaiku? Ini rumit bila dijelaskan. Terlalu pahit bila aku rasakan di dalam.

“Coba saja kamu bisa memilih akan jatuh cinta pada siapa, mungkin tidak akan serumit ini," balas Tari dengan mendongakan kepala ke atas, melihat segumpalan awan biru yang luas.

“Coba saja apa yang kamu katakan itu mudah dan menjadi kenyataan, mungkin aku tidak akan segila ini. Rasa ini tumbuh begitu cepat. Setelah tumbuh rasa ini tidak mudah untuk tumbang. Kalo aku tau akhirnya aku hanya mencintai seseorang yang tidak pasti, aku tidak akan dekat dengannya," ku jawab dengan melihat segelas kopi yang sudah mendingin di tanganku.

“Coba deh menjauh dari Audi. Dia memang baik. Dia juga bisa membuatmu nyaman. Tapi kalian dekat sudah cukup lama. Ini terlalu dekat bila dikatakan hanya sebuah pertemanan. Tapi jauh dari kenyataan bila menganggap kalian adalah sepasang kekasih,” kata Ria menatapku. Sejenak aku diam dan mendengarkan ucapannya. Dia benar dan aku tahu, aku tak seharusnya begini.

Aku ingin meminta penjelasan, kita ini apa? Teman? Bila memang begitu, mengapa sangat dekat? Atau kekasih? Kapan pernyataannya terucap bila kita adalah sepasang kekasih? Kenyataan belum merestuinya karena memang belum ada penjelasan apapun. Bagimu, mungkin ini bukanlah beban. Tapi bagiku, kepastian adalah hal terpenting.

“Benar katamu. Tapi untuk menjauh itu hal yang sulit. Audi pernah berkata kepadaku setiap orang memiliki rahasia, baik kamu maupun aku. Kita jalanin saja dulu yang ada. Meski hal ini membuatku terganggu, bila aku terus menjalani seperti ini, lantas statusku dengannya apa? Baginya mungkin status tidak penting, tapi mengertilah aku ini butuh kepastian,” Kujawab sedikit kesal.

Katanya mencintai tanpa memiliki itu adalah sakit. Aku setuju. Tapi apa daya? Bila keinginan memiliki harus menunggu waktu beberapa saat lagi. Iya beberapa saat, meski aku tidak tau saatnya akan datang itu berapa lama lagi. Tapi sudahlah, ini adalah kebahagiaan kecilku bisa mencintai Audi. Biarkan aku mencintainya untuk beberapa lama lagi, hingga rasa lelah makin terasa maka aku akan menyerah. Bukan maksudku tidak memperjuangkan cinta, tapi mengertilah status bagiku itu adalah utama.

“HTS itu memang menyebalkan, tapi tetap saja aku lakukan. Aku mengerti akan berakhir seperti apa, meski bila akhirnya aku harus mematahkan lagi hatiku. Tak apalah, setidaknya Tuhan pernah menitipkan bahagiaku akan hadirnya Audi di dalam hidupku,” Kataku sedikit tersenyum.

Ria yang mendengarkan ucapanku menatap dengan senyum manisnya. “Tuhan selalu memberikan apa saja yang seharusnya jadi milikmu. Tenanglah, Tuhan sudah mengatur segalanya."

• selesai •

#AuteurFiableChallenge3

[#AFC3] CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang