Prologue

317 28 12
                                    


Sinar matahari yang berwarna kemerahan memancar dari ufuk barat kota ini diikuti dengan beberapa awan yang berarakan di bawahnya, membuat pemandangan langit sore di kota ini terlihat lebih cantik.

Seorang pemuda mengenakan pakaian berwarna putih dengan jaket hitam serta celana yang berwarna hitam terlihat berjalan di jalan kecil sambil menenteng beberapa kantung plastik di tangannya.

Di sepanjang jalan pemuda itu beberapa kali menyapa orang – orang yang ditemuinya mulai dari anak – anak hingga orang tua.

Lucius Altdorf seorang pemuda Asia berumur 23 tahun yang bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan kecil dekat dengan tempat tinggalnya. Walaupun sekarang dia sudah di pecat karena suatu alasan.

Menyapa setiap orang yang ditemuinya merupakan salah satu hal yang dapat dia lakukan untuk membuang waktu dan juga untuk melupakan kejadian yang telah berlalu.

Walaupun sebelumnya Lucius merasa itu hanyalah kegiatan tidak berguna dan hanya membuang waktu.

Tapi begitulah kehidupan, terkadang aneh dan penuh dengan putar balik.

Setelah beberapa menit berjalan Lucius sampai di depan rumah yang dindingnya di cat berwarna putih.

Sebuah rumah yang apabila dilihat dari luar maka akan terlihat cat putihnya yang sudah mengelupas. Inilah tempat yang merupakan rumah milik Lucius.

Sepeninggal kedua orang tuanya tempat ini menjadi terlihat seperti rumah yang tidak ditempati jika di lihat dari luar, hanya rumah tua gelap dengan lumut dimana – mana.

Merogoh kantong celananya Lucius mengeluarkan sebuah kunci kecil yang dengan segera dia masukkan ke lubang kunci dan memutarnya, lalu segera masuk ke dalam rumahnya.

Lucius segera menuju dapur dan membuka kantung plastiknya mengeluarkan beberapa macam barang belanjaannya seperti sayuran, telur, beberapa kotak susu, dan tentunya mi instant.

Walaupun hidup sendiri dengan uang yang pas – pasan Lucius selalu menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi makanan sehat dan berolahraga. Walaupun olahraga hanya dilakukan oleh dirinya beberapa kali dalam sebulan, tetap saja itu membuatnya tetap sehat dan tidak mudah sakit.

Setelah semua barang itu selesai dibereskan dia pun menuju kamarnya yang terletak dekat dengan ruang tengah.

Di pintu kamarnya dapat sebuah papan dengan tulisan yang dapat dibaca sebagai "Lucius", berwarna merah terang dengan gaya tulisan yang kekanak – kanakan.

Di dalam kamarnya terdapat sebuah kasur untuk satu orang, sebuah lemari berukuran sedang dan cermin di salah satu pintunya, serta sebuah komputer di atas mejanya dan beberapa kardus yang saling bertumpukkan yang sudah terlihat berdebu terletak di pojok kamarnya.

Sebuah kamar yang terlihat sederhana untuk satu orang.

Merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur, Lucius mengeluarkan desahan. Matanya menatap hampa ke arah langit – langit kamarnya itu, membayangkan apa saja yang dilaluinya sejak ia kecil hingga dirinya yang sudah dewasa saat ini.

Yang masih segar di ingatannya adalah kenapa ia dipecat hanya dengan sebuah masalah sepele.

Sebuah masalah yang sebenarnya jika dia MEMINTA MAAF maka semuanya sudah dapat terselesaikan dengan sekejap.

Tapi nyatanya nasib sial tetap menimpa dirinya walaupun sudah meminta maaf. Berulang kali minta maaf dalam hal itu.

"Hah.."

Dan dengan desahan yang lagi dikeluarkannya, dia bangkit dari tempat tidurnya melihat ke sekeliling kamarnya dengan mata hitamnya yang terlihat lelah.

Setelah melihat apa yang dicarinya berada di pojok kamar, dia bangun dari atas tempat tidurnya dan berjalan menuju pojok kamarnya.

Membongkar tumpukan kardusnya satu persatu dan mengambil salah satu kardus berukuran sedang yang ada disana.

Setelah di anggapnya benar memang itu yang dia cari dengan hati – hati dia membawanya ke pinggir kasurnya, lalu meniup debu yang mengendap di atas kardus itu.

Setelah debu yang ada di atasnya hilang atau setidaknya berkurang dia membuka kardus itu dan mengambil sebuah benda bulat berwarna hitam yang bentuknya menyerupai sebuah helm dengan tulisan Dream Reality Network di atasnya.

Lucius mengeluarkan senyum kecil dan berkata dengan nada yang penuh dengan percaya diri yang entah dari mana datangnya, melihat dirinya yang sebelumnya penuh dengan rasa muram .

"Wolrd of Order aku datang!"

After The Game Over (DROPPED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang