Bagian : 2
Kata kata pak Aji sepertinya benar-benar berhasil memengaruhi pikiran ku dengan baik karena sampai jam kerja selesai sekalipun kata katanya masih ter ngiang ngiang di benak ku.
"Yaampun Sar, kamu itu perempuan lho seharusnya kamu sudah memikirkan tentang menikah di usia kamu yang sekarang"
Hufttt
Biasanya aku tidak sefrustasi ini saat keluarga ku menyinggung masalah pernikahan, kenapa kali ini rasanya kepalaku sangat pusing hanya karena kata kata rekan kerja ku yang aku tahu itu hanya candaan bahkan mereka bukan orang tua ku atau karena kata-kata mereka memang benar bahwa usia ku memang sudah cukup matang untuk menikah.
Tapi aku memiliki kewajiban untuk menepati janjiku, aku tidak ingin mengingkari janji yang sudah ku buat kepada seseorang delapan tahun lalu, tepatnya saat aku duduk di kelas 12 SMK sebelum pengumuman kelulusan.
Waktu itu sekolah sudah tidak terlalu efektif karena kelas 12 sudah terbebas dari berbagai macam ujian dan hanya sebagian siswa yang rajin ke sekolah untuk urusan tertentu termasuk aku yang sengaja pergi ke sekolah hanya untuk uang jajan dan dia yang memang harus bertemu dengan guru BK karena dia lulus snmptn.
"selamat ya Pras" ucapku seraya mengulurkan tangan ku dengan senyuman manis yang di balas dengan hal yang sama.
Dia menyambut tangan ku dengan senang hati dan terlihat senyum kebahagiaan di wajahnya, cukup lama dia memegang tangan ku bahkan saat pandangan nya sudah beralih menghadap ke arah lapangan upacara yang kebetulan di bawah kami, karena saat ini kami berada di lantai dua.
Namanya A. Prasetya Rahardian , seorang laki laki dengan perawakan tinggi besar, kulit hitam manis dan otak yang pintar tentu saja. Kami sudah saling mengenal selama empat tahun dan bisa di katakan 'dekat' dalam artian kami memiliki hubungan khusus. Ya, kami berdua sudah berpacaran selama dua tahun terakhir ini walaupun orang orang tidak ada yang menyadarinya karena kami memang selalu terlihat seperti dua orang sahabat dibanding sepasang kekasih.
"Gak kerasa ya, ternyata waktu berlalu begitu cepat saat kita ingin memiliki nya sedikit lebih lama" ucapnya dengan pandangan masih tertuju kearah lapangan upacara.
"hmm... Mungkin sedari sekarang aku harus sudah mulai berlatih mengendalikan rindu" balasku.
"bahkan saat ini pun aku sudah rindu kamu" ucapnya kemudian menoleh ke arah ku seraya mengusap kepala ku dengan tangan kirinya karena tangan kanan kami yang masih saling bertautan.
Aku hanya tertawa mendengar hal itu.
Dia benar, rindu itu sudah hadir bahkan di saat kami belum berpisah. Empat tahun kebersamaan kami ternyata tidak cukup lama sebab kami akan memiliki rindu yang panjang setelah perpisahan ini karena dia harus pergi ke luar kota melanjutkan pendidikan nya.
"jarak dan waktu kali ini menang karena berhasil memisahkan kita sementara" ucapnya lagi.
Aku hanya diam membiarkan dia berbicara dan aku hanya memperhatikan segala nya untuk ku simpan sebagai penawar rindu ku nanti, katakanlah aku lebay tapi pernah kah kalian berada di posisi ku dimana kalian terlalu mencintai namun sesuatu memaksa kalian untuk berpisah walaupun sementara waktu tapi hati serta jiwa raga kalian membutuhkan pertemuan yang tak singkat untuk rindu yang panjang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian
Short Story"Aku pernah berjanji untuk menunggu, maka kewajiban ku adalah menepati, sebab menepati janji adalah keharusan" Aku beranjak kemudian Ku lepaskan senyuman terakhir untuk nya, sebelum bendungan sungai sungai air mataku hancur. Dan dia di sana melakuka...