Qadarullah 5

70 4 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Senyum adalah garis lengkung yang selalu membawa energi positif. lantas kenapa senyumnya semenyakitkan itu?

"Rika_Wati"

Setengah perjalanan pulang aku menapaki jalan raya seorang diri. ralat, aku tidak sendiri, beberapa siswa juga memilih berjalan kaki ketimbang naik angkot. entahlah, apakah kondisi kami sama?

"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya.. (QS. An-nahl:91)." seseorang membisikkan sesuatu tepat di telingaku. Sentak aku terlonjak kaget, bukan karena usaranya, melainkan yang punya suara.

Adam!

Kapan ia berada di sebelahku?

Astagfirullah.. harus kuapakan lelaki ini agar lenyap dari hidupku.

Keberadaannya kubiarkan begitu saja tanpa niat ramah tamah layaknya teman.

"Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya. (QS. Al-isra: 34)." sekali lagi Adam membacakan ayat itu ditelingaku seakan menyadarkan aku pada sesuatu.

Langkahku terhenti. Ia pun ikut menghentikan langkahnya. Aku menoleh, malah ia pun ikut-ikutan menoleh. Dasar laki-laki aneh.

Tapi! Kok dia bisa tahu ayat-ayat itu ya? Bukankah dia pria ugal-ugalan seperti kata Wawa?

"Mana janjimu, Qaisa Humaira Amran?" Adam memicingkan ekor matanya memandangku.

"Afwan! Aku tidak bisa menepatinya." langkahku kembali kuseret lebih lebar agar bisa menghidarinya. Namun kakinya yang jenjang dengan mudah mengimbangi langkahku.

"Kamu munafik!" titahnya menghentikan langkahku.

"Maksudmu?" ada emosi yang hadir saat kalimat itu mengenai batinku.

"Iya! Kamu munafik! Bagi siapa mendustakan ayat suci alquran padahal ia tahu kebenarannya maka ia sama saja orang munafik yang mengingkari firman Allah. Apakah perkataanku salah, Qaisa Humaira Amran?"

Aku menciut mendengar kalimatnya. Siapa Adam sebenarnya? Mungkinkah ia mantan ustad? Kenapa lancar sekali bibirnya mengeluarkan kalimat begitu benar.

"Aku memiliki alasan untuk tidak menempatinya." sangkalku.

"Aku kira kamu lebih tahu urusan perihal tentang mengingkari janji. Namun dengan mudahnya hatimu menepis padahal kamu tahu tentang kebenarannya. Miris!" pungkasnya dingin.

Aku menarik nafas kasar. Keberadaannya membuat moodku berubah drastis.

"Emang kamu siapa memponisku? Lalu siapa menyuruhmu datang kerumahku? Memaksakan sesuatu untuk dituruti mudarat hukumnya. Aku boleh mengelak demi kebaikan diriku. Apakah aku salah?" cercaku merah padam.

Rautnya berubah tenang. Langkahnya mulai pelan. Aku abaikan saja walau ia tertinggal jauh dibelakangku.

Aku kira dia niatan membiarkanku sendiri. Perkiraanku salah, ia malah berlari agar mengimbangi jalanku.

"Apalagi sih?" kesalku.

"Tidak ada! Emang kamu tidak ingat?" senyum aneh tersungging dibibirnya.

"Ingat apa? Aku tidak ingat dan memang ngga niatan buat mengingat." ketusku masih melangkah Lebar.

Tuhaan.. Takdir apa yang Engkau berikan sehingga dipertemukan laki-laki sepertinya.

"Janjimu tidak kamu tepati, maka jangan harap kamu bisa lolos dariku." cicitnya membuatku merinding.

QadarullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang