Ternyata Adalah Dia, Gadis Itu

25 7 1
                                    

   Guru BP memberikannya tisu yang telah diberi minyak kayu putih. Dia menempelkan kapas itu kehidung gadis berjilbab itu. Untuk dihirup agar ia siuman. Dia gadis yang sangat kurus jika dilihat dari samping.

Jilbabnya menjulur panjang sampai menutup semua dada dan pinggangnya. Sangat syar'i. Gadis yang jarang ditemui di zaman sekarang ini.

Beberapa menit kemudian dia sadar. Dia terlihat menggerakkan badanya. Guru BP pun kemudian segera berlari kecil meninggalkan ruang UKS.
Tak berapa lama aku mengamati dia. Dia pun membalikkan mukanya menghadap ku. Gadis itu?. Ya gadis yang telah aku temui beberapa saat yang lalu.

Orang yang menolong ku. Membantu mengobati luka ku. Dan yang telah memberikan sapu tangannya kepada ku untuk membalut lutut ku yang terluka.

Oh gadis itu. Benarkah aku sekarang tidak bermimpi. Benarkah itu dia?. Inilah yang dinamakan takdir.

Tadi nya aku ingin mencari dia setelah sembuh. Namun ternyata dia sudah muncul tanpa diminta.

Dia memandang ku sekejap. Dan langsung memalingkan lagi wajahnya, dia seperti menghindari pandangan ku. Mungkin karena ia malu. Atau tahu bahwa memang berpandangan lawan jenis yang bukan mahramnya   adalah dosa besar.

Dia adalah gadis yang sangat sopan. Tadinya aku berniat memanggilnya. Namun ada rasa tidak enak didalam hati ini. Terlebih lagi dia sakit. Apa aku mungkin tega membangunkan nya.

Entahlah aku pikir dia tertidur. Karena sejak tadi ia tak bergerak sama sekali setelah memalingkan wajahnya dari ku.

Namun hati ini terselip rasa penasaran. Siapakah namanya. Dan kelas berapa dia sekarang. Namun aku lega mengetahui Bahwa dia bersekolah ditempat yang sama dengan ku.

Aku hanya memandangnya dengan tersenyum senyum sendiri. Berani tak berani harus berani.

"Hey!"
Dia tetap tidak menoleh. Masih diam. Aku tak tau lagi harus memanggilnya gimana. Sekali lagi mungkin.

"Hei! Kamu!".
Dia tetap diam. Aku berdiri dari tidur ku dan mencoba bersuara lebih keras lagi didekatnya.

"kamu, kamu yang nolong aku tadi ya?".
Dia tetap diam saja. Tak bergerak sama sekali. Ada rasa ingin marah. Namun juga bingung dan khawatir. Apakah dia benar-benar tak ingin berbicara dengan ku.

Aku pun melangkah menuju balik wajahnya itu. Ingin memastikan bahwa dia benar baik-baik saja.  Langkah demi langkah kaki pincang ku mulai berjalan. Aku mulai bisa melihat wajahnya. Dan benar saja kekhawatiran ku. Dia memang benar benar tak bergerak karena pingsan.

Aku bingung harus bagaimana. Ingin rasanya memegang tangannya. Atau sekedar mengoyangkan tubuhnya yang tak bergerak itu. Namun ku tepi semua niat ku itu. Aku langsung berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan.

"tolong... tolong... Mbak tolong gadis itu..."
Perempuan yang mengenakan seragam PMR pun segera berlari kecil menuju arah ku. Jari telunjuk ku pun segera menunjuk gadis itu.

PMR itu pun segera menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu. Namun tetap saja. Tak ada reaksi sama sekali. PMR itu pun menyuruh untuk menjaganya selagi ia memanggilnya guru untuk meminta bantuannya.

Wajah dan bibir gadis itu sangat pucat. Namun, ada hal yang aneh. Ada darah yang keluar dari hidungnya dan menetes hingga ke bantal.

Aku semakin khawatir. Aku ingin menolong. Tapi tak tahu harus menolong dengan bagaimana. Aku pun akhirnya menggendongnya agar ia segera dibawa ke rumah sakit.

Aku hanya berniat untuk menolongnya. Dan aku tak ingin berpikir yang lain lain. Aku terpaksa harus menolongnya. Sesegera mungkin aku berjalan meskipun dengan kaki agar terpincang-pincang.

Jangan MelemahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang