Hanya kami berdua yang meramaikan ruangan yang dipenuhi dengan buku ini. Merapikan deretan buku yang berantakan karena tangan-tangan malas para pembacanya. Sebagian buku terselip dalam keterasingan, seperti si matematika ini - yang berada di antara buku sastra indonesia. Belum lagi buku yang terlipat pada bagian sampulnya karena si pembaca memaksa ia menyelip di antara rapatnya buku yang lain.
Tak ada suara kami. Hanya berisiknya para buku dan - ah ya ...detak jarum jam yang mengisi kesunyian.
"Akhirnya...'
Sebuah seruan kelegaan mengagetkan Rainy, gadis manis dengan rambut kepang satu, yang masih berjongkok merapikan buku-buku di rak terbawah.
'Udahan yuk,..." Suara tadi kembali menyapa si gadis. Ya, Tio, pemuda tanggung 14 tahun, teman sekelas Rainy, menepuk-nepukan kedua tangannya sambil memandang deretan buku yang sudah dirapikannya. Tersenyum puas dengan hasil kerjanya, Tio bergegas melangkah keluar dari ruang perpustakaan SMP Harapan Bangsa.
Melewati pintu keluar, Tio menghentikan langkah. Tak didengarnya langkah kaki lain. Memutar badan, dilihatnya Rainy masih memainkan tangannya diantara buku-buku. Langkah kaki remaja tanggung itu kembali, mendekati temannya.
"Rain...udahan yok, biar dilanjutkan yang piket besok. Sekolah udah sepi. Kamu nggak takut kalau ntar sendirian di sekolah ? Aku udah mau pulang lho..."
Tanpa suara, Rainy menyudahi aktivitasnya. Berdiri dari jongkoknya, menepuk bagian belakang roknya, mengusir debu-debu nakal yang menempel disana.
"Ya. Yuk pulang. Aku juga udah lapar."
Langkahnya menghampiri Tio. Bersisian, tanpa kata , berjalan meninggalkan perpustakaan.
Selalu seperti ini. Sudah 6 bulan sejak ia bergabung dengan ekskul literasi di sekolahnya. Selama 6 bulan ini, pasangan piketnya nyaris tak pernah berganti. Hanya sesekali bersama Rey atau pernah juga dengan Erlin, hanya sesekali. Anggota tim Literasi hanya 7 orang yang aktif, membuat perputaran piket ya itu ke itu saja.
Dan selalu, hanya percakapan seadanya yang tercipta antara ia dan Tio. Tapi, sebenarnya Tio bukan orang yang acuh, dingin atau apalah namanya. Buktinya, tak pernah sekalipun Tio meninggalkan ia sendiri. Pasti pulang bareng. Maksudnya keluar hingga gerbang sekolah bersama untuk kemudian berpisah. Rumah mereka berbeda arah.
Langkah perlahan, tak terburu walau hari sudah sore.Di kejauhan, pak Deden,penjaga sekolah, sudah bersiap menutup gerbang.
Rainy melirik sepintas pemuda yang berjalan di sebelahnya.
"Apa yang kau baca tadi?"Tio menatap sejenak Rainy. Mencerna pertanyaan gadis itu.
"Oh, tadi..." tangannya menepuk tas," Aku baca novel Ken Dedes Ken Arok. Belum selesai dan ini bukunya kubawa pulang."
Rainy mengangguk sepintas. Lalu kembali sunyi. Gadia itu mengingat-ingat kembali buku-buku yang dibaca Tio. Hampir semuanya novel romantis. Tapi sepertinya Tio bukan tipe cowok romantis. Dia tidak terpengaruh dengan apa yang dibacanya. Bibir mungil Rainy tersenyum kecil memikirkan hal itu.
"Nak Tio, lama sekali. Bapak hampir tutup gerbang lho. "
Pak Deden menyapa ramah."Eh, iya Pak. Keasyikan tadi. Maaf ya Pak." Tio menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Teringat kejadian dua minggu lalu saat ia dan Rey memanjat pagar sekolah karena pak Deden sudah menggemboknya. Untung saat itu ia dan Rey yang piket literasi. Sungguh repot kalau saat itu Rainy atau Erlin yang piket. Mereka pulang setelah memanjat pagar sekolah yang cukup tinggi. Entah kemana pak Deden saat itu."Mari , Pak."
Pamit Tio. Rainy hanya tersenyum sambil menganggukan kepala menyapa lelaki yang sudah paruh baya itu.Di depan pagar sekolah, mereka berpisah. Rainy menyebrang dan menanti jemputannya di sebuah warung juice. Sedangkan Tio memutuskan berjalan kaki karena rumahnya yang cukup dekat dari sekolah.
Rainy menatap Tio yang siluetnya semakin mengecil. Pikirannya dipenuhi dengan segala hal tentang Tio. Mengenal Tio bertepatan dengan keputusannya bergabung dengan ekskul literasi. Mereka berbeda kelas dan letak kelas yang berjauhan membuatnya tak mengenal Tio. Mungkin pernah berpapasan di lorong sekolah atau berdesakan di kantin saat jam istirahat. Mungkin. Yang pasti, Rainy tak perhatian dengan hal-hal semacam itu. Otaknya merekam sosok Tio saat pertemuan anggota ekskul dimulai pertama kali, enam bulan lalu.
Selama interaksi, obrolan hanya sebatas buku-buku yang mereka baca atau ungkapan kekesalan kepada para pengunjung perpustakaan yang tak mencintai para buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku
SpiritualCinta sejati itu sebenarnya yang gimana ? Perjalanan seorang Rainy, menemukan cinta yang hakiki...