Diary Biru 2

5 0 0
                                    

Hari ini jadwalku benar-benar padat. Kajian remaja sedang marak dengan tema seputar virus merah jambu. Yang hadir di beberapa kajian yang sudah bergulir selalu membludak. Bulan Februari memang mantap. Auranya sungguh menguar kemana-mana. Bulan kasih sayang, katanya.

Cinta memang selalu menarik untuk didiskusikan. Perlu kesabaran ekstra membimbing para remaja yang sedang mencari jati diri. Menyusuri dan mencari tahu apa itu makna cinta sejati. Apalagi propaganda tentang makna cinta sejati dengan versi yang jauh dari benar begitu marak.

Pertanyaan yang disampaikan kadang membuatku mengaca diri. Masa putih biruku kadang hadir membuatku banyak-banyak beristighfar.

Kadang ada yang sedikit mengusik hatiku jika membuka lembaran awal diary ini. Bertabur kisah yang hari ini aku malu untuk mengingatnya. Tapi, walau begitu catatan ini tetap kusimpan. Bukan untuk mengenang dalam makna yang salah. Tapi lebih pada mengingatkan diri agar tak terulang lagi.

Kisahku tak kusesali, karena perjalanan akhir dari kisahku di putih birulah yang menghantarkanku pada sosokku hari ini.

Flashback on

"Udah sore Rain, ayo pulang." Kakiku melangkah keluar menuju pintu perpustakaan.
Terdengar langkah bergegas mengikutiku.

"Baca buku apa tadi ?"

"Ha?"

Aku menoleh ke sosok yang lumayan kucel. Poninya tak beraturan ditambah helaian rambut yang lepas dari kucir rambutnya. 

"Oh, aku tadi baca buku Ken Dedes dan belum selesai...." Kulambaikan buku Ken Dedes di depan wajahnya.

"Oh..."

Senyap kemudian hingga langkah kaki kami melewati gerbang sekolah.

"Hati-hati Rain..., sampai ketemu dua hari lagi."

Langkah kakiku berbelok ke kanan. Sementara Rain berbelok ke kiri. Jalan kami memang mulai bersimpang di depan gerbang sekolah. Makanya setiap langkah menjelang gerbang sekolah betul-betul kunikmati.

Dalam diam kami melangkah, sesekali aku menoleh dan saat yang bersamaan Rain juga menoleh, menatapku sekilas. Wajahnya seperti malu jika pandangan mata kami bertemu. Aku juga jadi dag dig dug. Antara pengen cepat sampai di gerbang dan masih ingin melambat dalam melangkahkan kaki, demi bisa bersama Rain. Ah.

***

Rutinitas piket bersama gadis berlesung pipit itu sudah kujalani hampir dua bulan. Ada sebersit rasa yang mulai hadir. Kadang aku kangen ingin melihatnya saat jadwal piket perpustakaan tak bersamaan. Dan tanpa sadar langkah kakiku akan terhantar hingga netraku bisa memandangnya dari kejauhan. Melihat sosoknya yang sedang makan di kantin atau ngobrol dengan temannya di depan pintu kelasnya...dan yang agak konyol kadang aku akan main ke kelasnya dan meminjam catatan atau apalah.

Aku terlalu serius memikirkan apa yang kurasakan pada Rainy. Padahal aku ini masih putih biru, masih bocah. Kalau berkumpul dengan keluarga besar papa atau mama, aku adalah cucu paling kecil. Tapi, memiliki sepupu-sepupu yang dewasa membuatku terwarnai. Mendengarkan obrolan mereka soal teman yang ditaksir membuatku lebih memahami apa yang kurasakan pada Rainy. Walau kata mas Dian, aku tuh cuma cinta monyet. Jangan terlalu serius, katanya lagi, nanti juga saat sma ada cinta dan naksir-naksir yang lain. Begitu ya..., tapi kok aku merasa Rainy yang paling deh buat aku diantara semua teman perempuan di sekolahku.

Flashback off

***

Sudah lima tahun aku meninggalkan kota kelahiranku. Saat naik kelas dua sma papa pindah tugas ke Pekanbaru. Setamat sma aku melanjutkan sekolahku luar negeri. Dan barulah tiga bulan ini aku menjejakkan kaki  di kota dimana masa kecilku hingga sma kelas satu kuhabiskan. Itupun karena nenek memintaku untuk menemaninya. Mumpung aku belum terikat kontrak kerja dimana-mana.

Cari kerja saja disini, di kota kelahiranku, begitu kata nenek saat menelponku.

Aku cuma tersenyum saat mendengar kata-kata nenek di telpon. Dengan usaha yang aku jalani dan aktivitas lainnya yang menjadi kecintaanku, di kota manapun aku menetap tak akan jadi masalah. Maka disinilah aku hari ini. Di kota kelahiranku. Di kota masa putih biruku. Semoga kenangan masa putih biruku kan jadi penguatku untuk menjadi lebih baik.

JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang