Catatan Hati - 1

13 0 0
                                    

Wajahnya biasa saja. Tapi entah apa yang menarik. Greget banget diriku ingin memandang si jangkung yang duduk paling ujung, tepatnya di sebelah Erlin. Wajahnya datar tapi tetap terkesan ramah. Mungkin bentuk bibirnya yang seakan selalu tersenyum membuat kesan ramah itu. Apalagi kalau dia beneran tersenyum ya...hmm...
Kalau saja nggak malu, pasti pandanganku nggak akan berpaling darinya.

Ada tiga cowok ganteng dan empat cewek manis yang memenuhi ruangan osis siang itu, perkenalan anggota ekskul literasi. Selain aku dan Erlin, yang lainnya berbeda kelas, walau masih sama-sama kelas VIII.

Pertemuan siang itu, kami menyusun jadwal piket. Setiap senin dan kamis, aku piket bareng Tio. Selasa bareng Erlin. Jum'at sama Rizka. Sengaja aku mengajukan diri untuk piket hampir setiap hari. Kapan lagi bisa baca buku dengan banyak pilihan dan bisa tenang mengerjakan pr sekolah ?

Diantara kami berlima, Tio, Rey, Erlin, Rizka dan aku sendiri bisa dibilang jadwal piket aku dan Tio yang paling banyak. Aku piket empat kali dalam seminggu. Tio bahkan lima kali.

"Saya suku baca, suka buku. Jadi senang bisa bergabung di ekskul ini." Itu katanya saat pak Nafi menanyakan apa dia tidak masalah dengan jadwal piket yang dia ajukan sendiri.

"Lagi pula, kalau pulang ke rumah cepat juga saya hanya sendiri. Jadi lebih baik membaca di perpustakaan." Rupanya Tio anak tunggal dan ayah ibunya sibuk bekerja, klasik memang alasannya.

Sedangkan aku, suasana rumah yang sama sekali jauh dari kata nyaman untuk belajar adalah alasan utama betah berlama- lama di ruang perpustakaan.

Duo bocah tengil, adik-adikku, tak pernah membiarkan aku aman dari keusilan mereka. Tapi, aku tetap sayang sih sama mereka. Aldi dan Aldo , twins usilku, adalah sumber kebahagiaan di rumah mungil kami, semangat belajarku dan sumber energi ibu untuk terus bekerja.  Semenjak ayah meninggal dua tahun lalu, ibu menghabiskan pagi hingga siangnya di warung depan gang. Dan sorenya, sesekali ibu jadi buruh laundry lepas, ya hanya jika ibu tidak terlalu lelah. Kadang aku yang menggantikan ibu sebagai buruh laundry, jika sedang tak banyak tugas. Kami berdua, menghimpun semua hal yang bisa menjaga kelangsungan hidup keluarga kecil ini semenjak ayah pergi. Sepekan dua kali aku memberi les pelajaran SD di kampung sebelah.  Dua tahun ini, ibu bilang aku jauh lebih dewasa. Alhamdulillah.
Dan duo twins kami masukan ke penitipan anak yang islami. Pertimbangan ibu, agar Aldi dan Aldi dapat lingkungan yang  bagus selama aku dan ibu di liar rumah.

Kembali ke ruang ekskul.
Selain menyusun jadwal, kami juga menyepakati apa saja tugas selama piket. Ekskul literasi ini memang masih baru. Usulan kehadiran ekskul muncul dari pak Nafi, guru bahasa Indonesia. Dan aku langsung mendaftar begitu ekskul ini dibuka. Senang rasanya bisa berlama-lama diantara buku-buku. Aku juga sudah secara baik-baik mengajukan pengunduran diri dari ekskul lain yang kuikuti semenjak kelas VII.

Semua anggota literasi suka buku seperti aku dan Tio.  Ada yang suka baca dan khusus Erlin, dia suka beberes buku.

"Aku suka merapikan buku-buku, memperbaiki yang rusak dan merapikannya sehingga enak dilihat. Kalau membaca, hanya sedikit suka."

Itu katanya tadi saat kami bergantian menyampaikan alasan mengapa bergabung. "Semoga nanti aku juga suka membaca.." sambungnya sambil tersenyum, menampilkan wajah ramahnya kepada seluruh yang hadir.

Lain Erlin, lain lagi Rizka. "Saya suka baca karya sastra, tapi khusus yang puisi ." Wajahnya tampak sedikit menunduk, sepertinya merasa malu. Kami memang dipaksa menyampaikan apa alasan kami bergabung. Dan karena sedikitnya jumlah anggota, maka kami sangat memiliki banyak waktu untuk berbicara. "Semoga nanti banyak puisi yang bisa saya baca," imbuh Rizka. Wajahnya memandang sepintas kepada kami, teman-temannya.

Perkenalan singkat, jadi awal pertemanan kami semua.

JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang