Karina tiba di terminal Bandung pukul 20.00. Ia langsung turun dari bus sambil membawa barang-barangnya.
"Karina!" tiba-tiba seseorang memanggil Karina yang sedang berjalan menuju pintu keluar terminal. Karina menoleh.
"Mbak Rossa!" teriak Karina memanggil Rossa. Rossa melambaikan tangan.
Ternyata Rossa sudah menunggu Karina di pintu keluar terminal. Karina langsung menghampiri Rossa. Lalu, mereka berpelukan melepas rindu.
"Kamu apa kabar, Rin? Mbak kangen." Rossa merangkul sepupunya itu dengan erat.
"Baik, Mbak. Mbak sama siapa? Fathir sama Myra ikut juga?" Karina menanyakan dua orang anak Rossa yaitu Fathir dan Myra.
"Mereka nggak ikut. Udah malam, Mbak titipin mereka ke Nanny-nya. Yuk, kita ke mobil, Rin."
Karina dan Rossa berjalan menuju parkiran. Setelah sampai di mobil, Rossa perlahan menjalankan mobil menuju keluar terminal.
"Mbak sekali lagi turut berduka cita ya, Rin, atas meninggalnya Tante Weny dan Om Faras. Maaf, Mbak nggak sempat melayat ke sana," ujar Rossa dengan nada bersalah.
"Iya, nggak apa-apa, Mbak. Aku juga masih ngerasa ini semua terjadi begitu cepat. Masih kayak mimpi. Tiba-tiba aja Mama sama Papa udah nggak ada."
Rossa mengenggam tangan Karina dengan lembut.
"Kamu yang kuat ya, Rin. Semuanya sudah takdir Tuhan. Kamu harus ikhlas. Walapun Mama dan Papa-mu udah nggak ada, kamu jangan takut, kan ada Mbak dan mas Erik, kita semua sayang sama kamu. Mbak ini udah anggap kamu adik Mbak sendiri. Jadi, kamu jangan sungkan sama Mbak,ya!" Rossa berkata dengan lembut kepada Karina.
Mendengar perkataan Rossa, hati Karina sedikit terhibur. Ia tak lagi menunjukan wajah sedihnya. Rossa memang sosok perempuan yang baik, lembut dan sangat perduli pada Karina. Itu yang membuat Karina beruntung memiliki kakak sepupu seperti dia.
"Makasih, ya, Mbak." Hanya kata-kata itu yang bisa Karina ucapkan kepada Rossa, meski dalam hatinya sangat senang. Rossa tersenyum.
"Oh ya, Mbak punya rumah baru di pinggiran kota. Suasananya nyaman dan tenang. Belum ditempati sih, ya, mungkin sekitar tiga bulan lagi Mbak dan keluarga pindah ke sana. Mbak juga udah nggak sabar, pengen suasana baru. Nah, kalau kamu mau tinggal di sana sekarang silakan, Rin. Mungkin kamu masih butuh tempat untuk menyendiri. Kamu mau?"
"Kedengarannya bagus," kata Karina sambil tersenyum, "Aku mau tinggal di sana Mbak!" lanjutnya.
"Kalau gitu, kamu mau langsung Mbak antar ke sana sekarang atau besok saja?" tanya Rossa.
"Sekarang juga nggak apa-apa, Mbak," jawab Karina.
"Ya sudah, kita langsung ke rumah baru Mbak, ya. Tapi, maaf, Mbak nggak bisa nemenin kamu lama-lama di sana, takut Mas Erik keburu pulang."
"Iya, nggak apa-apa kok, Mbak. Tapi, Mbak udah bilang kan ke Mas Erik kalau Karin mau tinggal di rumah Mbak?"
"Kemarin sih Mbak udah diskusikan sama dia, dan dia setuju setuju aja. Oh ya, sebelum ke sana, kita mampir dulu beli makanan buat kamu ya, kamu belum makan, kan?"
"Belum, Mbak. Sampaikan ucapan makasih aku sama Mas Erik karena udah diizinin tinggal di sana ya, Mbak. Maaf, loh, aku jadi ngerepotin Mbak sama Mas."
"Nggak apa-apa, Rin. Mbak seneng, kok, kamu mau tinggal di rumah Mbak. Iya, nanti Mbak sampein ya," ujar Rossa sambil terus fokus menyetir.
Sepanjang perjalanan terlihat sepi padahal jam baru menunjukkan pukul 20.30. Suasana jalanan di Bandung ketika malam hari memang sepi. Kendaraan yang berlalu lalang pun tak sebanyak pada siang hari. Sangat berbeda sekali dengan Jakarta yang selalu ramai saat malam maupun siang. Karina mulai mengantuk. Sesekali ia menguap. Tapi, ia berusaha untuk tetap terjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir [TAMAT]
HorrorSetelah kematian kedua orang tuanya, Karina merasa tidak memiliki siapa-siapa lagi. Dan dia tidak tahu harus bagaimana menjalani hidupnya karena harta orang tua nya pun habis untuk membayar hutang ke bank. Beruntung ia masih memiliki seorang sepupu...