Lidya membereskan peralatan makan di meja. Dia membawa piring-piring kotor ke sink. Lagi-lagi Candy tidak menghabiskan makan malamnya. Lidya menghela nafas sambil membuang sisa makanan di piring. Candy masih mengamati gerak-geriknya dengan seksama.
"Habis ini Mama antar kamu ke kamar, ya?" tanya Lidya sambil membelai lembut rambut anaknya. Candy mengangguk tanpa menjawab.
Lidya menuntun Candy ke kamarnya yang terletak di lantai atas. Malam ini, Lidya berharap Candy tidak demam lagi. Kalau dilihat dari kondisinya, dia sudah lumayan membaik. Sudah tidak meracau dan tatapannya tidak kosong lagi. Tapi, masih sesekali hangat badannya dan menangis tiba-tiba.
Lidya membantu Candy naik ke tempat tidur. Dia mengambil bantal agar menjangkau kepala Candy. Candy merebahkan kepalanya di atas bantal, lalu ia menarik selimut.
"Jangan menangis!" ucap Candy pelan sambil mengusap pipi ibunya. Lidya mengerjap, ia tidak sadar air mata mulai jatuh di pipinya. Keadaan Candy yang buruk seminggu ini memang menguras hati dan pikirannya. Dia kehilangan sosok buah hatinya yang ceria dan menyenangkan. Dia merindukan Candy yang dulu.
"Eh, ng-nggak, Mama nggak nangis, kok!" ujar Lidya berusaha menghapus air matanya. Candy bangkit. Ia duduk bersandar sambil memeluk bantalnya.
"Bagaimana rasanya kehilangan anak yang sangat kau cintai? Sakit bukan?"
Lidya tersentak.
Ia kaget mendengar apa yang dikatakan putrinya barusan. Dadanya tiba-tiba sesak.
"A-APA?"
"Iya, bagaimana rasanya kehilangan anak yang sangat kau cintai? Jawab saja." Candy membulatkan matanya. Tatapannya tajam.
"Kamu ngomong apa, sayang?" tanya Lidya sambil membelai rambut Candy. Candy menampik tangannya dengan kasar. Ia kembali membaringkan tubuhnya dan mengambil posisi membelakangi Lidya.
"Kau yang memulainya Lidya..." ucap Candy sambil tertawa kecil dan memejamkan mata.
Lidya masih terpaku. Jantungnya berdebar hebat.
***
'Aku sedang dalam perjalanan pulang, sebentar lagi sampai, kamu jangan tidur dulu, ya!' Lidya tersenyum senang ketika membuka pesan dari suaminya, David, di handphone. Lalu, segera membalasnya 'Oke, hati-hati!'
Setelah memastikan pesannya telah diterima David, ia bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Dia harus mempersiapkan diri untuk bertemu suaminya yang baru pulang dari Vietnam selama dua minggu itu untuk urusan pekerjaan.
Situasi seperti ini memang sulit bagi Lidya. Di saat Candy sakit, suaminya pun tidak ada di sampingnya. Pekerjaannya di kantor juga jadi terbengkalai, beberapa klien mengungkapkan rasa kecewanya karena Lidya kerap membatalkan janji untuk bertemu. Tapi, dia tidak merasa menyesal, baginya Candy adalah segalanya. Dia sangat menyayangi anak semata wayangnya itu. Walaupun raganya berada di kantor, tapi otaknya tetap memikirkan Candy di rumah. Di tambah lagi pengasuh Candy tiba-tiba izin pulang kampung karena saudaranya menikah. Lidya semakin merasa kacau.
TIIN TIIN !
Suara klakson mobil tiba-tiba mengagetkan Lidya yang sedang merapikan baju tidurnya. Ia segera berlari ke luar. Pasti itu suaminya.
Sesampainya di halaman rumah, Lidya segera membuka pintu gerbang. Sebuah mobil sedan berlenggang masuk. Setelah itu Lidya menutup kembali pintu gerbang, lalu berjalan menemui suaminya.
Lidya menatap suaminya, lekat. Laki-laki ini masih terlihat sangat tampan meski umurnya memasuki 35 tahun. Tubuhnya tinggi, tegap dan atletis. Dia mengenakan t-shirt polo warna biru, jeans dan kacamata hitam menempel di sela kancing dadanya, terlihat cool. Pantas saja banyak wanita yang menyukainya meski tau dia sudah berkeluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir [TAMAT]
HorrorSetelah kematian kedua orang tuanya, Karina merasa tidak memiliki siapa-siapa lagi. Dan dia tidak tahu harus bagaimana menjalani hidupnya karena harta orang tua nya pun habis untuk membayar hutang ke bank. Beruntung ia masih memiliki seorang sepupu...