Soonyoung masih berada di kampus. Mengelilingi dan mengecek setiap fakultas, setiap sayap, setiap ruangan, dan setiap sudut untuk mencari keberadaan Jihoon yang menghilang sejak kejadian tadi siang.
Soonyoung merasa bersalah, tentu saja. Jihoon tidak suka ia dekat dengan Yuju, dan ia tahu Jihoon sangat menyayanginya sampai-sampai ketakutan kehilangan dirinya.
Sungguh, tadi Soonyoung terbawa panik. Sehingga secara spontan mendorong tubuh Jihoon. Soonyoung takut, takut Jihoon kembali memakan manusia dan itu menjadi suatu hal yang buruk.
Tapi jika Jihoon tadi tidak melakukan hal tersebut, Soonyoung tidak akan sadar bahwa ia akan melukai bahkan mungkin sedang melukai hati Jihoon.
"Jihoon?"
Soonyoung menemukan Jihoon di lorong yang sepi. Terlihat meronta seperti terikat sesuatu. Soonyoung mendekatinya, tidak ada rantai maupun tali yang mengikat Jihoon. Kenapa Jihoon meronta dengan air mata yang mengalir deras dari mata semi sipitnya.
"Jihoon? Kau tidak apa?" Tanya Soonyoung. Jihoon tak menjawab, masih menangis dengan deras. "Kau kenapa?" Tanya Soonyoung.
"Soonyoung...sakit..." lirih Jihoon sambil meremas dadanya. "Dadaku sesak, Soon! Sakit!" Pekiknya.
Soonyoung merengkuh tubuh Jihoon. Merutuki kebodohannya dan tidak kepekaannya. Jihoon memang tidak bisa merasa sakit secara fisik, tapi ia bisa merasakan sakit hati.
"Maafkan aku, Ji..." Lirih Soonyoung yang tidak dapat didengar oleh Jihoon. Soonyoung mempererat pelukannya pada Jihoon. Berusaha menenangkan Zombie tersebut.
Dari kejauhan, Wonwoo mengamati kejadian tersebut. Dalam hati menyesal karena membuat Jihoon dalam kondisi seperti ini. Dan Wonwoo berandai bahwa seharusnya Jihoon masih hidup hingga sekarang.
"Maafkan aku, Ji..."
.
"Waktumu tinggal sebulan, Ji."
Ucapan Wonwoo seperti baru saja menyambar Jihoon bak petir di siang bolong. Sebulan, sedangkan dirinya dengan Soonyoung dalam hubungan yang tidak baik.
"Lakukan sebaik mungkin, jangan sampai membuatmu menyesal ketika kau mati seutuhnya." Tambah Wonwoo sembari menyuntikkan sebuah cairan ke tubuh Jihoon.
"Terima kasih, Won. Kurasa aku tidak bisa bersama Soonyoung di saat terakhir." Ucap Jihoon lirih sambil tersenyum miris.
Melihat itu, Wonwoo jadi ikut bersedih. "Maafkan aku ya, Ji." Jihoon menatap Wonwoo dalam sambil tersenyum, "maaf untuk apa?"
"Kalau saja waktu itu kau tidak menyelamatkanku, kau mungkin akan bahagia bersama Soonyoung." Ucap Wonwoo.
Wonwoo adalah teman sejak kecil Jihoon sewaktu ia masih hidup. Mereka dekat sudah seperti saudara sehidup semati, walau pada akhirnya Jihoon mati mendahului Sang Sahabat.
Jihoon meninggal karena ia menyelamatkan Wonwoo yang hampir tertabrak sepeda saat mereka di perjalanan menuju kampus. Jihoon mendorong Wonwoo dan ia tertabrak oleh sepeda. Tubuhnya terhuyung jatuh ke jalan raya dan dilindas truk. Wonwoo menangis sejadi-jadinya melihat kejadian tersebut.
Jihoon bahkan belum mengucapkan salam perpisahan, pikir Wonwoo. Ia lalu membawa Jihoon kepada ayahnya. Ayah Wonwoo adalah seorang profesor yang sedang mengembangkan suatu virus untuk penghidupan mayat.
Virus itu tidak berbahaya, hanya untuk mempercepat kerja otak dan jantung dan dan akan mati beberapa hari. Hal ini terinspirasi dari kematian istrinya. Ia lalu berpikir, bagaimana cara agar orang mati dapat hidup kembali. Tujuan penelitian ini adalah agar orang orang yang mati secara mendadak seperti kecelakaan dan belum sempat menyampaikan perasaannya dapat menyampaikannya di kesempatan kedua.
Tapi ternyata, virus yang disuntikkan ke tubuh Jihoon sebagai kelinci percobaan tidak secepat itu mati. Virus itu secara serta merta dapat melakukan regenerasi lebih cepat dari manusia biasa dan virus itu memakan beberapa bagian ingatan sehingga Jihoon tidak begitu ingat dan tahu mengenai banyak hal.
Itulah mengapa Tuan Jeon merasa harus segera membuat Jihoon mati agar otak Jihoon tidak kosong dan kehilangan akal yang dapat menyebabkan Jihoon seutuhnya menjadi zombie seperti di filem-filem. Segala cara sudah ia lakukan dengan menyuntikkan beberapa zat ke dalam tubuh Jihoon, tapi tak pernah berhasil. Akhirnya, dengan cara terakhir ia mencoba membunuh Jihoon dengan cara membunuh manusia. Yaitu, menembak kepala pemuda mungil itu dan gagal juga.
"Seharusnya kau tidak perlu melakukan hal itu padaku." Gumam Wonwoo. Mata Jihoon membesar, "kenapa Wonwoo berkata seperti itu? Aku senang dapat menolong Wonwoo karena sekarang Wonwoo masih bisa hidup dengan normal."
Wonwoo menatap Jihoon dalam, "terimakasih, Ji."
"Kurasa kau harus berbaikan dengan Soonyoung. Kau harus membuat kenangan manis bersamanya agar dia bisa mengingatmu selalu." Kata Wonwoo.
Jihoon menunduk, bagaimana caranya sedangkan Soonyoung tidak pernah menegurnya selama 3 hari terakhir.
Namun, tiba-tiba ada seseorang menepuk pundak Jihoon membuat Jihoon sontak menoleh. Ternyata itu Soonyoung, "ikut aku." Ucapnya dingin.
Jihoon mengangguk dan mengikuti Soonyoung. Terkadang ia harus berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan langkah kaki Soonyoung karena Soonyoung berjalan dengan cepat, meski sudah berlari kecil tetap saja Jihoon ketinggalan.
"Soonyoung."
Tak ada jawaban dari yang lebih tinggi. Jihoon menunduk, "Soonyoung, kau marah padaku?"
Masih tak ada jawaban dari pria bermata sipit itu. Ia masih saja berjalan dan tak peduli dengan Jihoon yang kesusahan menyamakannya.
"Soonyoung, jangan marah. Maafkan aku. Baiklah, Soonyoung boleh bersama perempuan itu. Aku tidak akan marah ataupun sedih. Soonyoung, kumohon maafkan aku. Jangan marah." Rengek Jihoon.
Soonyoung masih enggan untuk menjawab membuat Jihoon bingung, haruskah ia katakan pada Soonyoung bahwa waktunya tinggal sedikit?
"Soonyoung"
Greb!
"Maafkan aku, Ji. Maafkan aku yang tidak memikirkanmu saat itu. Aku minta maaf karena membuatmu sakit hati." Kata Soonyoung sembari memeluk Jihoon erat.
Hidung dan pipi Jihoon sudah memerah menahan air mata. Sampai akhirnya air mata Jihoon tumpah.
"Soonyoung, maafkan aku. Jangan tinggalkan aku. Tetaplah bersamaku..." isak Jihoon.
"Aku yang minta maaf, Ji. Aku hampir melanggar janjiku sendiri, maafkan aku. Aku tidak akan meninggalkanmu dan terus bersamamu sampai kita meninggal."
Mata Jihoon membulat, namun tersenyum kemudian.
"Aku sudah meninggal, Soon." Ucap Jihoon lirih, tapi masih bisa terdengar oleh Soonyoung. Soonyoung terkekeh, "bagiku kau masih hidup dan akan hidup bersamaku selamanya."
Jihoon hanya tersenyum miris, "maafkan aku..."
Maafkan aku karena tidak bisa bersamamu selamanya, Soon-ljh.
TBC
.
Makin chapnya kesini makin sedikit wordsnya. Kalian ngerasa pendek atau sama aja?
Vomentnya ya...
14102018
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Not a Human [SOONHOON]
Fantasy[COMPLETE] Lee Jihoon Si Zombie itu terlalu polos dan tidak peka. Tidak tau apa-apa dan hanya mengikuti perkataan orang yang pertama kali ia temui, Kwon Soonyoung. Namun seiring berjalannya waktu, ada saja yang meledak didadanya. WARNING ! BXB