Sedari tadi Zalfa terus mengumpat. Bisa-bisanya ia ditabrak di saat tampilannya saja sudah sangat menyedihkan. Itupun tanpa minta maaf dan malah mengabaikannya begitu saja.
Bukan hanya mereka yang sibuk berlari, tapi para penonton juga seolah tak menyadari keberadaannya. Dia terlihat seperti pemeran figuran yang diperkirakan akan mati di episode pertama saking tidak penting dan terabaikannya.
Berkat kehadirannya yang tidak dianggap itulah Zalfa kembali berdiri dan membersihkan pakaiannya sendiri. Kemudian berjalan menuju kelasnya yang kalau tidak salah ada di lantai dua, meski Zalfa tidak tahu pasti di mana lokasinya.
Sejujurnya Zalfa ingin bolos jam pelajaran, tapi mengingat keadaannya, ia akan kesulitan jika harus bermain kucing-kucingan dengan petugas piket atau guru yang mungkin saja akan mengadakan razia dadakan.
"Awssstt!" Zalfa menghentikan langkahnya, kemudian mengedarkan pandangan saat mendengar suara rintihan.
Namun tidak ada orang lain di tangga tersebut. Saat ini Zalfa berada di bagian belokan tangga, ia melihat ke bagian atas maupun bawah tetap tidak ada siapa pun di sana.
"Shh ... psstt ...." Suara itu terdengar lagi, beriringan dengan tongkat bantu jalan Zalfa yang terasa seperti di dorong oleh sesuatu.
"Gue bener-bener punya indra keenam!" ucap Zalfa setengah berteriak. Ia yakin suara rintihan itu berasal dari hantu penghuni sekolah.
"Minggir!" Zalfa membulatkan matanya saat mendengar suara berat penuh kekesalan. Suara yang terdengar sangat dekat dari posisi Zalfa saat ini.
Tunggu!
Setelah menyadari sesuatu, Zalfa sontak menunduk untuk memastikan keraguannya.
Di sana ia mendapati seorang pria dengan seragam dan rambut basah tengah berusaha melepaskan tangan yang terinjak oleh sebuah tongkat bantu.
Melihat itu Zalfa langsung mengangkat tongkatnya, meski sepertinya sudah sangat terlambat karena tangan pria itu membiru dan lebam.
“Lo bisu atau gimana? Kan bisa teriak atau apa gitu? Biar gue tau!" Zalfa langsung jongkok untuk menyamakan tingginya dengan pria itu.
Pria itu tak mengucapkan sepatah kata pun, tapi ia memberikan respon melalui tatapan kesalnya yang seolah meminta Zalfa untuk bertanggung jawab.
"Iya, gue minta maaf. Meskipun gue gak salah-salah banget. Lagian ngapain, sih, lo di situ? Gue gak liat karena gue tinggi! Jadi susah kalo jalan harus nunduk-nunduk.” Zalfa membela diri.
Tapi bukannya merespom, pria itu mengabaikannya dan lebih memilih untuk mengambil buku yang berserakan di sekitarnya.
"Lo yang sabar, ya. Gue tau pasti sulit. Tapi lo harus bertahan. Gue memang gak sengaja nginjek tangan lo, tapi gue dukung lo, kok. Jadi kalo ada yang gangguin, lo bisa minta bantuan ke gue," ucap Zalfa dengan ekspresi wajah meyakinkan dan penuh wibawa.
Pria itu menatap Zalfa ngeri sekaligus bingung. Dia ngomong apa? Kira-kira begitulah yang tergambar di ekspresi wajahnya.
"Lo gak perlu malu atau takut. Gue tau lo pasti anggota BMLB, ‘kan?" lanjut Zalfa yang semakin membuat pria itu kebingungan.
Ini dia yang terlalu pintar atau Zalfa yang terlalu bodoh? Hal yang gadis itu katakan benar-benar aneh.
"BMLB?" Pria itu bertanya dengan suara pelan.
"Iya, Barisan Murid Langganan Bully."
Bully? Batin pria itu bertanya.
Siapa yang Zalfa maksud langganan bully?
KAMU SEDANG MEMBACA
Minus A
RomanceJudul sebelumnya : The Bad Students Taukah kalian disebut apa orang yang hidup menyedihkan, namun dipaksa bertahan tanpa merasakan kebahagiaan? Orang-orang itu disebut Minus A. Mereka berpikir bahwa hidup hanya tentang menjalani takdir yang memuakk...