Zalfa pikir hari ini ia bisa menikmati kehidupan tenang disekolah seperti gadis baik-baik. Tapi sepertinya itu hanya harapan belaka, bahkan ketika baru memasuki gerbang Zalfa sudah dihadiahi banyak tatapan penasaran dari orang-orang.
Meski beberapa diantaranya bertingkah seolah mereka tidak sengaja menoleh atau berpapasan dengan Zalfa, namun sisanya malah terang-terangan memperhatikan.
Tidak berhenti disana, dikelas pun Zalfa mendapat banyak gangguan, mulai dari disuguhi banyak pertanyaan mengenai luka yang dimilikinya, keberanian membalas Kimberly, hingga lanjutan pertanyaan mengenai adegan bergandengan dengan Vilio di depan kelas.
Meskipun tatapan dan sikap mereka sama menyebalkannya dengan Kimberly dan Cabe-cabean lainnya, tapi mereka terlihat lebih bersahabat dan bisa di ajak berbicara, meski ujung-ujungnya hanya akan berakhir dengan perdebatan kecil.
Tapi diantara semuanya, gangguan yang paling menyebalkan adalah, pria ini. Teman semeja Zalfa yang sedari kemarin tidak berhenti merengek padanya untuk hal-hal kecil. Dan dia sangat berisik, meskipun wajahnya sangat bagus untuk dilihat, tetap saja sikapnya sangat menggangu.
"Gue laper," ucapnya sambil menarik-narik lengan baju Zalfa. Gadis itu balas menghembuskan nafas pelan, kemudian menoleh pada pria dengan wajah imut yang tengah menidurkan kepala pada meja.
"Makan tuh meja biar kenyang," sinis Zalfa yang kembali lanjut bermain ponsel.
"Zal," panggilnya lagi.
"Eh Diego! Lo kan punya kaki, punya tangan, punya otak juga, ya lo pergi sendiri lah ke kantin, nyari makan atau doa supaya malaikat maut nyabut nyawa lo biar kaga nyusahin gue," sinis Zalfa sambil bangun dari tempat duduknya.
"Susu pisang ya Zal," ucap Diego yang di balas Zalfa dengan cibiran.
"Dih, siapa juga yang mau kekantin, gue mau ke toilet, kalo lo mau ntar gue bawain jeruk peras," ucap Zalfa yang langsung membuat Diego memasang wajah jijik.
"Gausah balik deh sekalian," sinis Diego sambil mendorong Zalfa pelan, agar gadis tersebut segera menghilang dari pandangannya.
"WOI KANIA! SI DIEGO KATANYA LAPER NOH TAPI DIA KAGA MAU KEKANTIN SENDIRIAN," teriak Zalfa sebelum keluar kelas. Gadis bernama Kania yang tadinya sedang bercermin sambil memperbaiki tatanan rambut tersebut seketika berdiri dan menoleh pada Diego.
"Eh Diego bener ya kata Zalfa? Mau kekantin bareng gue ga? Gue juga laper nih tadi belum sempet sarapan," ucap Kania dengan wajah yang berseri-seri, membuat Zalfa menahan tawa, terlebih melihat reaksi Diego yang langsung memasang ekspresi seolah berkata 'ogah najis' pada siswi yang ia ketahui sangat menyukainya tersebut.
Diego langsung menoleh pada Zalfa yang memasang wajah tanpa dosa, kemudian langsung menghilang di balik pintu. Entah bagaimana kejadian awalnya, setelah memperkenalkan diri di depan kelas dan diminta duduk di satu-satunya kursi tersisa yaitu di sebelah Diego, Zalfa dan pria bermata sayu tersebut langsung menjadi akrab. Meski terkadang sikap Diego yang malas bergerak membuat ia terus-terusan merengek pada Zalfa agar membantunya.
Meski begitu Zalfa langsung merasa cocok dengan Diego, terlebih entah bagaimana caranya cowok tersebut bisa menebak dengan baik apa yang Zalfa pikirkan. Padahal hampir semua orang dikelas mengatakan bahwa Diego sangat kaku dan ketus dalam berbicara, tapi entah bagaimana cowok tersebut menjadi sangat manja dan juga berisik saat bersama Zalfa.
***
"Yaudah Zalfa, sekarang kamu bisa duduk di kursi kosong sebelah sana ya, di sebelah Diego." Guru perempuan tersebut terlihat menunjuk seorang peai yang tengah menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan di atas meja."Okee, makasih," balas Zalfa yang langsung memapah tongkatnya untuk menuju tempat duduk yang disediakan.
Setelah menduduki kursinya, Zalfa menoleh singkat pada pria dengan rambut hitam dan sediikit ikal di sebelahnya. Feeling gue mukanya ancur nih, makanya gada yang mau duduk disini. Batin Zalfa mencoba menerka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minus A
RomanceJudul sebelumnya : The Bad Students Taukah kalian disebut apa orang yang hidup menyedihkan, namun dipaksa bertahan tanpa merasakan kebahagiaan? Orang-orang itu disebut Minus A. Mereka berpikir bahwa hidup hanya tentang menjalani takdir yang memuakk...