BAB 2
Pagi hari aku berangkat ke sekolah. Masih setia ditemani sepedaku aku mengayuh dengan semangat.
Shinta sudah berangkat lebih dulu. Ia memang paling semangat ke sekolah. Pertemuan pertama biasanya diisi dengan perkenalan dan materi yang santai saja.
Tapi Shinta sudah belajar beberapa bab di sela waktu liburan. Catatanku di kelas lalu pun ikut raib dipinjamnya.
Sampai di depan gerbang sekolah aku menuntun sepedaku. Beberapa guru berdiri berjajar di sisi kanan sedang sibuk berjabat tangan dengan murid-murid.
Suara motor Galang, sahabatku, terdengar dari arah belakang. Semakin melambat berjejer menyamai jalanku.
"Woi." Seru Gilang menepuk pundakku.
"Tumben dateng mepet."
"Di jalan rame banget."
Aku mengangguk.
"Parkir di mana?" tanyaku ketika kami sudah mendekati tempat parkir.
"Tempat biasa aja."
"Oke." Jawabku.
Tempat parkir sekolah kami ada di sisi kanan. Berbatasan dengan gedung universitas sebelah.
Dengan pintu sedikit serong dan jalan yang sempit, bayangkan saja seperti memasuki sebuah gang di perkampungan. Hanya sedikit lebih lebar.
Jalannya licin karena tanah di bagian depan setiap hari selalu terkena tetesan air AC. Dan parahnya parkir sepeda ada di barisan paling depan.
Tak jarang banyak yang tergelincir di sana. Sebenarnya sekolah kami ini kekurangan lahan.
Tempat parkir ini sebenarnya tanah milik universitas sebelah yang disewa oleh sekolahku karena kepala sekolah kami berteman baik dengan salah satu pihak universitas. Konon katanya seperti itu.
Aku memarkirkan sepedaku sebisa mungkin menghindari tetesan air AC. Galang memarkirkan motornya di sebelahku.
"Kita taruh tas di depan kelas dulu saja. Nanti selesai upacara kita cari tempat duduk."
"Boleh."
Aku dan Galang berjalan bersama mencari kelas baru kami.
"Kamu bawa topi dan dasi kan?"
Aku menoleh kemudian melotot ke arahnya. Apa dia bilang? Dasi dan topi.
"Aduh." Aku menepuk jidat.
"Sepertinya tertinggal." Lanjutku.
Kami sudah sampai di depan kelas. Galang membuka pintu kelas yang sudah sepi dari penghuni. Kuletakkan tas di atas meja depan dan mencari-cari dasi juga topiku.
Aku selalu meletakkan dasi dan topi di bagian belakang tas.
"Ku coba bantu cari deh Ndre. Kebangetan kamu ini." Galang ikut mencari dan mengeluarkan semua isi tasku.
"Iya."
"Biasa kamu taruh di sini kan?" Galang memasukkan tangannya ke sela tas di bagian belakang. Ternyata bagian bawah tas sekolahku sobek jadi mungkin saja topi dan dasiku terjatuh di jalan.
Aku hanya menjawab dengan anggukan. "Yasudahlah ayo kita ikut upacara keburu mulai." Ajakku.
"Kena poin dong."
"Mau bagaimana lagi. Udah buruan." Dengan santai aku mengangkat kedua bahuku lalu melenggang keluar kelas.
Kami berlari melewati koridor kelas. Upacara sudah hampir dimulai. Barisan kelas telah tertata rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinda
Teen FictionAndre, lelaki yang tak pernah berpacaran bertemu dengan seorang gadis yang berhasil menggetarkan hatinya. Namanya Dinda, primadona di kelasnya. Selain pandai dan cantik Dinda adalah gadis yang lembut. Andre memberanikan diri untuk menyatakan perasa...