💕 Soda

5.1K 438 63
                                    

Zaidan bilang hari ini ia akan menemani Inaya, tapi kenyataannya Zaidan hanya membawa semua pekerjaanya ke rumah. Sebab sejak tadi ia terus sibuk dengan kertas dan laptop di atas meja. Selain menjadi apoteker penanggung jawab di Apotek Assyifa, kini Zaidan juga bekerja sebagai apoteker penanggung jawab di sebuah distributor obat. Hal itu membuat Zaidan jadi semakin sibuk belakangan ini. Selain semua berkas perihal pergantian apoteker di Apotek Assyifa, Zaidan juga sekarang harus membenahi perihal perizinan distribusi obat ke apotek-apotek karna rupanya apoteker sebelum Zaidan tidak merekap data-datanya dengan rapi.

Inaya mendecak kesal, ia kembali memindahkan chanel televisi. Dan pilihannya jatuh pada acara masak-masak, sepertinya seru. Sialnya, baru sebentar nonton malah langsung iklan.

Mata Inaya terpaku ke layar televisi yang menampilkan seorang gadis meminum soda. Soda yang dicampur es batu itu diminum siang-siang, menggiurkan. Warna merahnya seolah memanggil mata Inaya untuk terus memperhatikan iklan soda itu.

Inaya menelan salivanya dengan kasar. Entah kenapa Inaya jadi tergoda. Minuman soda dengan warna merah menyala itu terlihat sangat nikmat dan segar diminum. Matanya kembali melirik Zaidan.

Inaya tahu, sangat tahu jika mengkonsumsi soda tidak dianjurkan bahkan ada yang bilang dilarang untuk ibu hamil. Apalagi masa kehamilan Inaya sekarang ini masih sangat muda, baru delapan minggu. Minta izin pada Zaidan sama saja minta dimarahi. Lebih baik beli sendiri, lagi pula Inaya cuma mau sedikit. Tidak akan bahaya.

"Mmm ... Mas?"

"Apa?"

"Naya, mau keluar sebentar ya."

Zaidan mengernyit tangannya yang semula bermain di atas keyboard kini berhenti. Matanya melirik Inaya yang mulai berdiri. "Ke mana?"

"Jalan-jalan," sahut Inaya. "Lagian dari tadi juga Naya dicuekin terus kan. Mending jalan ke taman."

Zaidan mengatur laptop dengan mode sleep, ia menutup benda itu kemudian merapikan kertas-kertas resep yang bertebaran.

"L-lho? Mas kenapa malah rapi-rapi?"

"Kamu mau jalan-jalan kan?"

Kalau begini caranya sama aja bohong. "Naya jalan-jalan sendiri aja."

"Tadi katanya nggak mau dicuekin, sekarang saya temenin malah nggak mau."

Inaya meringis. "Udah Mas lanjutin aja. Lagian kan kerjaan Mas banyak, Naya cuma mau beli cokelat aja kok."

"Bukannya di kulkas masih banyak."

Sepertinya Zaidan benar, sesekali Inaya harus melatih otaknya agar cerdik sedikit. "Sama mau beli camilan."

Tangan Inaya menyentuh bahu Zaidan, mengarahkan agar kembali duduk di sofa. "Mas duduk aja di sini, biar Naya beli sendiri. Lagian Naya belanjanya lama lho, yakin mau nemenin?"

Zaidan menatap Inaya sebentar kemudian kembali membuka laptop. "Yaudah, jangan terlalu lama."

Berhasil! Inaya bersorak dalam hati. Seyumnya terlukis lebar. "Mas mau titip apa?"

"Nggak usah, beli yang kamu mau aja."

"Oke." Inaya masih mempertahankan senyuman lebarnya. Ia berjalan dengan semangat ke kamar, mencari-cari baju dan tas.

Minuman segar aku datang!

***

Inaya tersenyum senang ketika sebotol minuman soda sudah ada di tangannya. Dan lagi, kasir dengan sangat baik hati membantu Inaya memuka segel botolnya. Inaya jadi tak perlu repot membuka segel botol.

Sekarang ini ia duduk di taman, tepat di bawah pohon yang rindang. Sebotol minuman soda tampak begitu mengiurkan, dengan senyum yang masih mengembang Inaya mengangkat botol itu untuk meminumnya.

A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang