Bagaikan kesatria Sparta dari zaman Yunani Kuno, Sabri Noorfathia mengenakan helm American football dan bersiap. Lambang gunung berapi tampak mencolok abu-abu dengan lahar merah pada warna hitam mengilap pelindung kepala tersebut. Bahu tampak bengkak oleh lapisan pelindung tebal yang dilapisi seragam jersey bernomor 22. Di depan, logo tim bersanding tulisan Lava Rocks, sementara di belakang adalah nomor dan nama belakang gadis itu.
Ia membungkukkan badan dan menaruh kaki kanan di depan sebagai ancang-ancang. Duri buatan sepatu cleat ditancapkan pada lapangan rumput hijau. Mata berkantong tebal menatap dari balik besi jeruji pelindung wajah yang khas. Keduanya mengamati semua pergerakan, baik rekan satu tim maupun lawan.
Ia berdiri di pinggir kanan lapangan tersebut, sementara barisan pemain utama berhadapan langsung dengan lawan di tengah sebagai ritual permulaan babak. Hanya dirinya yang merupakan perempuan. Mereka jongkok dan satu orang, sang kapten tim, menaruh bola lonjong tepat di bawah bokongnya. Lawan tidak tahu apakah ia akan mengoper ke belakang atau melempar jauh.
Sabri terus mengobservasi musuh. Ia bisa saja lari menuju ujung lain lapangan, tetapi akan ada masalah. Salah satunya si cowok bongsor yang suka menjegal pelari cepat sepertinya.
Sabri tahu pemain itu. Kalau dirinya berhasil dijegal, sudah pasti bukan hanya menindih yang akan ia lakukan selagi sempat. Tangan besar suka menjelajah berbagai daerah terlarang.
Gadis itu menggosokkan kaki depan sekali. Ia sudah punya rencana untuk mengatasinya. Sekarang adalah saatnya untuk berfokus pada bola lonjong. Si quarterback sekaligus kapten tim menyerukan kode rahasia, "53 is the Mike!"
Lah, aku merasa ditelantarkan, pikir Sabri. Kode tersebut adalah perintah untuk memusatkan konsentrasi tim pada pemain lawan nomor 53. Pemain yang besar, tetapi bukan yang mampu menghalangi jalan Sabri. Pemain itu bernomor―
"53 is the Mike! Down 31 only one!" Kode selanjutnya diumumkan, membuat Sabri mengangkat alis dan tersenyum. "Crimson 66, Crimson 66! Set, hut!"
Pertandingan dimulai. Barisan pemain penyerang beradu badan berusaha mendorong barisan pemain pertahanan lawan. Kapten tim membuat gerakan menipu seolah ia akan mengoper bola ke belakang, tetapi sebenarnya ia terus menggenggamnya. Pemain blokade musuh mulai berdatangan setelah menghindari rekan-rekan sang kapten. Bola pun dilempar tinggi.
Tepat ke arah Sabri. Gadis itu melompat dan mendapatkannya. Tidak ada waktu berpikir lebih jauh. Gadis itu berpatokan pada ingatan strategi yang sudah disebutkan sebelum pertandingan. Kaki kurus nan panjangnya berpacu maju pada lapangan.
Di segala penjuru lapangan, rekan-rekannya menjatuhkan pemain lawan satu per satu. Itulah arti kode terakhir sang kapten. Ia membebaskan Sabri dari ancaman semua pemain lawan kecuali untuk satu orang. Si bongsor berlari dengan badan besarnya seperti badak mengamuk.
Perbedaan utama antara pemain itu dengan seekor badak adalah badak cenderung seimbang karena ditopang empat kaki. Sabri berlari menuju zona akhir di mana skor akan dicetak, tetapi ia juga melenceng sedikit. Melenceng ke arah pemain yang mungkin akan membunuhnya dengan hantaman. Pemain itu sempat terheran sebelum haus darahnya malah menjadi-jadi. Ia menjulurkan kedua tangannya. "Aku akan menikmati meraba jersey-mu, Mbak Manis."
Ia menggumam, tetapi dengan suara yang cukup jelas hingga terdengar Sabri. "Lebih baik kamu raba ini saja!" serunya menyeruduk lebih rendah sehingga bahu kanan mendorong pergelangan kaki lawan. Dengan menghilangkan kestabilan langkah, gadis itu dengan mudahnya menjatuhkan pemain bongsor hingga tersungkur telak di rumput lapangan setelah bergulung dua kali.
Sabri bersiul penuh semangat karena berhasil menghancurkan musuh. Perhatiannya terlalu terpaku pada pemandangan indah si bongsor yang menungging sehingga tidak melihat satu pemain lain mendatanginya. Ia sekejap tercekik oleh pelukan erat di leher. Giliran Sabri sekarang yang kehilangan pijakan dan terjatuh. Ia bergulung-gulung bersama pemain itu sebelum berhenti tepat di perbatasan garis zona ujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Rose for Heroes
Science FictionSuperhero itu benar-benar ada, begitu pula iblis yang mereka lawan. Dua tahun lalu, kelompok penyihir jahat Narakavanshi menyerang seluruh penjuru dunia dengan kapal-kapal raksasa Armada Jagal. Haus akan pembalasan dendam karena telah dipenjara di B...