III

60 3 0
                                    

Beruntung minggu ini ada tanggal merah di hari sabtu. Yang artinya weekend selama dua hari. Selama dua hari ini, akan aku habiskan waktu untuk bersenang-senang; bermain game, membaca komik, memesan makanan sepuasnya, dan tidur sepuasnya. Awalnya itu rencanaku.

"Riyo, cepat!" ucap Roman yang sudah berdiri di pintu masuk jungle land.

"Iya." sahutku dengan nada datar.

Hanya karena dia ingin bertemu seseorang, semua rencana bahagiaku gagal terlaksana. Jika saja dia bukan sahabatku dari kecil, tidak akan mau aku melakukan semua ini.

"Kenapa harus ngajak gua," ucapku sambil berjalan di belakang Roman.

"Karena gua ngga mau sendirian," sahutnya sambil tersenyum lebar. Senyum yang tidak merasa salah sama sekali, karena sudah menghancurkan kebahagiaan seseorang di hari libur.

"Terus, gua harus jadi kambing conge yang nemenin orang pacaran?" ucapku, menatapnya dengan kesal.

"Enggak kok. Lu enggak akan sendiri, tenang aja," ucapnya sambil celangak-celinguk. "Sini, Roy," sambungnya seraya duduk di bangku panjang yang ada di pinggir jalan jungle land.

Kami menunggu dan tetap menunggu, sampai seseorang berteriak memanggil nama Roman. Seketika aku terdiam dengan wajah terkejut; bagaimana mungkin aku tidak terkejut, yang memanggil Roman adalah Reina. Gadis yang baru pindah ke sekolahku kemarin--maksudku sekolah tempat aku belajar. setelah saling sapa kami berjalan untuk mencari wahana yang seru. Reina datang bersama temannya, wanita yang ingin Roman dekati. Mereka berjalan sedikit jauh di depan kami.

"Hey, Roman!"

"Kenapa? Kaget yaa," ucap Roman menggodaku.

"Kenapa ... Maksud gua, kenapa lu bisa akrab sama dia?" tanyaku kebingungan.

"Reina! Namanya Reina Rose. Lu bisa panggil dia Reina," jelas Roman sambil mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku.

"Romania! Gua nanya!" ucapku sedikit kesal.

"Kemarin gua lihat dia bersama temannya. Gua coba minta tolong sama Reina untuk ngenalin gua ke temannya."

"Terus, apa kabar Rina?" tanyaku dengan wajah datar.

"Tenang aja. Kan Rina sama temannya Reina beda sekolah, jadi gua aman," jawabnya diiringi tawa yang menyebalkan.

"Kenapa dia mau yaa diajak kenalan sama lu," ucapku sambil melirik ke arah kiri.

"Gua kan, Roman. Siapa sih yang enggak mau kenal gua," katanya sambil menyisir rambutnya ke belakang.

"Sombong amat!" ucapku dengan nada kesal.

*****

Mungkin kalian belum terlalu kenal denganku. Namaku, Riyo Fenderson. Roman selalu memanggilku Roy--walau tidak ada hubungannya dengan namaku--tapi itu sudah jadi panggilan sejak kecil. Kami bersahabat dari SD. Lebih tepatnya, aku bertemu dengannya saat aku memergokinya mencabut bunga di meja guru. Saat itulah kami mulai kenal dan akrab.

Roman dia sahabatku sejak kecil, seperti yang aku katakan tadi. Nama lengkapnya, Roman Adelio. Aku selalu memanggilnya Roman atau Romania. Orang yang energic, baik, mudah bergaul, dan humoris. Itu yang bisa aku katakan tentang dia. Soal fisik, dia memiliki wajah tampan, mata coklat terang, rambut ikal berwarna coklat, dan memiliki senyum yang cukup manis. Tapi ada satu yang selalu menjadi bahan ejekanku untuk dia. Dia kecil, bahkan tingginya hanya sebahuku.

Sedikit perkenalan dariku untuk kalian.

*****

Kami menikmati setiap wahana yang ada. Maaf, maksudku mereka. Mereka sangat menikmati setiap wahana yang ada. Aku tidak terlalu menikmatinya, karena pikiranku selalu tertuju ke rencana weekend yang sudah aku rancang dari malam. Semua itu hancur sejak Romania menyerang. Tapi, ada satu hal yang aku nikmati hari ini; senyuman Reina yang sangat manis, menurutku. Hanya itu yang aku pandangi sejak bertemu dengannya.

Saat matahari mulai menyerang dengan panasnya yang sangat luar biasa, kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Beruntung aku menemukan cafe unik dengan dekorasi pantai dan poster kelapa yang besar, berkibar layaknya bendera negara. Menu utama adalah es kelapa segar--es favoritku tentunya--tanpa pikir panjang aku menggiring mereka menuju cafe itu.

Duduk saling bersebelahan dengan posisi yang membuatku sangat gugup. Aku duduk bersebelahan dengan Reina, senang dan gugup bercampur aduk, seperti es campur. Roman sangat menikmati saat berbincang dan bercanda bersama Tia. Aku hanya bisa mengaduk-ngaduk es kelapa sambil memperhatikan senyuman Reina yang terlihat sangat senang melihat sahabatnya bersama Roman. Seketika Reina langsung melihat ke arahku. Aku menundukan wajahku dengan cepat.

"Ayo kita pergi," bisik Reina dengan pelan.

"Kemana?" ucapku yang masih menundukan kepalaku.

"Udah aja ayo!" katanya sambil menggenggam tanganku dan berdiri. "Kami pergi dulu yaa," Sambungnya langsung berjalan sembari menarik tanganku.

Aku gugup, grogi, panik, malu, hanya bisa diam tanpa berkata apa pun. Reina terus berjalan sambil menggenggam tanganku. Setelah berjalan cukup jauh dari cafe tempat kami beristirahat. Reina melepas tanganku, dan merentangkan tangannya ke atas.

"Kita harus membiarkan mereka berduaan," ucap Reina seraya celangak-celinguk.

"Iya," kataku sambil memandangi tanganku yang baru digenggam Reina.

"Kita ke rumah hantu, mau?" ajak Reina sambil tersenyum manis.

Aku hanya mengangguk tanpa berkata apa pun. Apa ini juga rencana Roman? Dia membiarkan aku bersama Reina. Pasti. Ini pasti sesuatu yang sudah dia rencanakan. Entah aku harus marah atau berterima kasih. Yang pasti, aku sangat senang bisa berduaan dengan Reina. Aku terus memandangi Reina dari belakang; dia terus berjalan sambil melompat kecil dan bernyanyi lagu pelangi. Smart dan gemesin, itu yang aku pikirkan tentang Reina.

"Siapkan nyalimu, Reina!" teriaknya sambil berdiri di depan pintu masuk rumah hantu.

Sontak teriakan itu menarik perhatian orang yang ada di lokasi. Reina bahkan tidak mempedulikan pandangan dari orang-orang. Kami terus berjalan, sampai masuk ke dalam rumah hantu. Awalnya dia sok berani. Tapi, saat di dalam rumah hantu.

"Riyo, aku takut!" teriaknya yang terus menerus dia keluarkan dari mulutnya.

Reina terus berteriak sampai keluar dari rumah hantu. Satu hal yang bisa dibilang keberuntunganku; Reina terus memeluk tanganku dari masuk sampai keluar rumah hantu. Reina terus mengajakku untuk mencoba semua wahana yang ada. Terlarut dalam kesenangan, waktu berlalu begitu cepat. Langit sudah menunjukan warna orange yang indah. Terlihat Roman sudah menunggu di depan pintu keluar bersama Tia.

Mungkin ini bukan weekend seperti yang aku rencanakan. Tapi, aku sangat berterima kasih kepada Roman. Karena dia memberikan weekend yang lebih menyenangkan dari rencanaku. Mungkin aku akan memberikan coklat berbentuk love, untuk tanda terima kasih kepada Roman. Satu hal yang masih aku lakukan, bahkan saat aku sudah di rumah. Aku terus melihat tanganku yang tadi digenggam Reina sambil senyum-senyum sendiri. Mungkin aku akan mendapatkan mimpi yang indah, aku berharap.

Waktu BersamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang