"Bagaimana?" tanya Roman yang berdiri di sampingku.
"Apanya?" Balasku balik bertanya tanpa menengok ke Roman.
"Hubungan kalianlah, lu udah nembak dia?" ucap Roman yang berdiri di sampingku.
"Nembak? Gila kali! Baru juga kenal," sahutku dengan nada sedikit tinggi.
"Ngaku aja ngaku," goda Roman seraya mencolek-colek bahuku.
"Roman! Kita lagi upacara," kataku.
Roman hanya tertawa dan terus menggodaku. Aku bahkan tidak merespons godaannya, karena ku tahu itu hanya akan menarik perhatian prajurit yang memantau upacara ini. Setiap hari senin seluruh tingkatan akan di gabung untuk melakukan upacara bendera merah-putih. Dan artinya semua kelas tiga harus masuk pagi. Sebenarnya hari senin adalah hari favoritku, karena tidak ada jadwal pelajaran lain selain olahraga. Seluruh ruang kelas digunakan oleh kelas satu dan dua, itu sebabnya kelas tiga terlantar dan hanya bisa melakukan olahraga di lapangan.
Roman masih terus menggodaku, sampai telinganya ditarik oleh salah satu guru yang sedang memantau berlangsungnya upacara.
"Masih mau berisik?" tanya Pak Welman. Pak Welman adalah guru ter killer, tergalak, ter danger, terberbahaya, pokoknya guru yang wajib dihindari dan sangat dilarang keras membuatnya marah.
"Enggak, Pak! Enggak!" ucap Roman kesakitan.
Aku hanya bisa menggeleng kepala saat semua mata pelaksana upacara tertuju pada Roman. Para guru dan murid yang kenal dengan Roman tidak terkejut melihat hal ini. Jelas saja, Roman adalah murid yang memiliki catatan terburuk di sekolah. Dia sering bolos, membuat masalah, berkelahi, merusak properti sekolah, dan mengganggu murid yang lain. Itulah Roman, tapi dia tetap sahabat terbaik yang aku miliki.
Seperti yang aku katakan tadi. Setelah upacara selesai, semua kelas tiga terlantar. Hanya bisa berteduh dalam bayangan pohon dan duduk manis di lorong sekolah. Hanya ada beberapa murid yang melakukan kegiatan olahraga di lapangan. Tentu aku berada di bawah bayangan pohon, menolak untuk terkena panasnya matahari. Bukan aku membencinya, hanya saja aku... Tidak tahan dengan cuaca panas. Karena akan membuat tubuhku berkeringat; menjijikan bagiku.
Roman sangat menikmati suasana ini. Terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang terus memperhatikan murid wanita bermain raket. Entah apa yang diperhatikan Roman. Yang pasti aku sedikit kesal dengan ekspresinya.
"Roman! Sini kamu," ucap pak Welman yang berdiri di tengah lapangan.
Aku tidak mengerti kenapa mereka bisa bertahan di bawah sinar matahari yang menyengat kulit. Aku bahkan tidak bisa bertahan lebih dari tiga puluh menit--bahkan itu waktu terlama--jika aku harus berdiri di tengah lapangan.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Reina sembari duduk di sampingku.
"Hanya menghindari sinar matahari," jawabku yang hanya melirik Reina.
"Roman sangat bersemangat, yaa."
"Iya."
"Kalian berteman dari kecil kan?" ucap Reina sambil melihat wajahku.
"Iya," sahutku sambil membuang pandangan ke arah kanan.
"Kira-kira dia suka enggak sama aku?"
"Siapa?" Sontak, aku bertanya dengan wajah terkejut.
"Roman," ucapnya sambil melihat Roman.
Aku hanya terdiam beberapa detik sambil memperhatikan Roman. "Entahlah," ucapku. Aku langsung menundukkan kepala dan tidak berani melihat Reina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Bersamanya
Teen FictionAku merasakan cinta pada pandangan pertama. Namun, aku tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Bagiku saat-saat bersamanya sudah sangat membuatku bahagia. Melihat senyumnya, mendengar tawanya, merasakan sentuhannya. Andai saja, aku bisa me...