4. Mulai dekat

18 1 0
                                    

"Tadi Dini minta jepitan kaya yang lo pake sekarang. Besok habis latihan temenin gue beli ya?"

Hilya terpaku, "Hah?"

"Iya besok abis latihan temenin gue beliin jepitan yang lo pake buat Dini."

"Abangg!!" Panggilan Dini menginterupsi percakapan singkat mereka, Hilya menghembuskan napas lega, setidaknya Dini bisa mengalihkan perhatian Danish dan ia bisa menetralkan detak jantungnya yang menggila sedari tadi.

"Apa Din?"

"Dini mau main ke rumah Kak Jiya, Abang pulangnya sama kakak cantik aja ya."

Danish mengalihkan pandangan ke Aezya meminta penjelasan. "Adek lo pengen minta boneka dirumah gue. Gue punya banyak boneka dari kado ultah gue, trus nggak guna juga kalo ujung-ujungnya numpuk digudang. Masih baru kok, belum gua bukain."

"Trus lo sekarang bawa motor apa mobil?"

Aezya merogoh saku celananya dan menunjukkan kunci mobilnya. "Mobil, udah lo tenang aja, adek lo aman sama gue. Lo kalo mau pulang sama Hilya aja, apa mau nonton dulu apa ngapain gek."

Hilya langsung menekan kaki Aezya, sahabatnya memang gila. Ia tak bisa berlama-lama bersama Danish, dia bisa mati muda.

"Yaudah deh, ntar gue ngomong sama Bunda gue. Hilya pulang bareng gue aja." ucap Danish.

"Asik! Ayo Kak Jiya kita ke rumah kakak!" Dini sangat bersemangat dengan Aezya. Sedangkan Hilya masih berpikir apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

"Baik-baik ya kalian. Danish, jagain temen gue ya." Danish mengangguk menyanggupi pesan Aezya.

Dini dan Aezya keluar dari restoran. Danish langsung berdiri dan mengajak Hilya pergi. "Ayo keluar, lo mau kemana dulu?"

"Ini Mama gue nitip belanjaan di supermarket." ucap Hilya sambil menyerahkan kertas berisi daftar barang yang harus ia beli.

"Oh, gampang ini mah, sering gue ke supermarket buat beli kebutuhan rumah. Ayo." Danish langsung meraih pergelangan tangan Hilya dan menggenggamnya. Hilya yang kaget dengan perbuatan Danish hanya bisa diam dan mengelus dada, ia berharap detak jantungnya ini bisa bertahan lebih lama lagi.

✨✨✨

"Gula, tepung, terus apalagi Hil?" Danish sibuk dengan bahan makanan sedangkan Hilya memegang troli dan kertas list barang. Keadaan ini sebenarnya terbalik dari yang seharusnya, tapi disini yang merasa semangat hanya Danish jadi Hilya hanya menjawab apa yang ditanyakan Danish.

"Kecap, gula halus, coklat batangan. Banyak banget subhanallah."

"Hahahaha, lo beda ya Hil, biasanya cewek semangat banget buat ke Mall. Tapi lo mukanya ditekuk terus kaya korban paksaan." Danish terus tertawa hingga pengunjung supermarket yang didekat mereka memperhatikan.

"Nish jangan kenceng-kenceng ketawanya, malu diliatin orang." eluh Hilya. Ia mulai risih dengan tatapan aneh orang-orang.

Danish berusaha mengontrol tawanya, "abisnya lo lucu sih, cewek biasanya suka nge-Mall tapi lo nggak suka."

Udahan dong, kapan pulang? Sakit jantung gue. ucap Hilya dalam hati. Danish terus saja melontarkan kata-kata yang membuat detak jantung Hilya yang awalnya normal menjadi cepat.

Mereka berkutat di supermerket selama 1 jam. Hilya mengetahui satu keunggulan lain dari Danish: dia sangat selektif memilih bahan makanan. Berbeda dengan Hilya, jika ia melihat nama gula, ia langsung mengambilnya karena tujuan ia ke supermarket adalah berbelanja dengan cepat supaya ia bisa pulang.

Danish, cowok itu benar-benar teliti, ia bahkan melihat informasi gizi dibalik kemasan. Hilya makin takjub dengan cowok itu. Bukan hanya itu saja, Danish bahkan masih memikirkan es krim kesukaan Dini—adiknya.

"Udah semua kan? Ayuk pulangg."

Danish tidak menghiraukan eluhan Hilya, ia masih sibuk mengecek semua barang dengan list belanja. "Udah semua, ayo ke kasir."

Danish yang semula ingin menata barang di kasir, langsung di gantikan oleh Hilya. Gadis itu tidak mau harga dirinya terinjak hanya karena urusan yang biasa dikerjakan perempuan. Ia juga tak mau menambah kadar kekaguman dihatinya karena apa yang Danish lakukan.

"Mbak sama Masnya pacaran ya? Cocok banget loh."

Hilya mendongak kaget sedangkan Danish tersenyum hampir tertawa. "Enggak Mbak, cuman temen." Hilya mencoba menanggapi petugas kasir dengan santai. Detak jantungnya tidak bisa diajak berteman dengan situasi sedari tadi.

Sedangkan dibelakangnya, Danish terus saja tertawa kecil. Sepertinya cowok itu senang melihatnya dipermalukan. Kenyataannya satu: jangan hanya lihat rupa, lihat hingga kedalamnya. Tampan tapi senang mempermalukan perempuan untuk apa?

"Nggak lucu sumpah." Kalimat penuh penekanan dari Hilya langsung membungkam suara Danish. Cowok itu hanya menyatukan kedua tangannya pertanda meminta maaf.

"Totalnya 650 ribu Mbak."

Disaat Hilya merogoh sling bag-nya untuk mengambil kartu kreditnya. Danish sudah lebih dulu memberi kartu kreditnya kepada petugas kasir.

"Gue aja yang bayar."

Hilya langsung menekuk wajahnya, "enak aja, ini semua belanjaan gue. Lo tadi udah repot bantuin."

Hilya langsung memberikan uangnya kepada petugas kasir, tetapi kartu kredit Danish sudah terlanjur terpakai untuk membayar belanjaan Hilya.

"Loh Mbak, kok bayarnya pake kartu kredit temen saya? Ini belanjaan saya Mbak."

"Oh, maaf Mbak, tadi kartu kreditnya yang dikasih duluan, jadi saya segera menggunakannya. Antriannya masih panjang Mbak."

Hilya pasrah. "Yaudah Mbak."

Selepas pembayaran di Supermarket, Danish mengajak Hilya untuk menonton film baru yang tengah tayang dibioskop.

Danish yang sedari tadi menenteng dua kantung plastik berisi belanjaan Hilya tiba-tiba berhenti sejenak, ia merasakan keram ringan di lengannya.

"Loh Dan, kok berhenti? Tangan lo kenapa?" Hilya ikut meringis melihat Danish yang terus saja berusaha untuk memijat lengan kanannya.

Tangan Hilya tergerak untuk memijat pelan lengan Danish. "Aduh!" Teriakan Danish menghentikan jari-jari Hilya yang baru saja menekan pelan titik-titik tertentu di lengan Danish.

"Masih keram? Jangan ditekuk tangannya, masih kaku." 

"Kok lo tahu?"

Hilya melepas lengan Danish, karena ia merasa keram Danish sudah hilang. "Gue sering kaya gini pas awal-awal masuk Badminton."

"Oh, makasih ya."

Setelah dirasa Danish tidak merasakan sakit, Hilya melepaskan tangannya yang semula memijat pelan tangan Danish. Ia baru sadar, ia melakukan hal yang tidak pernah ia perbuat sebelumnya. Ia pertama kalinya sengaja memegang tangan seorang cowok dengan kehendaknya sendiri.

Duh kok gue makin nekat gini ya?

--------------------
A/n: Subhanallah udah berapa abad ku nggak apdet? Hampir setahun ya? Maafin aku ya readers kesayangan akuu :((
Ku baru masuk SMA, jadi butuh waktu buat adaptasi diri, jadi nggak megang akun oren ini sama sekali.

Karena masih quarantine bentar lagi kita mau hadapin new normal, aku bakal apdet insyaallah:)

Selamat membaca!
아녀히 계세요

Fatikhah Widya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hidden FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang