.13.

91 10 2
                                    

Putra mahkota mendapat perlakuan spesial. Berjuta-juta vampir memimpikan keuntungan itu, namun hanya satu vampir yang berharap berbeda, ia adalah Valmor.

Sejak upacara pengangkatannya ia harus mengkonsumsi tiga kantung darah dalam seminggu. Ia membenci rasa haus itu, rasa haus dan nafsu yang selalu menghantui dirinya. Dan ada lagi hal yang sangat ia benci, yaitu ketakutan saat ia berdekatan dengan Silvia. Ia takut kesadarannya menghilang hingga tanpa sadar ia akan menyerang adik angkatnya. Lebih parah lagi, ia bisa-bisa membunuhnya.

Valmor sangat mahir menyembunyikan ketakutan dan rasa hausnya hingga tidak ada satupun orang di sekelilingnya menyadari hal itu. Ia memiliki ego yang besar. Ia tidak mau terlihat lemah ataupun takut. Ia lebih memilih tersiksa di dalam agar tidak ada yang menawarkan bantuan dan memandang rendah dirinya.

Makan malam diwarnai oleh tawa dan obrolan hangat di tengah-tengah keluarga Walbarock seperti biasa. Silvia merasa senang dirinya sudah terbiasa dan bisa beradaptasi dengan cepat di tengah-tengah keluarga itu. Di tengah kesempatan tersebut, Valmor mencoba mengutarakan apa yang menganggu pikirannya selama ini.

"Sebenarnya ada yang ingin ku tanyakan pada ayah dan ibu. Akhir-akhir ini kalian selalu pergi ke pertemuan dan tidak mengatakan apapun padaku." Katanya langsung.

Valerie menatap Hollgum sejenak, berharap suaminya akan memberikan penjelasan tepat tanpa melukai hati putra mereka.

"Pertemuan itu hanya membahas hal yang dimengerti oleh para tetua saja. Jadi kau tidak perlu memikirkannya." Jawab Hollgum.

"Tapi, ayah. Aku kan putra mahkota." Ia memberikan tawa kecil agar suasana tidak canggung. "Untuk apa aku melakukan ritual kemarin dan untuk apa ada gelar putra mahkota kalau ada beberapa hal yang tidak ku ketahui? Setidaknya libatkan aku sedikit. Lagipula pada akhirnya semua hal akan dilimpahkan padaku."

"Kau masih terlalu muda dan belum siap. Kami akan melibatkanmu saat umurmu sudah cukup." Tegas Hollgum.

Valmor nampak sedikit kesal "Lalu kenapa aku.." ia terhenti saat menatap Silvia. Gadis itu nampak bingung dan canggung atas konflik meja makan pertamanya.

"Aku sudah kenyang." Ujar Valmor seraya meninggalkan meja makan.

Valerie memegangi dahinya. Ia tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Silvia yang tidak mengerti, hanya bisa mengelus pundak Valerie "Kami adalah remaja, bu." Katanya mencoba menghibur.

Selesai makan malam, Silvia pergi ke kamar Valmor. Ia mengetuk pintu dan tidak lama seorang pria bertelanjang dada membuka pintu itu.

"Ups! Maaf. A.. apa kau habis mandi?" Tanya Silvia kaget.

Valmor mengangguk malas "Ada apa?"

"Aku hanya ingin ngobrol sebentar. Yah.. Jika kau butuh teman bicara. Ngomong-ngomong kau sering menghiburku, jadi ku pikir.. Semacam balas budi.." Silvia kebingungan menjelaskan maksudnya. Ia bahkan menggaruk-garuk kepalanya.

Sambil menahan tawa, Valmor akhirnya mengangguk "Ku terima tawaranmu."

Silvia melangkah masuk dan tercengang atas apa yang ia lihat di kamar lelaki itu. Banyak buku, bantal, dan beberapa barang tergeletak di lantai "Apa ini?!"

"Luapan emosiku." Jawab Valmor datar. Ia mulai memunguti barang-barang naas itu.

"Tidak ku sangka kau seperti bocah. Marah sambil melempar-lempar barang."

Valmor terhenti dan menatap kesal gadis itu. Silvia menghentikan kegiatan memunguti barang dan memberi tatapan menantang pada Valmor "Apa? Aku sudah muak bertingkah sok baik padamu. Sepertinya mulai sekarang aku akan memperlakukan mu dengan alami."

DROP OF THE LIVING BLOOD (Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang