.14.

46 3 0
                                    

Gila. Itulah yang ada di pikiran Silvia saat ini. Ia benar-benar berpikir dirinya sudah gila karena nyaris berciuman dengan pria playboy seperti Valmor. Dan lagi, ia adalah saudaranya!

"Berengsek kau Valmor!" Gumamnya sambil bolak balik seperti setrika di dalam kamar. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri sambil menatap cermin.

"Apa yang ku pikirkan tadi? Tidak. Kenapa tadi aku tidak bisa berpikir?!"

Baiknya ia bisa menyalahkan Valmor yang sudah mencoba menciumnya tadi. Tapi ia justru memberikan respon bagus untuk keberlangsungan ciuman itu. Ia bahkan tidak tau bagaimana wajahnya nanti saat bertemu Valmor.

Silvia memegangi dadanya dan merasakan sesuatu yang teramat aneh dan mengganggu. Jantungnya berdebar hebat dan ia merasakan panas di wajah, lebih tepatnya di kedua pipinya. Ia tau perasaan ini. Silvia bukanlah gadis yang tersesat di dalam tubuhnya sendiri. Ia benar-benar mengenali diri dan perasaannya.

"Tidak. Aku tidak boleh begini." Ia bergumam mengatur nafas, tidak bisa membiarkan diri menyukai Valmor yang adalah kakak angkat sekaligus majikannya sendiri.

Namun hari-hari yang mereka lalui bersama dan juga sisi lain Valmor yang perlahan nampak membuatnya tidak bisa mengelakkan perasaannya itu. Silvia jarang sekali kehilangan kendali atas diri sendiri, tapi kejadian tadi membuatnya sadar bahwa tanpa sadar ia telah jatuh ke dalam jurang mematikan.

***

Keesokan harinya mereka bertemu di meja makan saat sarapan. Suasana menjadi kaku dan aneh diantara mereka berdua. Valerie dan Hollgum tentu tidak menyadari ada yang terjadi diantara kedua anak mereka karena terlalu sibuk mengira Valmor masih kesal atas kejadian semalam.

"Valmor. Setelah sarapan, ikut ayah sebentar." Ujar Hollgum. Valmor yang merasa tidak yakin, berlanjut mengangguk.

Silvia menatap Valmor yang langsung memberikan tatapan 'aku tidak tau apa yang ia rencanakan'. Sekejap mereka berdua melupakan kejadian ciuman semalam dan sibuk berpikir apa yang ayah mereka hendak lakukan.

Valerie berdehem "Silvia, kamu bisa berangkat sekolah sendiri dulu untuk hari ini. Nanti kakakmu akan menyusul."

"Oke, bu." Turutnya, namun kian menatap bingung kepada Valmor.

"Aku berangkat dulu." Ia mencium pipi kedua orangtuanya. Dan menepuk ringan pundak kakaknya sebelum melirik sebentar dan melangkah pergi.

Valmor mengekori Hollgum menuju basement rumah, berjalan dalam diam karena kecanggungan masih terasa diantara mereka.

Hollgum berhenti di sudut ruangan. Ia berbalik dan menatap putranya yang kebingungan dengan apa yang hendak sang ayah lakukan di sudut tembok kosong.

"Perhatikan dan hafalkan." Ujar pria paruh baya itu.

Lalu ia meraba sudut tembok tersebut dan menekan-nekan tanpa arti membentuk pola segi enam. Tiba-tiba sudut itu terbuka menjadi sebuah pintu. Valmor melongo, ternyata selama ini ada pintu rahasia di ruang basement rumah mereka. Tempat ia biasa belajar bermain billiard saat kecil.

Hollgum menatap putranya, ia tersenyum tipis melihat ekspresi itu "Terkejut?"

Valmor terdiam sejenak "Sudah berapa lama ada pintu rahasia di sini?"

"Sejak rumah ini masih berupa istana. Ribuan tahun lalu." Jawabnya seraya melangkah masuk. Seketika pintu menutup rapat tanpa celah sedikitpun.

Pintu rahasia itu mengarah ke sebuah lorong putih gelap yang lampunya memiliki sensor dan langsung menyala mengikuti langkah siapapun yang berjalan di sana.

"Tidak ada yang tau tentang ruangan ini. Hanya para penerus yang berkepentingan saja." Jelas Hollgum.

Lorong itu mengarah ke sebuah pintu baja yang terdapat mesin kode di tengahnya. Hollgum menggambar pola lalu memindai sidik jari dan bola matanya hingga alat tersebut berbunyi 'Bip!' dan seketika pintu berat itu terbuka.

DROP OF THE LIVING BLOOD (Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang