.11.

70 8 0
                                    

New Herrem City, kota yang tidak pernah tidur. Jam raksasa di tengah kota berdentang keras, menandakan waktu sudah memasuki tengah malam. Mobil yang ditumpangi sepasang kakak beradik angkat itu melaju diantara kendaraan-kendaraan lain yang masih sibuk berlalu-lalang.

"Terimakasih untuk hari ini." Ucap Silvia tulus.

"Sama-sama." Jawab Valmor. "Sejujurnya aku juga menikmati hari ini." Lanjutnya.

"Apa yang akan terjadi setelah kau meminum darah hidup?" Tanya Silvia.

"Entahlah. Orang bilang kekuatanku akan berlipat ganda dan hal menakjubkan lainnya."

"Apa kau tidak penasaran bagaimana rasanya darah hidup, setelah seumur hidup kau hanya minum darah kemasan?"

Valmor menggeleng "Selama ini aku berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Kakek dan nenekku bilang, darah kemasan rasanya tidak enak, hambar, dan bau. Tapi generasi sekarang tidak menyadarinya karena memang dari lahir kami hanya meminum darah kemasan."

"Apa kira-kira nanti kau akan kecanduan?"

"Jangan khawatir, Silvia. Aku tidak akan pernah menyakitimu. Entah seberapa nikmat rasa darah hidup itu, aku akan menahannya hingga benar-benar sudah saatnya aku minum." Katanya mengusap tangan adiknya.

"Eum.. ngomong-ngomong, tadi kau menangis saat aku ke toilet, ya?" Tanya Valmor.

Silvia menatapnya sejenak lalu mengangguk "Aku sedikit takut ketika berpikir kau meninggalkanku sendirian di sana."

Valmor menatap bingung "Jika dipikir-pikir, itu agak berlebihan hingga membuatmu menangis. Mengingat kau adalah gadis keras kepala dan mandiri. Kecuali jika kau memiliki semacam trauma."

Gadis itu tertawa kecil dan mengagguk, jika pria itu berusaha memancingnya, ia berhasil.
"Kau benar. Aku memiliki trauma." Ia menarik nafas dalam dan mulai bercerita "Dulu saat berumur sekitar empat atau lima tahun, aku dan ibuku pergi ke sebuah taman bermain yang baru saja dibangun di desaku. Itu adalah taman pertama dengan ayunan, jungkat-jungkit, dan permainan seluncur. Seperti biasa, ibu bekerja dari pagi sampai sore dan baru bisa menemaniku bermain ketika malam hampir tiba. Di Colrain Village, tidak banyak anak-anak yang bisa bermain keluar karena orang tua mereka terlalu sibuk bekerja. Tapi ibuku berbeda, meskipun ia sudah sangat lelah, ia tetap menemaniku yang memaksa untuk pergi bermain di taman itu. Kami bermain berdua di sana, sungguh momen yang membahagiakan. Tapi tiba-tiba, ibuku bilang ia harus pergi sebentar saja dan meninggalkanku di ayunan sendirian. Aku tidak begitu ingat kejadiannya, tapi ia tidak pernah kembali lagi. Yang ku ingat, aku menunggu begitu lama hingga menangis kejar. Saat itu seorang pria menghampiriku dan aku menolak ikut dengannya karena ibuku menyuruhku menunggu dan ia berjanji akan kembali. Tapi.."

"Kau.. tidak perlu melanjutkannya jika tidak sanggup." Ujar Valmor.

Silvia tersenyum miris dan mengusap air matanya "Setelah itu, tentu pria itu berhasil membawaku dan mengantarku pulang. Aku tidak begitu mengingatnya, kejadian tersebut muncul seperti potongan puzzle."

"Tapi jika kau sekecil itu.. Bukankah kau memiliki adik yang sangat kecil di rumah saat ini?" Tanya Valmor bingung.

"Sebenarnya seluruh adikku itu bukanlah anak dari ibu kandungku. Entah kapan, ayahku menikah lagi dengan ibu angkatku. Ia adalah ibu yang baik untuk kami, tapi sayangnya ia meninggal beberapa hari setelah melahirkan adikku yang paling kecil. Ia mengalami pendarahan hebat karena bekerja terlalu keras disaat ia seharusnya masih beristirahat."

Valmor mengangguk paham "Kehidupan di sana sangat berat. Aku menyesal kau harus merasakan hidup seperti itu."

"Setidaknya, sekarang adik-adikku tidak perlu lagi merasakan hal mengerikan itu. Setidaknya aku sudah menyelamatkan mereka dari level 8. Kini mereka sudah hidup lebih baik." Senyumnya.

DROP OF THE LIVING BLOOD (Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang