Chanyeol mengusap wajahnya. Dari sekian banyaknya perkiraan tentang reaksi Sehun yang sudah dipikirkannya, ia tidak menyangka jika Sehun menganggap serius ancaman-ancaman yang sudah dibuatnya.
"Oh." Chanyeol mengacak-acak rambutnya. Ia benar-benar bingung ingin berkata apa. Chanyeol menatap tubuh kaku Sehun dengan tatapan tersakiti.
"Kau melakukan itu bahkan ketika aku tidak benar-benar ingin membunuhmu, Sehun-ah." Kata Chanyeol.
"Rencanaku adalah, aku ingin menjebakmu, mengancam ingin membunuhmu, lalu kau yang aku kira akan ketakutan, akan kembali ke pelukanku." Chanyeol duduk di lantai sambil terus mengacak-acak rambutnya yang tertata rapi itu.
"Selanjutnya, ketika kau sudah kudapatkan kembali, kita akan menonton bersama sekolah brengsek itu yang akan rata dengan tanah. Aku sudah muak dengan semuanya, sehingga itu yang mendorongku untuk meletakkan beberapa bom yang sudah kurakit di sekolah." Chanyeol menatap nanar tubuh Sehun yang sedikit bergoyang terkena angin.
"Kau bahkan tidak tahu rencanaku, sayang. Tentang petisi itu. Itu bukanlah sebuah petisi untuk mendatangkan EXO." Chanyeol mengeluarkan kertas-kertas dari tasnya.
"Kami yang bertanda tangan disini, mengucapkan selamat tinggal kepada masa muda kami. Fuck you all!" Chanyeol membaca isi dari kertas itu. Ia tertawa, tetapi matanya tidak lepas dari tubuh kaku Sehun yang tergantung disana.
"Seharusnya kita sedang melakukan aktivitas seperti biasa, kau tahu, seks di kamarku, atau kamar mandi." Chanyeol menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Lalu esoknya, kita bisa menikmati pemandangan yang indah dari gedung yang runtuh itu bersama."
"Dan lagi, bukankah menyenangkan jika kita bisa melihat tubuh orang-orang yang menyebalkan di sekolah terbang bagaikan bulu yang dihempas angin?"
Chanyeol mengeluarkan sebatang rokok dan lighter. Ia bukanlah seorang heavy smoker, tetapi jika ia sudah menyalakan sebatang rokok, maka itu berarti kepalanya sedang dilanda stress berat.
"Damn it, Oh Sehun. Padahal aku sangat mencintaimu. Aku bisa saja menikahimu saat ini juga, tetapi kau malah memilih untuk kabur dariku selamanya."
Chanyeol terus saja merokok sambil memperhatikan Sehun, sampai suara langkah seseorang membuatnya sedikit kaget. Ia buru-buru lompat dari jendela. Suara jeritan wanita terdengar ketika ia jatuh ke tanah berumput.
Yoona menutup kedua matanya. Ia terus saja berteriak, hingga menarik perhatian Yeonseok untuk datang menghampirinya.
"Hu-Hunnie." Kata Yeonseok tercekat. Ia tidak menyangka jika anak lelaki satu-satunya itu memilih untuk mengakhiri hidupnya seperti itu.
"Hunnie, seharusnya kami tidak membiarkanmu sendirian." Yoona mengusap airmatanya. Wanita itu kehilangan kata-kata.
Beberapa detik kemudian, Sehun mendongakkan kepalanya, menatap heran kedua orang tuanya yang kini sedang menatapnya dengan mata berlinangan airmata. Ia menghirup udara dengan rakus, lalu meringis karena rasa sakit di perut dan lehernya.
"Eomma, Appa, kenapa kalian menangis?"
Sehun melepaskan tali yang melilit di sekeliling perut dan lehernya. Ia mendaratkan kakinya ke atas bangku yang berada dibawah kakinya dengan sempurna, lalu berjalan mendekati orang tuanya yang masih menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.
"Apa yang kau lakukan? Kau ingin membuat Appamu sakit jantung?!" Yoona sedikit membentak Sehun. Sehun menunjukkan cengirannya, ia tahu kalau Eomma tidak bisa marah kepadanya jika ia melakukan hal yang imut.
"Maafkan Hunnie, tadi Hunnie sedang bosan. Jadi Hunnie pura-pura bunuh diri." Jelas Sehun. Yeonseok mengelus kepala Sehun lembut sambil tersenyum.
"Pura-pura tidak apa-apa, tetapi jangan sampai kau memiliki niat untuk bunuh diri sungguhan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Feathers (A Chanhun Fanfiction) (Completed)
FanfictionBukankah menyenangkan jika kita bisa melihat tubuh orang-orang menyebalkan itu terbang bagaikan bulu yang dihempas angin? -PCY Remake dari film Heathers (1988)