Cilok Gajahan

8.7K 534 2
                                    

Bina POV

Hari ini aku ada janji dengan Kak Araf. Dia salah satu dokter koas di tempat Mama bekerja. Ia memintaku untuk menemani membeli kado untuk karena sebentar lagi ia sudah lulus koas.

Dia berjanji menjemput ku sepulang sekolah. Jadi hari ini aku di antar Mama dan pulang bersamanya. Dia sudah menunggu di depan sekolah. Sepertinya ia baru selesai jaga. Masih mengenakan kemeja warna denim dan celana bahan tak lupa sepatu Adidas yang menambah kesan cool.

"Maaf kak nunggu lama ya" dia langsung berdiri tegak.

"Hai, enggak kok baru aja. Makan dulu ya" aku hanya mengangguk. Dia tipe orang romantis. Dia membukakan pintu mobil untukku.

Walaupun sudah siang kaya gini, wanginya mas dokter ini tidak usah di pertanyakan. Wanginya mirip banget kaya wangi baju baru gitu.

Selama di perjalanan aku mengobrol panjang ngalor ngidul. Banyak candaan yang ia lontarkan untuk menghibur ku. Lucunya orang ini batin hatiku.

Dia terus-terusan tersenyum kepadaku entah nyenyumin apa. Yang jelas aku grogi setengah mati. Dia mengajakku makan di warung bakso pinggir jalan.

Ini seriusan? Ternyata dokter sekeren ini hobinya makan di pinggir jalan. Aku sampai geleng-geleng kepala sendiri.

"Nggak papa kan di sini. Walaupun di pinggir jalan enak dan dijamin sehat kok makanannya." Tanyanya

"Iya nggak papa kok Kak. Santai aja" jawabku masih sekalem mungkin. Gila sih ini, aku memang beberapa berteman dengan sosial media para dokter muda dan gaya hidup mereka menurutku high quality.

Mereka jajan di restoran hotel yang harganya bisa dijamin satu porsi makanan adalah jatah seminggu uang jajanku. Nah ini, perlu dicontoh.

Kami masuk warung tenda itu dan disambut ramah oleh sang penjual.

"Weh Mas, dah bawa pasangan sekarang Yo" bapak-bapak itu langsung kenal. Berarti di logika saja bahwa Kak Araf memang sering kesini untuk makan.

"Enggak pak. Biasa ya dua, minumnya es jeruk tapi tawar"

Aku masih terbengong melihat Kak Araf. "Jadi Mama kamu sukanya apa dek?" Aku masih asik berselancar dengan pikiranku. Hingga ia menepuk pundak ku.

"Hey ngelamun, Mama kamu suka apa?" Aku langsung tersentak kaget dan gelagapan sendiri.

"Ehehe nggak papa. Mama suka apa aja sih. Tapi dia kemarin ngajak beli baju sih Kak."

"Oh gitu, berarti nanti ke toko baju aja. Biasanya Mama beli dimana?"

"Emm sembarangan sih Kak. Nggak mesti juga."

"Seriusan nih. Dia itu konsulen termodis lho masak sembarangan."

"Ih masa sih kak. Ada-ada aja deh."

"Serius. Mama kamu itu Bunda jamaah kita. Denger-denger nih dia di taksir sama salah satu konsulen juga Bin. Setuju nggak tuh kamu"

"Hahahaha udah deh udah. Perut aku sakit nih ketawa terus."

"Iya-iya yuk makan." Dia mengacak rambutku gila gila gila. Ini gila, aku langsung mematung mencoba meresapi. Jangan baper Bin jangan baper.

Kami makan dalam diam, satu fakta tentang Kak Araf adalah, dia tidak suka makan sambil bicara dan minum. Aku dari tadi ya makan minum, makan dikit minum lagi. Nah dia, bener-bener tanpa minum. Dan setelah selesai makan dia baru minum dan satu kali tegak langsung habis. Aku masih melongo melihat jakun yang naik turun saat ia menegak es jeruk tawar. Hari ini, es jeruk tawar rasanya begitu manis kalau minum bareng Kak Araf.

Kami melanjutkan perjalanan menuju salah satu butik artis ibukota yang terkenal. Kami berdua masuk ke dalam dan disambut dengan hangat oleh karyawan nya. Aku melihat-lihat beberapa koleksi baju muslim. Mama memang sering mengajakku ke sini. Untuk sekedar cuci mata atau mencari jilbab.

"Bin sini deh" aku langsung berjalan ke arah Kak Araf. Ia menunjukkan Tunik polos berwarna coklat susu. Dibawahnya ada rempel yang membuat baju ini makin kyut.

"Bagus kok" ia mengangguk

"Aku pernah lihat kok Mama kamu pakai model kaya gini." Aku hampir tertawa melihat tingkah lakunya.

Dia masih memilih entah apa, mungkin untuk pacar atau ibunya. Aku menunggu di kursi selagi ia membayar.

"Yuk udah" aku mempause game yang baru saja aku mainkan.

"Main dulu yuk Bin, mumpung aku masih free. Besok udah masuk lagi nih." Aku mengangguk setuju dan masuk ke kursi penumpang.

Ia berhenti di salah satu masjid. Kami sholat ashar terlebih dahulu. Saat aku sudah siap, fokus ku gagal total. Rambutnya basah karena air wudhu menambah kesan ganteng.

Kak Araf mengajakku ke alun-alun selatan. Aku jadi teringat kisah cinta Mama dan Papa. Setelah mendapat tempat parkir aku memakai cardigan untuk menutupi seragamku.

Aku selalu kagum dengan Kak Araf, ia adalah sosok cerdas dan tidak pelit ilmu. Kami mulai dekat setelah aku keluar dari rumah sakit. Ia sering menghubungi menanyakan kabar ataupun hanya sekedar menyapa.

Dan akhir-akhir ini kedekatan kami memang agak intens. Tetap sama saja, hatiku tidak bergetar hebat saat di dekatnya. Mungkin aku hanya sebatas menganguminya.

Kami berjalan ke tengah alun-alun. Di sana ada wahana permainan yang mitosnya kalau bisa melewati dua pohon beringin itu, permintaannya bisa dikabulkan.

Aku dan Kak Araf mencoba bermain itu, kami sama-sama melewati jalan untuk sampai di tengah alun-alun. Saking semangatnya aku sampai menabrak dada bidang seseorang. Saat aku membuka penutup matanya. Ternyata Kak Araf, tawa kami tidak tertahankan.

Setelah gagal melewati pohon beringin, Kak Araf mengajakku jajan siomay di pojok alun-alun. Namanya Cilok Gajahan, kalian harus mencoba betapa dahsyat rasanya. Antrian yang sangat panjang membuat ku bosan menunggu. Aku memutuskan untuk duduk di trotoar dekat penjualnya.

Kak Araf memang yang mengantre untuk mendapatkan sebungkus cilok yang rasanya nikmat. Setelah setengah jam mengantre Kak Araf datang membawa empat plastik cilok.

"Loh kok empat Kak?" Tanyaku penasaran.

"Kalau cuman sebungkus aku nggak bakalan puas Bin. Nih dimakan." Ia memberikan seplastik cilok yang sudah di bumbui saos.

Kami masih makan dalam diam, satu fakta baru lagi. Kak Araf tidak suka buang sampah sembarang. Kalian tahu? Tusuk yang dipakai tadi, ia patahkan menjadi kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam plastik dan di lipat menjadi kecil. Ia juga mengambil bekas plastik ku dan membuangnya ke tempat sampah yang jaraknya lumayan jauh dari tempat kami duduk.

Dia kembali menarik tanganku mengajak ke pinggir alun-alun. Kami menikmati senja bersama. Aku lihat ada kilat sendu di wajah Kak Araf. Aku mencoba menjadi teman yang baik.

"Ada apa Kak? Are you okay" tanyaku memastikan.

Dia hanya tersenyum dan kembali menunduk. Aku menepuk pundaknya. "Cerita aja, siapa tahu bisa mengurangi beban kakak" ia mengangguk .

Dia menatapku dalam, mengambil nafas. Ia kembali menerawang melihat senja.

✨✨✨

Akhirnya bisa double up sore ini

Enjoy this story teman- teman

Gimana ceritanya?

Jangan lupa vote dan komen yaa ❤

With love
Manman 💕

Silent Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang