Happy Reading🤍Setelah seminggu memantapkan hati untuk membatalkan pernikahannya dengan Bella, akhirnya hari ini Arka akan bertemu Dianza. Untuk melamar wanita itu menjadi istrinya sebelum persiapan pernikahannya dengan Bella rampung.
Karena orangtua mereka sangat antusias dalam menyiapkan pesta pernikahan ini, apalagi Bella yang tidak henti-hentinya merecoki urusan Arka hanya untuk menanyakan hal-hal yang tidak penting tentang persiapan pernikahan mereka. Dan Arka sudah muak dengan itu semua.
"Kinan, tolong kamu panggil Dianza. Suruh menghadap saya!" perintah Arka, setelah Kinan selesai membacakan agenda Arka hari ini.
"Baik Pak, permisi." Ujarnya dan langsung melaksanakan perintah bosnya.
Sementara Arka kembali melamun, memikirkan apa yang akan dikatakan kepada Dianza nanti. Sial. Biasanya untuk berbicara tentang pekerjaan dengan klien saja Arka tidak pernah segugup dan sebingung ini. Tapi dengan Dianza, bawahannya sendiri di kantor ini, Arka malah gugup setengah mati.
Sebenarnya gugup yang dirasakannya itu karena takut kalau Dianza akan menolak lamarannya. Ah tidak, Arka akan berjuang untuk mendapatkan Dianza, bagaimanapun caranya.
Arka tidak mau menikah dengan perempuan seperti Bella, yang hanya mementingkan harta dan tahta, yang mementingkan gengsi dan imagenya. Juga Arka tidak suka dengan sikap dan penampilannya yang berlebihan.
Dianza. Rasanya semua yang dicarinya ada pada wanita itu. Wanita sederhana yang menutup aurat, tapi entah kenapa bagi Arka itu malah menambah pesona pada diri wanita itu. Arka akui ia tertarik pada Dianza saat pertama kali melihatnya di dalam lift. Wajah bersinar dan bersih itu kembali terbayang diingatannya.
Fall in love at first sight, huh? Batinnya meremahkan. Yang benar saja? bantahnya. Sudahlah Arka tidak mau lagi memikirkan hal yang membuatnya pusing sendiri. Lebih baik dia melanjutkan pekerjaannya yang terbangkalai karena memikirkan wanita itu.
Ketukan pintu kembali mengganggu Arka yang baru saja berkonsentrasi mengerjakan beberapa laporan yang ada dimejanya.
"Masuk!" Sahutnya. Pintu terbuka menampilkan Kinan di hadapannya.
"Permisi Pak, saya mau memberitahu kalau Dianza sedang tidak berada di kantor. Dia meminta izin untuk pergi ke rumah sakit. Tapi nanti setelah jam istirahat dia akan kembali lagi ke kantor Pak. Tadi saya sudah berpesan kepada Denia agar Dianza menemui Bapak sekembalinya dari rumah sakit." Jelas Kinan panjang lebar.
Arka hanya mengangguk, karena pria itu merasa heran ada apa dengan Dianza sampai-sampai wanita itu pergi ke rumah sakit pagi-pagi begini. Apa ada keluarganya yang sakit?
"Tolong carikan CV Dianza, dan berikan pada saya segera!" perintahnya lagi. Arka harus mengetahui bagaimana seluk beluk kehidupan Dianza selama ini. Kinan segera keluar dan mencari apa yang diminta oleh bosnya.
***
Dengan gemetar Dee berjalan memasuki lift yang beberapa bulan lalu membuat kehidupannya saat ini berubah. Menekan tombol lantai paling atas. Dee mengusap perutnya yang masih rata, berharap semoga bayinya tidak merasakan apa yang dirasakan saat ini.
Ting.
Dengan ragu Dee melangkah keluar lift, berjalan ke ruangan itu. Terlihat di depan ruangan ada sebuah meja kerja yang memperlihatkan seorang wanita cantik yang sedang fokus pada layar komputernya.
"Permisi Mbak," sapa Dee. Perempuan itu mengangkat wajahnya, terkejut melihat Dee. Begitu juga Dee yang terkejut melihat perempuan yang pada pagi itu melihatnya keluar dari ruangan ini dengan penampilan yang mengenaskan.
"Ehm Dianza? Kamu mau ketemu Pak Arka?" tanya Kinan, berusaha menghilangkan keterkejutannya melihat Dee.
"Iya Mbak, Pak...Arka ada?" tanya Dee gugup. Bibir nya terasa kelu menyebut nama pria itu.
"Ada, mari saya antar," Kinan segera berdiri dan mengetuk pintu, Dee mengikuti di belakang. Setelah mendengar sahutan, Kinan membuka pintu dan mempersilahkan Dee masuk. Setelah itu Kinan langsung undur diri untuk kembali ke mejanya.
Kini hanya ada Arka dan Dee di ruangan ini. Ruangan yang membuat Dee kembali mengingat malam itu. Refleks tangannya mengelus perutnya. Seakan memberi tahu pada bayinya kalau dari tempat ini lah semuanya bermula.
Apa yang dilakukan Dee tadi tidak luput dari penglihatan Arka. Bertanya-tanya ada apa dengan Dee yang sejak tadi mengelus perutnya. Apa dia lapar? Pikirnya.
"Ekhm...silahkan duduk," perintah Arka sembari memberi kode agar Dee duduk di sofa. Sofa ini... batin Dee. Menghilangkan semua pikiran tentang malam itu, Dee segera duduk di sana. Arka duduk tepat di hadapannya.
"Nama kamu Dianza?" tanya Arka, yang dibalas anggukan cepat oleh Dee. Entah kenapa, bibirnya kelu. Sedari Arka duduk di depannya tadi, aroma yang menguar dari tubuh Arka membuatnya mual, tidak mungkin dia memuntahkan isi perutnya di sini. Pasti Arka akan jijik melihatnya.
Kamu nggak suka sama wangi Abimu ya sayang? Batinnya bertanya pada bayinya.
Karena sudah tak tahan, Dee segera berlari ke toilet yang ada di ruangan ini, dia tahu di mana letaknya karena pagi setelah kejadian itu, Dee membenahi penampilannya di toilet ini.
"Hoeekk...hoeekk...hoeeekk.." Dee memuntahkan semua isi perutnya di westafel, yang keluar hanyalah cairan bening. Tapi cukup membuatnya lemas dan ambruk kalau saja tidak ada sebuah lengan yang menahan bahunya.
Melihat Arka yang membantunya sebenarnya Dee ingin menolak, tapi ia sudah tidak punya tenaga lagi. Dari pada ia jatuh dan membahayakan bayinya, lebih baik mengalah.
Arka segera menuntun Dee kembali ke sofa. Mendudukan Dee di sana, lalu mengambilkan segelas air.
"Makasih Pak," ujarnya lemah sambil mengambil air dan meneguknya hingga tandas. Kini Arka duduk tepat di sebelahnya, dan aroma itu semakin terasa, tapi anehnya Dee sudah tidak mual lagi.
Kamu pengen deket Abi ya sayang? Kok Umi malah dikerjain, batinnya kesal. Sepertinya bayinya tau kalau saat ini abinya ada di dekatnya.
"Udah mendingan?" Tanya Arka.
"Alhamdulillah udah Pak, makasih ya Pak. Jadi ngerepotin Bapak," balasnya sungkan.
"Gak masalah. Kamu...lagi sakit?" Tanya Arka lagi, dan sukses membuat Dee menegang.
Dengan gugup Dee menjawab,
"Iya Pak, cuman kecapekan aja kok. Oh iya ada apa Bapak manggil saya kesini, apa ada kerjaan saya yang kurang memuaskan? Kalau iya, saya minta maaf Pak, akhir-akhir ini--""Kamu mau nikah sama saya?"
Satu kalimat dari Arka membungkam mulut Dee yang dari tadi berceloteh. Mata Dee membulat sempurna menatap Arka, sungguh dia terkejut. Apa tadi katanya? Menikah? Nikah? Dee tidak salah dengarkan?
"Ma..maksudnya?" tanya Dee gemetar.
"Sekitar satu bulan lalu, saya akan tanggung jawab atas semua perbuatan saya sama kamu. Saya udah ambil paksa sesuatu yang selama ini kamu jaga dengan baik. Dan saya harus mempertanggung jawabkan semua itu." ujar Arka mantap, seraya menatap Dee denhan penuh keyakinan.
Wanita itu masih terkejut atas semua ucapan Arka. "Tapi saya nggak..." hamil. Bohong.
"Hamil atau nggak, saya akan bertanggung jawab. Please," potong Arka cepat. Menatap Dee dengan tatapan memohon.
Satu yang tidak Dee mengerti. Semenjak dia masuk ke ruangan ini, kenapa Dee tidak merasa marah kepada Arka atas apa yang telah dilakukan pria itu kepadanya beberapa bulan lalu?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You're the One [SUDAH TERBIT]
Spirituální[Anugrah Dari Allah] Judul sebelumnya. Dia, yang saat ini sedang tumbuh di dalam diriku tidaklah salah. Dia, yang menjadi semangatku. Dia, yang menjadi teman sejatiku. Dia, yang akan selalu ada untukku. Dia, Anugrah dari Allah yang sangat berha...