Lima - Masa Lalu

1.3K 163 28
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Arthit Rojnapat, pemuda itu duduk di salah satu bangku taman sendirian tanpa ada yang menemani. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari, ketika di sekolah ia tak memiliki satu teman pun. Bukan Arthit tak mau berteman, hanya saja memang teman-temannya tidak memilihnya sebagai teman. Maka dari itu, Arthit selalu kesepian, dimanapun. Ia tak mengerti, kenapa semua orang menghindarinya, terkadang ia berfikir, apakah dirinya terlalu pendiam dan wajahnya selalu tampak serius terkesan ketus membuat teman-temannya enggan untuk bertegur atau sekedar mengobrol bersamanya.

Ia membuka bungkus roti yang baru saja dibelinya di kantin. Memakannya perlahan dengan ekor mata yang mengedar. Semua orang berteman, kecuali dirinya. Hingga netranya menangkap seseorang yang sedang dikerumuni siswa lainnya, itu Nan—kakak perempuannya, setahun lebih tua darinya. Nan memiliki wajah yang cantik dan menarik, dia juga pintar hingga teman-temannya begitu kagum dan berebut ingin bermain dengannya. Nan sangat ramah. Namun, tidak dengan dirinya. Nan lebih sering mengabaikannya. Mungkin karena dia berbeda dengan anak lainnya.

Arthit Rojnapat—berumur 16 tahun tapi, dia tidak seperti Nan yang begitu populer. Arthit sering dibuly dan dianggap tidak pantas menjadi adik Nan yang maha sempurna. Arthit kerap kali menangis dan merasa kesepian. Tidak hanya di sekolah, perlakuan tidak adil itu juga dirasakan di rumahnya. Nan sangat pintar dalam semua mata pelajaran, di umurnya yang terbilang remaja dia sudah menjadi model dan membuat bangga kedua orang tuanya. Sedangkan Arthit, tidak ada celah untuknya mendapatkan kasih sayang, prestasinya buruk di sekolah, dia juga tidak pandai merawat diri seperti Nan.

"Arthit, seharusnya kau mencontoh Nan. Lihat, dia selalu membuat Ibu bangga. Tidak sepertimu yang menyusahkan saja!"

"Arthit, kau jaga rumah. Ibu dan Nan mau jalan-jalan dulu!"

"Arthit, cepat habiskan makanmu lalu segera tidur! Dan... Nan Sayang, malam ini Ibu diundang oleh teman Ibu ke pesta ulang tahun pernikahannya. Kau mau 'kan temani Ibu?"

Selalu seperti itu, Arthit di perlakukan berbeda. Ibunya lebih sayang pada Nan ketimbang dirinya. Ibunya bilang, jika dirinya hanyalah pembuat malu. Dulu sewaktu ayahnya masih ada, hanya dialah yang sayang dan peduli pada Arthit. Namun, takdir berkata lain saat sang ayah dinyatakan meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Arthit sendirian, tidak ada lagi yang peduli padanya lagi. Hanya satu kenangan tersisa dari sang ayah, sebuah biola yang ia dapatkan sebagai kado ulang tahunnya terakhir lalu. Arthit akan memainkannya jika dirinya ingin atau sedang kesepian.

"Ibu! Bisakah menyuruhnya diam! Aku benci suara biola itu!" adu Nan pada ibunya, membuat biola Arthit terpaksa dirampas dan dikunci di gudang. Seharian itu Arthit menangis, meratapi nasib buruk tidak adil yang selalu menimpa dirinya.

Di sekolah, Nan juga menceritakan tentang ibunya merampas biola Arthit dengan berlebihan. Arthit diam saja. Ia hanya bisa menunduk merasakan geramnya sendirian. Nan menceritakan seolah Arthit bermain biola adalah suatu kesalahan besar. Hal itu membuat teman-teman yang sering membullynya semakin menindas Arthit.

Biola Kematian [Singto X Krist - Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang