Two

326 17 2
                                    

Terkadang kamu perlu menangis untuk mengungkapkan kesedihanmu
                -Garlen Disvinno

"Ayo turun."  Ucap Garlen sesampainya mereka di parkiran rumah sakit

"Gue takut ditanyain macem-macem ntar Len."

"Ditanyain ya dijawab lah." Ucap Garlen santai

Kianna memukul pundak Garlen. "Lo gila apa. Masa iya gue harus jawab kalau papa yang buat gue jadi gini?"

"Gapapa kalau lo mau bilang gitu. Gue seneng dengernya. Lagian tante Dian juga pasti tau."

"Au ah. Gue masuk duluan." Kianna melenggang pergi

"Kia."

Kianna yang merasa dipanggil memutar balik tubuhnya. "Apa?!"  Tanya Kianna galak

"Helm nya."

Kianna meraba kepalanya dan benar saja ia masih memakai helm nya

Dengan perasaan malu ia menyerahkan helm nya.
Dan melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Garlen hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat tingkah laku Kianna.

Sedari tadi sebenarnya mulut Garlen sudah gatal ingin memarahi Kianna, walau ia termasuk kedalam orang yang pendiam tapi kalau sudah menyangkut orang yang dikasihinya, ia menjadi cowok yang rada cerewet, versi 'Garlen'.

Garlen menahan keinginannya untuk tidak memarahi Kianna karena ia tahu sebanyak-banyaknya ia memarahi Kianna, pasti tidak akan mempan untuk Kianna.

**********************
"Gimana kondisi Kianna, tan?" Tanya Garlen setelah ia hanya diam saja selama dokter mengobati keadaan Kianna. Yup, dokter itu adalah tante Garlen sendiri. Dian namanya.

Dian menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Kamu ini terbuat dari apa sih sebenernya? Dari baja, beton atau apa?" Ucap Dian serius

"Tante Dian bisa aja." Kianna tertawa garing lalu menoleh ke arah Garlen dan mendapati Garlen sedang menatapnya tajam seakan memperingatinya bahwa ini bukan candaan.

"Eh." Kianna mengusap-usap tengkuk lehernya.

"Luka kamu yang di punggung cukup banyak lho, Kia. Untung aja yang dalem cuma satu. Tante yang ngobatin aja sampai meringis. Ayah kamu tega banget."

Garlen memberi tanda pada Dian untuk tidak melanjutkan percakapan tentang ayahnya lagi

Kianna hanya tersenyum tipis menanggapinya. Sebenarnya dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia sangat sedih. Tidak, bukan sedih. Lebih tepatnya terluka.

"Aduh maafin tante Dian ya Kia. Ini resep obat kamu, tante kasih kamu salep yang buat luka kamu sembuh lebih cepat." Dian tersenyum tulus

Kianna mencium pipi Dian. "Makasih tante Dian." Kianna menganggap Dian sudah seperti ibunya sendiri

"Lho, Garlen nggak dicium juga nih?" Goda Dian

"Nggak mau tante. Garlen nakal."

"Lho kok nakal? Emang dia apain kamu?"

"Tadi Garlen mes-" Garlen membekap mulut Kianna

"Makasih tante, Garlen sama Kianna balik dulu."

Dian tertawa kecil melihat tingkah keponakannya dan pacarnya, menurutnya mereka adalah sepasang kekasih yang sangat serasi

"Hati-hati dijalan ya, Garlen anak orang jangan diapa-apain lho." Ingat Dian disisipi dengan candaan

"Kian anak orang?" Tanya Garlen sok polos, tentu saja tujuannya membuat Kianna kesal

DISVLINNA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang