Prolog

355 47 9
                                    

Teng, lonceng tanda makan siang sudah terdengar. Bukan hanya aku, ratusan orang lainnya di sini juga telah berbaris rapi untuk menerima jatah mereka.

Sangat tertib, seperti prajurit yang sangat terlatih. Prajurit gila maksudnya.

Gilaaa? Ya! Teruntuk kalian, selamat datang di Rumah Sakit Jiwa. Rumah yang baru satu bulan ini aku singgahi.
Rumah yang bermaterial lebih banyak besi, yang tak jarang terdengar jeritan, cekikikan bahkan halusinasi di dalamnya.

"Ayo percepat lagi langkahnya!" teriak si badan besar yang tingkahnya lebih mirip bos dibanding pengawas. Bersama rekan-rekannya yang juga berseragam sama, mereka meneriaki, asal menyuntik dan tak jarang jika teman-teman baruku yang sudah lama berada di sini tidak menurut pinta mereka, mereka akan membullynya. Memang sialan.

'.....Kalian para pengendali pikiran kami. Tidak akan ku biarkan kalian semenanya, terlebih denganku.'

Bbrrruuggggg..

"Manusiaa rendahan! Dasar sialan," aku memberontak untuk yang kesekian kalinya.

Mereka semua yang berpakaiam sama denganku sontak memandang tingkah laku ku, dengan seutas senyuman, kemudian mereka mengangkat tangannya dan mulai menepuk tangan dengan teriakan menyemangati "Hajar dia ...."

"Bawa dia, cepat!" teriak psikater sok tau, yang kini hidungnya sudah berlumaran darah akibat ku tendang.

'Haha tidak akan semudah itu!' pikirku.

Mereka memegangiku dengan kuat bahkan sampai kewalahan kemudian menambah orang-orangnya untuk menyeretku dengan  tenaga yang maksimal lalu memasukanku lagi kedalam ruangan yang berbeda dari yang lain, ruangan ini lebih mirip kandang, kandang yang sempit dan juga tinggi, karena satu-satunya jendela yang ada di sini, berada diatas sana, hampir dua meter diatas kepalaku.

"Dasar orang gila, yang sangat gila. Cih!" pekiknya sebelum akhirnya membanting dan menggembok lagi pintu dari kandang ini.

Aku menyilakan kaki, memejamkan mataku kemudian menangis. Mengingat lagi, bagaimana bisa aku berakhir di tempat seperti ini?

Selain si pemberontak, julukan aku lainnya adalah special crazy. Sebab aku di perlakukan sangat berbeda di sini, aku tidak sembarang begitu saja di perbolehkan keluar masuk dari kandang ini, jika mereka ingin menyuntikku, mereka harus mengikat kuat diriku terlebih dahulu, serasa sudah aman, baru mereka bisa menusukkan jarum ke lenganku berkali-kali, sampai mereka benar-benar yakin bahwa jarumnya sudah tertancap pada kulitku lalu meninggalkan serta mengunciku lagi dan lagi.

Aku sangat benci saat di suntik, tubuhku jadi tak karuan, dingin dan semakin dingin yang ku rasakan. Ini lebih buruk dari rasa yang dulu pernah timbul dari luka sobek akibat sayatan pisau di malam itu yang mengenai perutku, punggungku, betis dan dahi.

Sebelum ku ceritakan semua yang ku ingat, perkenalkan, namaku Kendy. Tepatnya kalau tidak salah, nama lengkapku Alyona Kendy Willian.
Aku anak tunggal dari keluarga Willian, keluarga sederhana yang tinggal di kota kecil bernama Seatles Worldecurry.

Katanya, sejak ayahku dinyatakan meninggal karena kecelakaan sedari aku bayi,
Leona Kendrik Willian, ibuku, hanya sendirian menjagaku selama delapan belas tahun ini.

Ya! Hanya sampai delapan belas tahun, tepat sebulan yang lalu, ibuku telah tewas secara tragis dan brutal ditangan sahabat baikku, yang juga telah tewas di tanganku.

Haha lucu juga! Entahlah, yang jelas, sampai saat ini aku menyayangi mereka berdua.

THE NIGHT AFTER YOU [#1 THILLER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang