Chapter 14

102 10 3
                                    

Happy reading

***

"Damian, kenapa kau mengatur jadwalnya hari ini? Aku punya pekerjaan."

Aku mengangkat bahu, tidak mau pusing dengan ocehannya yang tak terima karena acara Honeymoon kami. Zahra masih duduk di pinggir ranjang dengan wajah masam. Bahkan, setelah sholat subuh dia belum membuka mukenanya. Rencana ini pasti sangat menganggunya.

Aku? Jelas tak peduli.

Dengan santai aku berganti baju di depannya. Tubuhku tidak terlalu buruk, aku sering gym dan ototku cukup bagus. Hanya wanita yang mempunyai penilaian buruk yang tak tergoda. Seperti dia contohnya, malah memalingkan muka dan tak bisa menikmati pemandangan.

"Jika seperti itu terus, bagaimana kau bisa menikmati yang lain?" ejekku. "Apa kau akan menutup mata tanpa melihat usahaku."

Zahra menganga, menatapku seolah tak percaya. Aku hanya tersenyum melihatnya kembali memalingkan muka saat aku hanya menggunakan celana pendek. Sudah aku katakan, matanya memang tak bisa menerima pemandangan bagus.

"Pakai celana dulu," titahnya gelagapan.

"Aku suamimu, tidak masalah meski aku bertelanjang .... "

"Damian! Apa itu perlu dibicarakan? Itu hal yang sangat privasi. Kenapa kau tak mengerti?" pekiknya kesal.

Aku tertawa. "Apa yang privasi bagi suami istri?" Dengan langkah perlahan aku mendekat ke arahnya, menarik wajahnya agar melihat ke arahku. "Aku suamimu, Zahra. Kau belajar bertahun-tahun. Bahkan, bisa menasihati rumah tangga orang lain. Sedangkan rumah tanggamu sendiri, lihatlah? Seperti apa rumah tangga kita?"

"Ini berbeda." Zahra menunduk, sudah jelas ia tak ingin membahasnya.

"Aku menikahimu sesuai dengan syariat, sudah sepantasnya juga aku mendapatkan hakku atas apa yang ada padamu. Bersyukur aku tidak memaksamu. Seandainya saja orang lain, mana mungkin aku akan mempertahankannya," ucapku sinis.

Aku menghempaskan wajahnya, tidak peduli meski terdengar suara rintihan sakit. Selama ini aku banyak mengalah padanya. Tetapi keras kepalanya tidak bisa hilang juga.

Setelah berpakaian, aku hendak keluar sebelum suara Zahra menghentikan langkahku. Setidaknya dia berhasil membuat darahku kembali mendidih.

"Aku pernah berharap, tapi itu bukan padamu yang sekarang. Aku pikir akan lebih baik kita bercerai saja."

BUG!

Aku langsung menarik nafas, berusaha keras mengontrol emosi yang sering kelepasan. Tanpa sadar, aku memukul pintu dan itu berhasil membuat Zahra bergetar. Tidak mau semakin tersulut, dengan langkah cepat aku memilih pergi tanpa memedulikan tatapan iba pelayan pada Zahra. Mungkin tahu situasi, mereka bergegas pergi setelah menunduk hormat.

***

#Author_Pov

Pemandangan yang indah, sepertinya tidak begitu menarik bagi Zahra. Daritadi di mobil dia memilih diam tanpa memedulikan Damian yang ada di sisinya. Mereka berdua memilih membisu usai pertengkaran yang memang menjadi makanan sehari-hari .

Micle tahu benar, Damian hanya akan emosi sesaat. Setidaknya dia pernah memberikan saran agar Zahra dikembalikan pada orangtuanya, dan berharap majikannya bisa lebih fokus pada pekerjaan. Nyatanya, lelaki itu malah lebih tertarik mempertimbangkan memotong gajinya dengan alasan tak jelas.

 Nyatanya, lelaki itu malah lebih tertarik mempertimbangkan memotong gajinya dengan alasan tak jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Azzahra & DamianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang