Chapter 7

8.1K 417 67
                                    

"Datangi ayahku bukan aku," balas Zahra berlalu pergi meninggal Damian yang kebingungan.

*******

#Damian Pov

Sedari tadi aku hanya diam, memikirkan perkataan Zahra. Kenapa aku harus datang pada Ayahnya?. Bukan Ayahnya yang ingin aku nikahi melainkan dia. Perkataan Zahra benar-benar menguras pikiranku.

Butuh hampir beberapa jam aku menyakinkan diri untuk bisa melamarnya. Bahkan tubuhku sampai keringat dingin  hanya untuk mengucapkan kata-kata itu, tapi mendapat respon Zahra malah membuatku semakin kebingungan.

Biasanya dari apa yang aku cari beberapa jam yang lalu. Seorang gadis akan lebih bahagia saat di lamar di hadapan umum dan aku sudah melakukannya. Jangan lupakan cincin dan itu juga aku sudah memenuhinya. Bahkan cincin yang aku beli dapat dipastikan tidak akan ada yang mempunyainya.

Jari telunjukku ketuk-ketuk beberapakali ke dagu. Ini benar-benar membingungkan, Apa kalau ingin melamar harus datang langsung ke Ayah? Bukankah kalau melamar, harus langsung ke orang yang ingin di lamar.

Seperti beberapa film yang pernah aku tonton. Seorang gadis di lamar dengan cara romantis, dengan balon-balon yang bertulisan Your Marry Me. Bukan aku tidak ingin melakukannya, tapi cara itu terlalu berlebihan untuk pria sepertiku.

"Selamat pagi, Bos!" sapa sekertarisku menunduk hormat, hampir saja lekukan itu terlihat sebelum aku langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Sisi benarkan bajumu!" perintahku masih mengalihkan pandangan ke arah lain.

Dahi sisi mengkerut,menelisik pakaiannya yang terlihat seperti biasanya. " Tapi ini sudah benar, Boss."

"Lihat lekukan itu. Astaga, cepat benarkan!" perintahku jengkel mengibas-ngibas tangan untuk mengusirnya.

Setelah kepergiannya perhatianku kembali melihat laporan-laporan. Semenjak berkenalan dengan Zahra, sikapku sedikit berubah dari biasanya, tidak biasanya aku mengomentari pakaian siapapun.

Tapi kalau di pikir-pikir kembali, melihat pakaian syar'i seperti Zahra malah membuat pikiranku jadi lebih tenang, tidak seperti biasanya akan merasa sedikit berpikiran ke arah hal buruk saat melihat wanita berpakaian seksi.Tapi jangan salahkan kami sebagai lelaki, karena pemikiran baik atau buruknya seorang pria di lihat dari pakaian wanita. Okhe, mungkin hanya aku yang berpikiran seperti itu.

Tidak menunggu berapa menit Sisi kembali masuk ke dalam ruangan. Sekarang pundaknya di tutupi selendang merah atau syal, yang pasti setidaknya mataku tidak perlu terasa panas lagi melihat dia sudah sedikit tertutup.

"Sisi! Mulai besok aku ingin kamu pakai baju syar'i," perintahku tegas tanpa ingin dibantah.

"Ke-kenapa, Bos? Saya nyaman dengan pakaian ini."

"Pokoknya katakan kepada seluruh karyawan yang beragama Islam. Mulai besok, aku tidak mau tahu, semuanya harus pakai baju syar'i. Tampa terkecuali."

Mata sisi terbelalak, menatapku syok. Bukan tampa alasan aku membuat peraturan baru seperti itu, tapi mataku sudah sangat panas melihat wanita-wanita di sekelilingku yang berpakaian seksi.

"Sekarang juga. Beritahukan ke pada semua orang!" perintahku menunjuk pintu ke luar.

"Ba-baik, Bos!"

Pintu kembali tertutup, saat aku melihat Sisi sudah keluar ruangan dengan terburu-buru. Kepalaku rasanya masih pening saat aku kembali mencoba memahami situasi Zahra, yang aku tahu memang dia terbilang berbeda dengan gadis lain.

Merasa tidak menemukan jawaban, aku langsung menelepon Micle dia akan punya 1000 jawaban bagus untuk semua masalah. Tidak perlu menunggu lama micle sudah ada di hadapanku, pria itu memang terbilang tidak banyak bicara, dia akan bicara kalau di tanya saja.

Azzahra & DamianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang