Chapter 2

8K 382 23
                                    

DAMIAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DAMIAN

Karena katanya yang kemarin kemanisan 😅. kalau yang ini, cocok gak?

*******

Semua karyawan sedang sibuk membersihkan seluruh lantai caffe Rosali, bahkan ada beberapa karyawan bertugas membersihkan di luar caffe.

Sedari tadi tak henti-hentinya azzahra menggerutu melihat taburan-taburan bunga mawar putih yang tak kunjung bersih-bersih.

Waktu sudah menunjukan pukul 10.00 WIB, bearti sudah dua jam lamanya mereka membersihkan taburan-taburan bunga mawar yang berserakan di mana-mana. Sedangkan caffenya seharusnya sudah buka dari jam 08.30 WIB. Bagi zahra waktu itu beharga dan ia sangat tidak suka bila ia harus melanggar aturan yang ia buat sendiri.

"Aku yakin pasti damian yang melakukannya. Dasar pria kurang ajar!" umpat zahra sambil terus menyapu dengan kesal. "Awas saja kalau ketemu! Akan ku lempar dia ke sungai, biar saja dia hanyut terbawa arus," gerutunya sampai tidak sadar pria yang sedang ia cibir sedang ada di belakang.

Perhatian damian tak teralihkan dari gadis bercadar yang sedang menyapu-nyapu lantai dengan kasal. Bahkan ia sudah mendengar gerutuan Zahra sedari tadi.

Bagi Damian ini adalah pemandangan yang menakjubkan. Melihat zahra kesal, menjadi kesenangannya sendiri untuk menghilangkan rasa lelah karena pekerjaan yang terus menumpuk di kantor.

"Kau menuduhku?" tanya damian bersedap ke arah Zahra yang sudah menegang.

Zahra berbalik, tanganya memegang gagang sapu dengan erat. "Sejak kapan kau di sini?!"

"Semenjak kau mengatakan aku pria kurang ajar," jawab Damian santai.

"Kau memang kurang ajar! Siapa lagi kalau bukan kau yang bisa melakukan semua ini?" tuduh Zahra.

Kening Damian mengkerut. "Kau menuduh tanpa bukti, Nona Za," elak Damian. "Bisa saja aku menuntutmu karena pencemaran nama baik." Lanjutnya terdengar tajam di telinga Zahra.

"Aku punya buktinya!" bela zahra mulai jengkel. "Kamu lihat? Itu, itu, dan itu. Semua itu adalah CCTV, jadi aku bisa melihat kalau kaulah yang sudah menaburkan seluruh bunga ini di caffeku!" tunjuk Zahra ke seluruh cctv yang berada di tempat tersembunyi.

"Woowwww! Terus mana buktinya? Aku ingin melihatnya," tagih Damian tersenyum simpul seakan tak takut dengan semua cctv yang di tunjukan Zahra dan memang ia tak takut sama sekali. Damian malah menganggapnya menjadi hiburan yang lucu.

***

Dengan cuek Damian duduk di kursi, melihat Zahra yang sedang kelimpungan karena data cctv yang hilang. Sudah beberapa kali Zahra protes karena pria yang bertugas menjaga cctv caffe sudah menghilangkan semua datanya pada saat beberapa jam yang lalu. Lebih tepatnya saat kejadian sekertaris Damian menaburkan seluruh bunga di caffe.

"Mana? Aku ini orang sibuk. Waktuku sangat beharga hanya untuk melihat omong kosongmu barusan," sindir Damian ke arah zahra yang masih terus merecoki petugas keamanan untuk menemukan bukti.

"Kau ini tak sabaran sekali!" ketus Zahra ke arah Damian lalu kembali melihat petugas keamanan. "Pak! Ayo, Pak. Bapak harus menemukan data cctv beberapa jam yang lalu. Ini menyangkut kehidupanku nanti!" suruh zahra mulai kesal karena masih belum menemukan bukti.

Damian menguap, kini dia benar-benar mengantuk karena menunggu Zahra masih kukuh dengan pendirian. Karena tak ingin menunggu dengan mata terbuka, Damian memilih tertidur seraya menopang dagu, menunggu Zahra pasti akan memerlukan waktu sangat panjang.

Bayangannya mengingat cerita sekertarisnya Sisi saat ia berusaha untuk menghapus semua bukti cctv, bahkan sekertarisnya menggunakan sapu tangan agar tidak terdeteksi sidik jari. Damian benar-benar harus memuji kecerdikan sekertarisnya itu.

"Carilah sampai besok pagi. Karna sampai kapanpun bukti itu tak akan pernah ditemukan," ucap damian tertawa dalam hati, lalu terlelap dalam tidur.

Dua jam sudah berlalu Zahra memilih mendudukan bokongnya di kursi. Kelicikan damian memang harus ia acungi jempol, pria licik itu membuat Zahra kalah telak karena bukti-bukti tak ada yang mengarah padanya.

"Sudah kubilang? Aku tidak bersalah," kata Damian ikut duduk di depan Zahra. Namun wanita itu malah memalingkan muka.

"Terserah!" balasnya cuek, lalu berdiri ingin segera pergi meninggal Damian yang hanya membuatnya makin stress.

Senyum damian tak bisa ia tahan saat melihat Zahra sudah pergi dengan wajah kesal. Walau ia memakai cadar, tapi ia masih bisa melihat ekspresinya.

Bukan tanpa alasan Damian terus mengganggu Zahra dan caffenya. Ia juga seringkali terganggu dengan banyangan-bayangan Zahra yang selalu berputar-putar di ingatannya setiap malam menjelang tidur. Maka dari itu, dia mencoba membalasnya dengan mengerjainya di dunia nyata, karena saat itulah hati Damian akan lebih baik dan terhibur.

*****

Hari sudah menjelang sore, sang jingga sudah mulai mewarnai langit. Seorang gadis terlihat termenung menatap langit dari atas balkon, bayangannya berputar-putar pada beberapa bulan ke belakang.

Ada beberapa hal yang wanita itu lupakan, namun sampai sekarang ia masih tak bisa mengingat semua ingatan-ingatannya dulu. Membuatnya terkadang merasa menjadi orang paling bodoh di dunia.

"Kenapa sampai sekarang aku tidak bisa mengingatnya. Kenapa? Kenapa?!" ucap gadis itu memukul-mukul kepalanya kesal. "Seharusnya ada ingatan yang bisa aku dapatkan. Tapi kenapa? Sampai sekarang ingatan itu belum kembali."

"Bukankah sudah Mas bilang? Jangan memukul-mukul kepalamu seperti tadi," tegur Hisyam memegang tangan istrinya yang terus memukul kepalanya dengan kesal.

Wajah Shakila berubah lesuh, memilih menatap kembali langit yang kini mulai berubah jingga. "Ada beberapa hal yang aku lupa mas. Tapi aku tidak tahu apa itu. Apakah dulu aku punya sahabat dekat?" tanya Shakila, tiba-tiba hatinya merasa gundah dari semenjak beberapa hari yang lalu.

"Ada." Hisyam memeluk istrinya dari belakang "Namanya Azzahra, sahabat yang paling sering kamu ceritakan pada Mas dulu. Mas ingat, saat kamu menikah, Zahra juga ikut membantu mengantarkanmu. Bahkan yang mengurus semua persiapan pernikahan adalah Zahra."

"Azzahra .... "gumam Shakila mencoba mengingat nama yang terasa tidak asing di telinga. "Di mana kamu sekarang?" batinnya lirih.

******

Mobil hitam itu berhenti di depan rumah sederhana, tak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Di halaman depannya juga terdapat bunga-bunga mawar dengan warna-warna yang berbeda-beda, yang bermekaran indah dan subur.

Seorang gadis memakai gamis syar'i biru turun dari mobil. Perhatiannya melirik kursi di depan rumah sederhana. Ingatannya berputar beberapa tahun ke belakang, saat shakila masih hidup. Seringkali mereka ber dua berbicara di terlas rumahnya, tapi sekarang semua itu hanya kenangan yang tersimpan indah di ingatan.

"Melamun di sore hari. Itu bukan hal yang baik," tegur seorang pria dari arah belakang Zahra.

Sontak Zahra terkejut langsung memundurkan langkahnya. Matanya seketika membulat, melihat wajah pria yang selama beberapa hari ini selalu membuatnya kesal dan selalu ia hindari.

"Ka-u!" tunjuk zahra tak percaya

"Hai? Tetangga baru!" sapanya langsung meleos pergi meninggalkan Zahra yang hanya bisa melongo,

"A-apa dia Damian?" tanyanya mengerjapkan mata beberapa kali melihat lelaki itu sudah masuk ke dalam rumah yang bersebelahan dengannya.

Bersambung..

Jangan lupa komen dan dukungannya 😉

Azzahra & DamianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang